"Jajan, yuk!"Â
***
   "Rifda?"
   "15, bu!"
   Guru dengan kaca mata minusnya itu mengernyit lalu berdehem pelan. "Dari 50 soal kamu cuman dapet 15, Da? Masya allah," ujar si guru itu yang dibalas cengiran hambar dari si empu.
   "Bodoh."
   Gadis itu terdiam, dia tahu, kok. Dia juga bisa mendengar kalau anak laki-laki si jago matematika itu menghinanya. Ia menghela napas sejenak, mencoba tersenyum meski ada jarum yang kembali menusuk hatinya.Â
   Dunia itu terlalu keras untuk ukuran gadis dua belas tahun yang kalau kata teman-temannya "jelek dan gendut" itu. Mungkin, kalian para orang dewasa berpikir bawa perundungan ataupun cemooh itu hannyalah hal biasa dan bahkan mungkin sangat wajar dikalangan anak-anak ingusan. Tetapi, anggapan "biasa" kalianlah yang membuat mereka yang kita sebut "anak ingusan kemarin sore" itu berubah menjadi "manusia yang menganggap semuanya biasa". Awal mula, dimana kenakalan remaja mulai bermunculan.Â
   Kalau ingin dijabarkan hal-hal yang dibenci gadis itu dari dunia, ada empat hal. Mau kujabarkan satu-satu? Baiklah.Â
1. 3 orang anak laki-laki sawo matang dan si jago matematika itu.Â
2. Seluruh teman sekelasnya kecuali dua orang sahabat dan seorang lain yang baik kepadanya.Â