Dokumentasi pribadi : mendongengkan cerita sebelum anak tidur
Memiliki buah hati adalah impian bagi semua keluarga. Kehadirannya sangat menyempurnakan kehidupan. Tanpa buah hati tak akan ada yang memanggil ayah dan bunda. Penulis teringat akan sebuah lagu yang berjudul "Bunda Piara".
Bila ku ingat lelah ayah bundaÂ
Bunda piara piara akan dakuÂ
Sehingga aku besarlahÂ
Waktu ku kecil hidupku amatlah senangÂ
Senang dipangku-dipeluk dimanjakanÂ
Namanya kesayangan
Lagu yang mengingatkan betapa bahagianya hidup di masa kecil. Mendapatkan kasih sayang dari semua orang. Jika lucu dan menggemaskan akan menjadi pusat perhatian. Belum lagi tak adanya beban kehidupan yang harus dipertanggung jawabkan. Itulah awal kehidupan yang menyenangkan. Mungkin Tuhan sengaja mengenalkan awal kehidupan dengan sebuah kebahagiaan.
Kehidupan yang menyenangkan terus berlanjut pada Taman Kanak-Kanak (TK). Sebagai orang tua perlu sekali untuk mengenalkan pendidikan untuk sang buah hati. Selain sebagai pengenalan terhadap pendidikan, juga merupakan tempat bersosialisasi dalam mengenal kehidupan.
Dengan bersosialisasi, akan mendapatkan teman. Pengalaman kehidupan akan mulai terbentuk. Keunikan dan keberagaman dari masing-masing individu merupakan sebuah keniscayaan. Dan di setiap sekolah pasti ada komponen tersebut. Itulah mengapa akan menjadi warna-warni dalam sebuah pembentukan kehidupannya.
Dalam pembelajaran juga terdapat kurikulum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui bersama, kurikulum yang ada berbeda dengan apa yang didapatkan dibangku sekolah dasar. Kurikulum yang diajarkan lebih memfokuskan dalam proses pembentukan karakter anak. Seperti agama, sosial emosional, bahasa dan seni, fisik motorik dan lainnya.
Selain itu pula juga dilatih untuk perkembangan kognitif anak. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa perkembangan kognitif merupakan kemampuan berfikir manusia termasuk didalamnya perhatian, daya ingat, penalaran, kreativitas dan Bahasa.
Tahapan pembentukan kognitif anak mulai terbentuk pada usia 4 tahun. Dengan presentase 40% kemampuan kognitifnya sudah terbentuk. Kemudian menuju umur 8 tahun mencapai 80 % dari total usia hingga 18 tahun. Hal ini sangat penting bagi perkembangan kognitif anak untuk dicapai. Mengingat kecerdasan kognitif berpengaruh terhadap daya saing di masa mendatang. Oleh karena itu, salah satu pendukungnya saat memasuki usia emas (golden age) jangan dilewatkan begitu saja.
Sebagai orang tua seyogyanya harus peka akan hal ini. Memasusi usia emas (golden age) perlu untuk dipersiapkan dengan baik. Seperti mengedukasi anak, memberikan contoh perilaku yang sesuai dengan norma-norma dan ajaran yang berlaku, dan juga mendidik tentang keagamaan.
Seperti yang kita ketahui bersama memori otak anak ibaratkan sebuah kaset yang kosong yang belum terisi apa-apa. Artinya apa yang diajarkan kepada anak begitu mudah direkam dan diterima dengan cepat. Oleh karena itu, melihat pentingnya hal tersebut untuk mewaspadai dan menghindari mengajarkan hal-hal yang kurang baik untuk sang buah hati.
Namun tahukah kita bahwa dalam proses perkembangan kognitif anak saat usia dini mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhinya?
Menurut hasil riset yang dikemukakan oleh Septyaningrum (2014) bahwa faktor yang berhubungan dengan perkembangan kognitif anak diataranya pendidikan di PAUD, asupan vitamin A, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, usia ibu, dan asupan zink.
Pendidikan di PAUD
Pemerintah telah membuat regulasi yang jelas untuk menata pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat bawah hingga perguruan tinggi. Salah satunya adalah pendidikan anak usia dini (PAUD) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005.
Pendidikan di PAUD merupakan sebagai pengenalan pendidikan dan juga persiapan untuk menuju jenjang pendidikan diatasnya. Sehingga dalam pembelajaran, anak dikenalkan materi melalui bercerita, tepuk-tepuk dan juga bernyanyi.
Selain itu pula, anak juga ditanamkan karakter kebangsaan sesuai dengan  jati diri bangsa. Seperti religius, bertanggung jawab, toleransi, mandiri maupun karakter lainnya. Salah satu cara menanamkan karakter mandiri pada anak.
Penulis teringat perkataan ibu guru yang mengatakan siapa yang suka ngompol di kasur saat bangun pagi ?. Kalau suka ngompol berarti seperti adek bayi. Lalu ibu guru menjelaskan kembali kepada anak-anak. Pesan dari ibu guru kalau temen-temen semua sudah pakai seragam sekolah (sudah bersekolah), kalau ingin pipis harus bilang papa dan mama untuk pipis di toilet bukan di kasur. Kalau pipis di kasur nanti kasurnya baunya ompol dan tidak bisa tidur nyenyak.
Melalui edukasi dari ibu guru, perkataan itu masih selalu membekas. Lama kelamaan akan anak terbiasa untuk pipis di toilet. Begitulah cara ibu guru dalam menanamkan karakter pada anak. Secara tidak langsung anak yang sudah mengenyam pendidikan di PAUD ketika hendak masuk di sekolah dasar sudah mempunyai bekal dan persiapan baik itu mental personal, kognitif, maupun kemampuan bersosial.
Asupan vitamin dan zink
Proses pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak begitu cepat. Sehingga membutuhkan pemenuhan karbohidrat dan juga asupan vitamin. Sumber energi yang diberikan pada anak dapat menunjang kemampuan berfikir dan menerima pembelajaran yang diajarkan.
Penelitian di Guatemala menyebutkan bahwa anak yang diberi intervensi asupan tinggi energi dan tinggi protein mempunyai kecenderungan prestasi yang lebih baik dari pada yang tidak diberikan perlakuan yang sama.
Artinya otak membutuhkan energi sebagai daya dukung untuk bekerjanya sel sel saraf dalam perkembangan kognitif seperti kemampuan berfikir, daya ingat, melatih fokus konsentrasi dan juga proses belajar.
Metabolisme glukosa membutuhkan beberapa vitamin dan mineral antara lain zat besi, zink dan vitamin A. Oleh sebab itu, otak membutuhkan energi tinggi yang didapat dari karbohidrat. Zat gizi makro lain seperti protein dan lemak digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan otak, seperti struktur pertumbuhan otak, proses meilisasi, dan neurotransmitter (Septyaningrum, 2015)
Perananan penting seorang ibu
Lahirnya anak tidak terlepas dari peranan seorang ibu. Namun, tahukah kita betapa pentingnya sebelum menikah, kita harus memilih pasangan yang benar-benar matang dari segi usia maupun pendidikan.
Prinsip ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh para orang tua khususnya masyarakat Jawa. Orang tua selalu menanamkan aspek yang harus dipenuhi untuk memilih pasangan yaitu adanya bibit, bobot, bebet. Bukan tanpa alasan hal ini dikemukakan. Entah mengapa ini hanya kebetulan ataukah sebuah ilmu titen saja. Namun, jika dilihat dari substansinya saat memilih pasangan dengan melihat bibitnya (keturunannya), jika pasangan yang kita pilih dari keturunan yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Begitu pula berlaku sebaliknya.
Selanjutnya jika seorang ibu mempunyai latar belakang pendidikan yang baik didukung pula kematangan emosionalnya, juga sangat membantu dalam proses penerimaan informasi tentang gizi maupun edukasi untuk mendidik anak. Kondisi ini membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga kedepannya akan menghasilkan generasi yang unggul dan mampu menjadi bagian dari generasi perubahan bangsa.
Itulah mengapa untuk menghasilkan generasi yang unggul dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Seorang ibu mempunyai andil yang besar dalam hal ini. Dibutuhkan wawasan serta pengetahuan dalam mengatur pendidikan dan kesehatan agar keduanya dapat berjalan beriringan. Sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan anak berjalan sesuai tahapan-tahapan yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H