bersiap – deed nieuwe hoop verdwijnen
bersiap – werd het begin van het einde
Terdapat penggalan kata “Bersiap bersiap” dalam lagu dapat diartikan sebagai penggunaan masyarakat Belanda untuk menyebut periode Bersiap. Masyarakat Belanda menyebut masa Bersiap karena karena kerap terdengar seruan "Siap! Siap!" oleh kelompok pro-Republik Indonesia pada masa itu. Para Pemoeda akan menyerukan kata "Siap! Siap!" sembari mengangkat senjata ketika ada orang-orang yang dinilai menjadi musuh bagi revolusi kemerdekaan Indonesia, memasuki wilayah pro-republik (Rosihan Anwar, 2010).
Kemudian, frasa seperti "hoorden van verre steeds vaker dat geroep" (mendengar teriakan dari jauh) dapat mengindikasikan ancaman atau ketakutan yang berkembang selama masa bersiap bahwa kekerasan yang terjadi selama masa Bersiap sangat mengerikan. Di masa itu terjadi penjarahan dan pembunuhan. Peristiwa pembunuhan tersebut disertai penyiksaan keji dan pemerkosaan. Hal tersebut menimbulkan rasa takut dan terancam yang dirasakan oleh etnis Eropa dan Indo-Eropa. Lalu, pada kalimat "Pemuda’s * met bambu runcing * dreven hen in het nauw" (Para pemuda bersiap dengan bambu berlari menyudutkan mereka) dapat menggambarkan aksi pemuda yang menggunakan bambu runcing, sebagai simbol perlawanan atau protes dalam periode bersiap. Hal ini dapat dimaknai sebagai agen perubahan atau kekuatan yang mendorong perubahan. "Met rood wit blauwe vlaggen zonder blauw" (dengan bendera merah putih biru tanpa biru) menunjukkan perubahan atau modifikasi pada bendera dengan menghilangkan warna biru, yang bisa diartikan sebagai identitas nasional Indonesia, yaitu warna merah dan putih. Hal ini juga bisa diartikan sebagai tindakan perlawanan atau perubahan.
Secara garis besar, digambarkan bahwa lagu Bersiap oleh Wouter Muller ini mencerminkan interpretasi atau pandangan terhadap periode bersiap, dengan menyoroti perubahan simbol, peran pemuda, dan dampak politik atau sosialnya. Lagu ini menggambarkan dan merepresentasikan Masa Bersiap di Indonesia dari perspektif Indo-Belanda ditandai dengan terjadinya huru-hara, pembantaian, dan perampokan massal yang dilakukan oleh masyarakat pro-kemerdekaan. Lagu tersebut menggambarkan keadaan orang-orang yang mencoba memulai hidup baru di tengah kekacauan tersebut, namun mereka sering mendengar suara-suara yang menakutkan (merujuk pada kekerasan yang terjadi).
Referensi:
Oostindie, Gert, et al. Serdadu Belanda di Indonesia, 1945-1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah. Translated by Moeharti Soesani Moeimam, et al., Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016.
Reynara, Ezra Jan. “Representasi Indonesia Melalui Lagu Karya Wieteke van Dort, Anneke Gronloh, Rosy Pereira dan Dries Holten (Rosy & Andres).” 2022. https://lib.ui.ac.id/detail?id=20520390&lokasi=lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H