Angin dingin kelam berderik, kabut putih menghapus mentari
Remang mentari menusuk dan sakit, jauh keulu temukan rindu
Pahatan batu nisan mengukir namamu mengingatkan memoriam beberapa waktu lalu
Tentang sakitnya hati kecil nan rapuh ditinggalkan sahabatnya begitu saja
Saat gerimis pagi dan mendung, kurasa waktu tak mau beranjak
Ia tetap bertahan akan sakitnya hati ini menjadi ribuan tumpahan rindu
Hingga aku bertengkar dengan waktu, sebelumnya tak sesengit ini
Aku kalah, aku meratap, ditinggalkanmu serasa berkeping duniaku
Sahabat, senyummu yang telah jadi detak darahku, denyut nadiku
Candaanmu yang selalu jadi kegembiraan melewati ribuan mentari
Dan kebersamaan kita yang tiada bandingnya, tentang betapa penting hubungan ini
Kini, semua harus terhenti, sungguh kurasa hatiku tercekik, sangat sesak
Ditinggalkanmu aku ibarat sungai mati, sunyi, sepi tak beriak
Tak ada yang dapat kumengerti dengan logika, sungguh aku kehilangan
Terbiasa dengan dikau, lalu membayangkan jalani hari esok tanpa kebersamaan
Kini aku sadar, betapa pentingnya hubungan pertemanan ini, dikala senang dan sedihku
Hai, Nona...
Saya Najma Syukriah
Mahasiswa Prodi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Politeknik Ketenagakerjaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H