Segala rintangan dihadapi oleh keduanya karena perbedaan dan pembawaan dalam cerita terkesan santai serta cerita percakapan antara keduanya yang ringan membuat hubungan antara Sarwono dan Pingkan menjadi lebih erat dan romantis.
Hubungan yang kaku antara Sarwono dengan keluarga Pingkan terjadi ketika Sarwono ditugaskan untuk melakukan rapat kerja di Universitas Sam Ratulangi (UNISRAT), Manado. Di sana ia mengajak Pingkan ikut dengannya untuk menemaninya dan di Manado juga Pingkan mengajak Sarwono untuk bertemu dengan keluarganya.
Saat Sarwono dan Pingkan mengunjungi Bibi Henny, tantenya Pingkan di Jawa. Permasalahan semakin rumit karena keluarga besar Pingkan tidak setuju apabila Pingkan menikah dengan Sarwono karena pertentangan antara suku Jawa dan Manado juga perbedaan agama. Keluarga Pingkan juga mendesak Pingkan agar mau dijodohkan dengan Tumbelaka, dosen muda yang telah kenal dengannya di Manado. Namun, Pingkan menolak juga saran dari Bibi Henny itu.
Selain karena pertentangan suku dan perbedaan agama, keluarga Pingkan tidak ingin Pingkan seperti orangtuanya yaitu bapaknya orang Manado dan ibunya orang Jawa dan berharap supaya Pingkan tinggal di Manado saja, bukan kembali ke Jakarta atau ikut Sarwono ke Solo.
Keberangkatan Pingkan yang masih beberapa bulan lagi diajukan untuk segera berangkat ke Jepang, hal itu membuat Sarwono tidak dapat melepaskan Pingkan pergi darinya. Sebelum Pingkan berangkat, ibu Pingkan meminta Sarwono untuk bertemu dengan dirinya untuk membicarakan tentang keseriusan Sarwono untuk menikahi Pingkan. Namun tak disangka Ibu Pelenkahu, ibunya Pingkan lugas merestui hubungan mereka berdua.
Waktu berlalu, jarak yang telah memisahkan antara Sarwono dan Pingkan antara Indonesia dan Jepang. Sarwono melaksanakan kesibukannya dengan baik namun akhir-akhir ini ia merasa tidak sehat dan masih terus menahan rasa kerinduannya terhadap Pingkan yang belum kembali ke Indonesia.
Ketika Pingkan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta untuk menjadi pemandu rombongan mahasiswa Jepang yang berkunjung ke Indonesia selama liburan musim panas dan ingin pula bertemu Sarwono secepatnya, ia mendapatkan kabar dari Toar mengenai kondisi Sarwono yang kritis dan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat di Solo karena penyakit yang dideritanya yaitu paru-paru basah atau flek. Hal inilah yang membuat Pingkan segera menuju Solo.
Sesampainya di rumah sakit Pingkan dilarang oleh dokter untuk bertemu dengan Sarwono karena masih keadaan kritis sehingga hanya bertemu dengan Ibunya Sarwono, Bu Hadi. Saat bertemu dengan Bu Hadi, ia mengeluarkan lipatan koran titipan dari Sarwono agar segera diserahkan koran itu kepada Pingkan. Dalam koran itu tertulis “Tiga Sajak Kecil” karya Sarwono.
/1/
bayang-bayang hanya berhak setia
menyusur partitur ganjil