Mohon tunggu...
najwa olivia
najwa olivia Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar MTs

hobi saya memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menikmati Liburan dengan Slow Living di Alahan Panjang

24 Januari 2025   06:14 Diperbarui: 24 Januari 2025   06:14 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah menerima rapor di akhir semester, perasaan saya campur aduk. Beberapa nilai memenuhi harapan, sementara yang lain masih jauh dari target. Meski begitu, saya merasa lega karena akhirnya bisa beristirahat setelah berbulan-bulan belajar keras. Liburan kali ini menjadi momen yang sangat saya nantikan. keluargaku memutuskan untuk pergi ke Alahan Panjang. Suasana pegunungan yang tenang dan sejuk di sana menjadi tempat yang tepat untuk menenangkan diri. Kami sepakat untuk menghabiskan waktu bersama tanpa.

 Perjalanan menuju Alahan Panjang dimulai pagi-pagi sekali. Jalanan yang berkelok dihiasi pemandangan hijau membuat kami terpukau. Setiap tikungan menghadirkan panorama baru yang mengagumkan. Kami beberapa kali berhenti untuk mengambil foto pemandangan. "Pemandangannya indah sekali! Kita harus foto di sini," seru Ibu dengan antusias.

Setelah beberapa jam perjalanan, kami tiba di sebuah rumah kayu sederhana yang menjadi tempat menginap kami. Rumah itu dikelilingi kebun teh yang luas dan pohon-pohon besar yang menjulang. Rasanya seperti masuk ke dunia lain yang penuh kedamaian. Udara dingin langsung menyapa kami begitu turun dari mobil. Kami beristirahat sejenak sebelum menjelajahi sekitar.

Sore itu, kami berjalan santai menyusuri kebun teh. Matahari yang perlahan tenggelam memberikan pemandangan magis di langit. Kami duduk di sebuah bangku kayu sambil menikmati teh hangat yang dibawa dari rumah. Suara kicauan burung dan gemerisik dedaunan menambah suasana damai. "Ini seperti mimpi," kata Kakak sambil tersenyum.

Keesokan paginya, kami bangun lebih awal untuk menikmati udara segar. Kabut tipis masih menyelimuti kebun teh di sekitar rumah kayu. Setelah sarapan nasi goreng sederhana, kami berjalan-jalan di sekitar kebun teh. Adik saya membawa bola kecil untuk dimainkan di halaman. "Kak, tangkap bolanya!" serunya dengan tawa riang.

Di tengah bermain, kami berhenti sejenak untuk berfoto. Matahari pagi memancarkan sinar hangatnya, menciptakan bayangan indah di dedaunan. Ayah mengambil beberapa foto kami dengan latar kebun teh. "Ini akan jadi kenang-kenangan yang tak terlupakan," . Kami pun melanjutkan permainan dengan penuh canda tawa.

Setelah puas bermain, kami menjelajahi kawasan sekitar dengan berjalan kaki. Jalanan kecil di tengah pepohonan pinus membawa kami ke sebuah bukit kecil. Dari sana, kami bisa melihat pemandangan seluruh kebun teh dan rumah-rumah kecil di kejauhan. Rasanya seperti berada di tengah lukisan alam yang hidup. "Aku ingin tinggal di sini selamanya," ujar Adik sambil tersenyum lebar.

Siang itu, kami menemukan sebuah warung kecil milik warga setempat. Kami berhenti untuk membeli teh hangat dan kue tradisional. Pemilik warung, seorang nenek ramah, bercerita tentang kehidupan di Alahan Panjang. "Di sini hidup lebih sederhana, tapi selalu damai," katanya sambil tersenyum. Mendengar itu, saya merasa semakin kagum dengan tempat ini.

Setelah beristirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah danau kecil di dekat bukit. Airnya begitu jernih hingga kami bisa melihat ikan kecil berenang. Kami duduk di tepi danau sambil menikmati semilir angin yang menyejukkan. "Betapa indahnya ciptaan Tuhan," ucap Bunda dengan wajah kagum. Kami pun mengambil foto bersama di tempat itu.

 Ketika sore tiba, kami kembali ke rumah kayu dan menikmati waktu bersantai. Kakak membawa buku yang ia baca di teras rumah. Sementara itu, Ayah sibuk menyalakan api unggun kecil untuk menghangatkan malam. Saya dan Adik bermain teka-teki sambil tertawa. Suasana malam itu terasa begitu akrab dan hangat.

Saat malam semakin larut, langit dipenuhi bintang-bintang yang bersinar terang. Pemandangan ini jarang sekali kami temui di kota. Kami duduk bersama di bawah selimut, memandang langit dengan penuh kekaguman. "Lihat, itu rasi bintang Orion!" seru Ayah. Kami semua memandang ke arah yang ia tunjuk.

Keesokan harinya, kami memutuskan untuk mengeksplorasi hutan kecil di belakang rumah kayu. Jalannya sempit, tapi udara segar dan suara alam membuat perjalanan terasa menyenangkan. Kami menemukan bunga-bunga liar yang indah dan serangga kecil yang unik. Adik bahkan menemukan sarang burung di atas pohon. "Burungnya cantik sekali!" katanya dengan mata berbinar.

 Setelah kembali dari hutan, kami memasak makan siang bersama di dapur rumah kayu. Ibu mengajari kami membuat masakan sederhana dengan bahan lokal yang dibeli dari warga sekitar. Aroma masakan memenuhi seluruh ruangan, membuat perut kami keroncongan. "Masakan rumahan memang yang terbaik," kata Kakak sambil mencicipi masakan Ibu. Kami semua setuju dengannya.

Sore itu, kami bermain layang-layang di sebuah lapangan kecil di dekat kebun teh. Angin sepoi-sepoi membuat layang-layang kami melayang tinggi di udara. "Lihat, aku berhasil!" seru Adik sambil berlari-lari kegirangan. Kami semua tertawa melihat antusiasmenya. Rasanya seperti kembali ke masa kecil.

Malam terakhir di Alahan Panjang dihabiskan dengan momen kebersamaan di depan api unggun. Kami bercerita tentang pengalaman yang paling berkesan selama liburan ini. "Aku suka saat kita bermain bola di pagi hari," kata Adik. "Aku paling suka danau kecil tadi," tambah Kakak. Semua sepakat bahwa liburan ini adalah yang terbaik.

Sebelum tidur, saya duduk di teras rumah kayu dan menulis catatan harian. Saya ingin mengabadikan setiap detail pengalaman di Alahan Panjang. Angin malam yang sejuk dan suara jangkrik membuat suasana semakin tenang. "Terima kasih, Alahan Panjang, untuk semua keindahan ini," tulis saya di akhir catatan. Dengan hati yang tenang, saya masuk ke kamar dan tidur nyenyak.

Esok paginya, kami bersiap-siap untuk kembali ke rumah. Rasa enggan meninggalkan tempat ini terasa begitu kuat. Ibu memastikan semua barang sudah dikemas rapi. Sebelum pergi, kami mengucapkan terima kasih kepada pemilik rumah kayu yang sudah menyambut kami dengan hangat. "Semoga kita bisa kembali lagi suatu hari nanti," kata Ayah sambil tersenyum.

Perjalanan pulang terasa lebih sunyi, tapi penuh dengan kenangan indah. Kami melihat kembali foto-foto yang kami ambil selama liburan. "Ini pasti akan jadi cerita yang seru untuk diceritakan ke teman-teman," ujar Kakak. Saya pun merasa tidak sabar untuk berbagi pengalaman ini. Alahan Panjang telah meninggalkan kesan mendalam di hati kami.

Setiba di rumah, suasana kota terasa jauh berbeda. Keramaian dan kebisingan kembali menyapa kami. Namun, kenangan tentang ketenangan Alahan Panjang tetap terpatri di ingatan. Saya membuka catatan harian dan membaca ulang tulisan saya. Ternyata, perjalanan ini telah memberikan pelajaran hidup yang berharga.

Kami menyadari bahwa liburan bukan hanya soal tempat, tapi juga tentang kebersamaan. Alahan Panjang mengajarkan kami untuk menghargai hal-hal kecil yang sering terlupakan. "Kapan-kapan, kita harus liburan lagi ke tempat seperti itu," kata Ibu. Kami semua setuju sambil tersenyum. Kehangatan keluarga terasa semakin erat.

Liburan ini juga mengajarkan saya tentang pentingnya bersyukur. Alam yang indah dan kehidupan yang sederhana memberikan rasa damai yang sulit ditemukan di kota. Saya belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari hal-hal besar. Bahkan momen sederhana seperti bermain bola atau menikmati teh bersama bisa menjadi sangat bermakna.

Alahan Panjang akan selalu menjadi tempat yang istimewa bagi kami. Kenangan tentang kebun teh, danau kecil, dan langit berbintang tetap melekat di hati. Saat menatap kalender, saya tersenyum sambil berharap ada kesempatan untuk kembali. Hingga saat itu tiba, saya akan terus mengenang setiap momen berharga yang pernah kami alami di sana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun