Mohon tunggu...
Nakochi Yashuda
Nakochi Yashuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa PDB

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop Baby Shaming pada Anak Selebriti

26 Juni 2022   12:54 Diperbarui: 26 Juni 2022   13:27 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kehidupan selebriti yang kerap kali digambarkan dengan kehidupan glamor dan penuh sensasi, biasanya tidak seperti apa yang ditampilkan di televisi. 

Di luar pekerjaannya, jenis pekerjaan yang satu ini memiliki tekanan dan beban mental yang tinggi. Tidak hanya bagi selebriti itu sendiri, melainkan juga dapat menimpa orang-orang terdekat dari selebriti tersebut. Misalnya tekanan mental yang diberikan oleh netizen kepada selebriti Indonesia jebolan ajang pencarian penyanyi dangdut, Lesti kejora.

Baru-baru ini, Lesti dan anaknya, Al Fatih, dibully oleh netizen karena wajah anak Lesti. Tak ayal tanggapan tersebut membuat istri dari Billar ini merasa sedih. Wajah sang anak yang dibully oleh netizen tersebut dinilai memiliki kemiripan dengan sang ibu hingga membuatnya tampak tidak sempurna di mata netizen. 

Penilaian terhadap kondisi fisik Al Fatih berangkat dari standar kondisi fisik bayi yang sesuai dengan penilaian masyarakat. Padahal, tidak ada standar tertentu yang bisa menyatakan bagus tidaknya kondisi fisik seseorang. 

Tindakan bullying yang dilakukan oleh netizen kepada anak Lesti Kejora termasuk dalam tindakan baby shaming, yakni ujaran kritikan dan penghinaan terhadap penampilan, bentuk tubuh, dan perilaku terhadap bayi.

Tanpa disadari, komentar-komentar negatif yang dilontarkan oleh netizen merupakan bentuk baby shaming yang diberikan kepada anak Lesti Kejora. Pelaku baby shaming mungkin hanya menganggap bahwa tindakan tersebut merupakan candaan atau guyonan belaka. 

Namun nyatanya, tindakan baby shaming merupakan tindakan buruk yang dapat memberikan rasa trauma bagi korbannya, apalagi bagi si Ibu dari bayi yang mendapat baby shaming dari orang lain. Baby shaming dapat menyakiti perasaan orang tua dari si anak dan menyakiti perasaan anak itu sendiri. 

Di era kemajuan teknologi yang semakin pesat, jejak digital dapat diakses dengan mudah. Jika seseorang yang dulunya pernah mengalami baby shaming menemukan jejak digital tentang perlakuan baby shaming terhadap dirinya, hal itu mungkin akan membuat dirinya merasa insecure dan timbul rasa tidak percaya diri. Sama seperti tindakan body shaming, baby shaming pun berdampak buruk pada korbannya.

Baby shaming yang terjadi pada anak Lesti, hanya menjadi salah satu contoh kecil permasalahan baby shaming di Indonesia. Sebelum kasus baby shaming menimpa keluarga Lesti, kasus serupa juga pernah terjadi pada beberapa artis Indonesia lainnya, seperti kasus yang pernah menimpa keluarga Tasya Kamila. 

Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat tentang baby shaming masih rendah. Padahal tindakan baby shaming memiliki pengaruh yang tinggi terhadap keluarga korban. Dibutuhkan kesadaran tentang pentingnya tidak melakukan baby shaming kepada anak orang lain, baik di media sosial maupun di kehidupannya nyata.

Tindakan baby shaming bisa menimbulkan rasa depresi pada orang tua, terutama ibu dari si bayi. Ujaran hinaan dalam baby shaming yang disampaikan oleh orang lain dengan maksud 'candaan' bisa menyinggung perasaan hati seorang Ibu hingga menimbulkan rasa depresi. Selain itu, orang tua dari si bayi juga bisa merasakan rasa tidak percaya diri atau insecure dan rasa rendah diri.

Ketika mengalami baby shaming, ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua. Misalnya dengan cara tidak merespons komentar yang mengarah pada baby shaming, menutup akun media sosial, tidak menyalahkan diri sendiri, dan tetap fokus merawat buah hati. 

Namun seperti apa pun tindakan yang dilakukan oleh korban dan keluarganya, tindakan baby shaming akan terus terjadi. Karena tindakan baby shaming merupakan tindakan yang dilakukan oleh pelaku, dan korban tidak terlibat sama sekali dalam tindakan tersebut. 

Turut menyalahkan korban atau bahkan menyalahkan kondisi fisik korban sebagai pemicu adanya baby shaming merupakan tindakan yang salah besar. Tindakan baby shaming merupakan tindakan yang dilandasi oleh pemikiran pelaku terhadap korban. Pemikiran tersebut merupakan pemikiran yang salah, dan sangat tidak sopan jika harus dinyatakan secara langsung kepada korban dalam bentuk hinaan.

Sayangnya perilaku baby shaming memang merupakan perilaku yang sulit untuk diputus rantai penyebarannya. Namun bukan tidak mungkin bahwa perilaku baby shaming dapat dihentikan. 

Sama seperti isu body shaming yang mulai banyak disadari oleh masyarakat, isu tentang baby shaming pun perlu untuk terus dibahas hingga menimbulkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya tidak melakukan baby shaming. 

Dibutuhkan edukasi kepada masyarakat tentang perilaku ini. Bentuk edukasi tersebut bisa disampaikan melalui kegiatan Webinar, melalui penyebaran dari mulut ke mulut, dan edukasi yang dilakukan kepada orang terdekat. 

Dengan cara-cara ini, masyarakat atau pengguna internet yang sebelumnya kerap kali melakukan tindakan baby shaming diharapkan menjadi sadar dan tidak lagi melakukan tindakan tidak terpuji tersebut.

Masyarakat, terutama pengguna internet, harus memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya tidak melakukan hinaan terhadap kondisi fisik bayi, pertumbuhan bayi, dan sikap bayi. Tindakan baby shaming dapat dihentikan jika masyarakat menyadari bahwa tindakan ini merupakan tindakan yang salah dan tidak terpuji. 

Harus pula dipahami bahwa tidak ada standar tertentu yang menyatakan kesempurnaan fisik seseorang, menghina kondisi fisik seseorang hanya membuat pelaku terlihat memiliki sikap buruk. Oleh karena itu, tindakan baby shaming harus segera dihentikan dan dihilangkan. 

Termasuk didalamnya menghentikan tindakan baby shaming pada anak selebritis. Keluarga selebriti kadang kali lebih rentan menerima perundungan dari masyarakat karena kepopulerannya. Namun perlu dipahami bahwa siapapun orangnya dan apapun pekerjaannya, tidak ada yang pantas mendapatkan perlakuan baby shaming dari orang lain.

Sumber

Adiyanto, W., & Afiati, A.I. (2020). Mekanisme Kuasa Dalam Fenomena Mom Shaming Pada Peran Perempuan Sebagai Ibu. JURNAL LONTAR, 8(1).

Fadli, R. (2019, 02 Agustus). Alami Baby Shaming Seperti Tasya Kamila? Ini Cara Hadapinya. Halodoc.com. Diakses 06 April 2022, dari https://www.halodoc.com/artikel/alami-baby-shaming-seperti-tasya-kamila-ini-cara-hadapinya

Mothercare.co.id. (n.d). stop baby shaming, berpikirlah sebelum berbicara!. Mothercare.co.id. Diakses 05 April 2022, dari https://www.mothercare.co.id/modern-parent/baby-shaming

Putri, A.W. (2019, 08 Agustus). Anakku Bukan Urusanmu, Stop Baby Shaming!. Tirto.id. Diakses 05 April 2022, dari https://tirto.id/anakku-bukan-urusanmu-stop-baby-shaming-efDr

Sakinah. (2018). "Ini Bukan Lelucon": Body Shaming, Citra Tubuh, Dampak dan Cara Mengatasinya. Jurnal Emik,  1(1), 53-67.

Wowkeren.com. (2022, 05 April). Fisik Anak Dihina, Lesti Kejora Tulis Pesan Manis Banjir Simpati Artis. Wowkeren.com. Diakses 06 April 2022, dari https://www.wowkeren.com/berita/tampil/00420892.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun