self diagnose diri Anda sendiri tanpa keterlibatan psikolog atau psikiater?
Kalian pernah gak sih melihat sebuah komentar remaja yang mendiagnosis dirinya sendiri mengidap sebuah gangguan mental serius hanya dengan membaca postingan edukasi mengenai "Ciri-ciri Psikologis Anda Terganggu," atau bahkan itu merupakan kalian sendiri yang men-Tidak jarang kita melihat fenomena tersebut sejak era pandemi COVID-19. Menurut Kini, dkk, 2020, pandemi melatarbelakangi munculnya berbagai gangguan kesehatan mental yang belum pernah terjadi sebelumnya, serta gangguan kecemasan yang terus membayangi masa depan. Inilah hal yang menjadi salah satu akar rumput pemicu para remaja men-self diagnose dirinya sendiri.Â
Self diagnose juga dapat dipicu melalui rasa stres dan bosan yang dialami ketika pandemi sehingga banyak orang yang mencari informasi yang tidak akurat sebagai alat ukur identifikasi kesehatan mental mereka.Â
Lantas, mengapa orang-orang bisa men-self diagnose dirinya sendiri? Â Bahaya apa saja yang akan ditimbulkan dari self diagnose? Dan mari belajar ciri-ciri tanda awal terganggunya kesehatan mental kalian menurut American Psychiatric Association. Yuk disimak informasi dibawah ini!Â
Mengapa Seseorang Bisa Melakukan Self Diagnose?Â
Self diagnose sangat booming pada masa pandemi hingga sekarang. Self diagnose sendiri adalah proses mengidentifikasi diri sendiri mengidap sebuah penyakit yang bersumber pada pengetahuan diri sendiri atau berasal dari sebuah informasi.
Pandemi yang menciptakan berbagai permasalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya mengakibatkan individu mengalami berbagai masalah seperti isolasi, gangguan ekonomi sosial, ketidakpastian, dan ketakutan akan penularan COVID-19 telah menjadi krisis dalam kesehatan mental di dunia (Kini, dkk., 2020).Â
Hal-hal tersebut dapat membuat seseorang mengalami ketakutan yang besar akan hal yang belum terjadi yang mengakibatkan individu mengalami kepanikan sehingga mereka melakukan self diagnose. Selain itu, pandemi juga menyebabkan rasa bosan sehingga banyak orang yang mencoba untuk mencari informasi terkait apa yang dialami untuk menilai dan mencoba mengidentifikasi perasaan mereka dari sumber yang tidak terpercaya atau bukan dari ahlinya.Â
Beberapa Tanda Awal Terganggunya Psikologis Menurut American Psychiatric AssociationÂ
Daripada men-self diagnose diri sendiri tanpa tahu informasi yang didapat benar atau tidaknya, mari belajar beberapa tanda awal terganggunya psikologis menurut American Psychiatric Association:Â
- Ketakutan maupun keresahan yang berlebihan. Lebih sering merasa takut, cemas, gugup, atau panik berlebihan bahkan pada hal sepele.
- Perubahan suasana hati. Seperti kesedihan yang mendalam, ketidakmampuan untuk mengekspresikan kegembiraan atau ketidakpedulian dalam beberapa situasi, perasaan putus asa, tertawa pada waktu yang tidak tepat dan tanpa alasan yang jelas, dan terlintas pikiran untuk melakukan bunuh diri.
- Masalah dalam berpikir. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau bermasalah dengan ingatan pikiran atau ucapan yang sulit dijelaskan.
- Terjadinya perubahan pola tidur maupun selera makan. Perubahan kebiasaan tidur atau makan secara dramatis (bisa lebih atau kurang) dari biasanya dan umumnya disertai kenaikan atau penurunan berat badan yang dramatis.
- Penarikan diri. Menarik diri dari lingkungan atau sering duduk dalam keadaan tidak melakukan apa apa untuk waktu yang lama, berhenti dari aktivitas yang dulu sering dilakukan dengan senang.
Jika memiliki dua atau lebih tanda yang terjadi, dapat dijadikan sebagai acuan awal untuk keperluan evaluasi lebih lanjut. Â
Bahaya Akibat Melakukan Self Diagnose
Dalam penelitian jurnal "Fenomena Psikologis Mengenai Kesehatan Mental Yang Dialami Oleh Remaja Di Era Vuca" mengatakan bahwa tiga dari empat responden mengalami dampak yang buruk dari self diagnose seperti kecemasan berlebih, takut terhadap hal yang belum terjadi, tertekan, dan stres. Hal ini menjadi penyebab mereka tidak menjalankan aktivitas hari-harinya dengan nyaman. Â
Hasil survei oleh Millennial Mindset: The Worried Well yang dilakukan pada tahun 2014 (dalam Syneos Health Communications, 2014) menyatakan bahwa terdapat 37% generasi milenial yang terkadang masih melakukan self diagnose dengan permasalahan kesehatan yang bahkan tidak mereka alami.Â
Jika hal tersebut terus berlanjut, dapat menimbulkan dampak negatif. Menurut Sartika (2019), hal ini dapat menyebabkan individu mengonsumsi obat-obatan yang tidak tepat, penanganan yang tidak tepat, hingga dapat mengalami gangguan kesehatan mental yang lebih parah.Â
Dengan demikian, fenomena self diagnose harus segera diminimalisir serta setiap individu harus menyadari bahwa self diagnose tersebut bukan merupakan sebuah tren karena self diagnose dapat memberikan variasi bahaya yang dapat Anda alami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H