Mohon tunggu...
Najla Hafiza
Najla Hafiza Mohon Tunggu... -

International Relations University of Sriwijaya'16

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mari Mengenal Apa Itu "Counterfeiting"?

2 Maret 2019   09:37 Diperbarui: 2 Maret 2019   10:13 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Globalisasi membawa konsekuensi semakin menipisnya batas wilayah antara satu negara dengan negara lainnya. Hal ini ditandai dengan semakin majunya berbagai bidang kehidupan manusia seperti teknologi, informasi, transportasi, dan sebagainya. Demikian juga di bidang ekonomi, perkembangan ekonomi tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global. 

Dalam kehidupan ekonomi, perilaku ekonomi diatur dan dikendalikan oleh norma-norma hukum agar tidak menyimpang dari kebijakan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah. Di negara-negara yang perkembangan perekonomiannya maju, aturan-aturan hukum bisnis telah disiapkan jauh ke depan guna mengantisipasi perkembangan perilaku ekonomi agar tidak terjadi penyimpangan dan kecurangan. 

Sedangkan di negara-negara berkembang, fenomena yang tampak adalah bahwa aturan-aturan hukum di bidang akonomi dan perdagangan belum mampu mengakomodasi aktivitas dan proses ekonomi yang terjadi. Merek merupakan bagian penting dalam dunia perdagangan. Dengan merek, produk yang dihasilkan oleh produsen dikenal oleh konsumen. 

Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang dihasilkan. Ditinjau dari kacamata produsen, merek digunakan sebagai jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas produk. Para pedagang menggunakan merek untuk promosi barang-barang dagangannya dan untuk memperluas pasar. Bagi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan produk yang akan dibeli. Tidak dapat dibayangkan apabila suatu produk tidak memiliki merek, tentu produk yang bersangkutan tidak akan dikenal oleh konsumen. 

Oleh karena itu suatu produk, apakah produk tersebut baik atau tidak, tentu akan memiliki merek. Bahkan tidak mustahil merek yang sudah dikenal luas oleh konsumen karena mutu dan harganya, akan selalu diikuti,ditiru, "dibajak", bahkan mungkin dipalsu oleh para produsen lain yang melakukan persaingan curang. Di Indonesia, hak atas merek diatur dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. 

Perlindungan hak atas kekayaan intelektual, termasuk di dalamnya hak atas merek dan penegakan hukumnya merupakan hal yang sangat penting karena akan berdampak pada iklim perdagangan dalam negeri maupun iklim investasi luar negeri dan perdagangan internasional.

Lemahnya penegakan hukum dan tidak adanya kepastian hukum dapat mempengaruhi investor yang hendak berinvestasi di Indonesia. Dalam mengembangkan usahanya, setiap pengusaha berhak mempropagandakan barang-barang produksinya untuk memperluas pasar. Usaha tersebut hendaknya dilakukan dengan jujur dan tidak melanggar hak orang lain. 

Namun dalam dunia perdagangan selalu saja terjadi persaingan tidak jujur (unfair competition) antara lain dengan melakukan tindakan meniru atau memalsukan merek yang sudah terkenal tanpa memikirkan hak-hak orang lain yang telah dilindungi oleh hukum. Perbuatan-perbuatan pelanggaran merek tersebut didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan besar dalam waktu relatif singkat karena barang dengan merek terkenal lebih disukai konsumen. 

Pelanggaran di bidang merek umumnya adalah pemakaian merek terkenal tanpa ijin, atau peniruan terhadap merek terkenal dengan tujuan memudahkan pemasaran. Hal ini dilakukan umumnya untuk kepentingan sesaat,namun sangat merugikan konsumen.Pemalsuan produk merupakan masalah bagi banyak industri dalam skala global. Tak ada satupun industri dan negara yang bebas dari ancaman pemalsuan. 

Tujuan dari para pemalsu tersebut hanya satu yaitu keuntungan. Berdasarkan laporan oleh International Trademark Association (INTA) dan the International Chamber of Commerce, nilai ekonomi global dari pemalsuan dan pembajakan diprediksi mencapai USD 2,3 triliun pada tahun 2022. 

Menurut data Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), pasar produk palsu di Indonesia termasuk besar (3,8% obat-obatan, 8,5% makanan dan minuman, 12,6% kosmetik, 33,5% software, 37,2% barang-barang kulit. 38,9% pakaian dan 49,4% tinta printer) dan menjadi penyebab kerugian sebesar Rp 65,1 triliun perekonomian nasional pada tahun 2014.

Pusat pemalsuan dan distribusinya

UNODC dan The World Customs Organization memperkirakan 75% produk palsu yang merambah di pasar dunia pada tahun 2010 dibuat di Asia Timur, umumnya di Tiongkok. Biaya tenaga kerja yang murah dan berlimpahnya pekerja ilegal membuat Tiongkok menjadi pilihan para produsen barang palsu.

Jika dulu kita bisa menemukan produk-produk ini di ritel dan pasar, maka di era digital produk palsu banyak didistribusikan melalui e-commerce dan kanal penjualan online lainnya. Salah satu e-commerce besar yang digadang-gadang banyak mendistribusikan barang palsu adalah Alibaba.

Tahun lalu Amerika Serikat memasukkan raksasa milik Jack Ma ini ke dalam daftar counterfeit goods watch list. Sejak saat itu Alibaba mengklaim bisnisnya mengambil langkah-langkah untuk memerangi pemalsuan di jaringan seller-nya. Salah satu caranya dengan menciptakan sebuah sistem buku besar digital yang dirancang untuk melacak produk makanan asli melalui rantai pasokan.

Pemalsuan memakan banyak korban

Seorang konsumen dapat dikatakan menjadi korban pemalsuan ketika mereka tak menyadari bahwa barang yang dibelinya adalah palsu. Tak hanya kerugian dari segi nominal saja, jika barang palsu yang mereka beli adalah obat-obatan atau minuman keras, tentu nyawa pun terancam melayang.

Ada pula konsumen yang dengan sadar membeli produk palsu. Mereka senang bisa mendapatkan barang yang mirip barang asli dengan harga murah, namun mereka mungkin tak menyadari bahwa industri barang palsu mendukung pelanggaran tenaga kerja manusia dan hak anak. 

Dana Thomas, dalam bukunya yang berjudul Deluxe: How Luxury Lost Its Luster mengatakan bahwa ia menyaksikan bagaimana seorang anak mengalami kekerasan dan dipaksa bekerja merakit tas kulit palsu.

Daftar korban tak berhenti di situ. Dari sisi produsen dan merek, tentunya turut dirugikan. Bagi sebuah produk bermerek yang dipalsukan, beredarnya barang palsu tak akan mengambil pangsa pasar. Tetapi, permasalahannya adalah rusaknya nilai yang terkait dengan merek tersebut. Beredarnya produk bermerek palsu merusak eksklusifitas dan keunikan produk bermerek yang asli di mata para konsumennya. 

Tak heran jika merek yang mendunia seperti Louis Vuitton rela mengalokasikan dana untuk upaya brand protection hingga 15 juta atau setara Rp 255 miliar setiap tahun.

Upaya brand protection

Industri produk palsu dan pasar gelap hampir tak mungkin bisa dihilangkan sepenuhnya. Bagi produsen dan merek, merancang program brand protection menjadi satu-satunya cara untuk melindungi diri dari pemalsuan. Menurut Kim Schneider, Senior Director of Technology Solution Avery Dennison, brandprotection sendiri lebih kepada upaya pencegahan pemalsuan, yang melibatkan pendekatan multidisiplin termasuk manajemen rantai pasok dan pelabelan sains.

Makin banyak elemen dalam strategi brand protection, makin sulit bagi sebuah produk untuk dipalsukan. Produsen dan merek bisa juga bekerja sama dengan pihak ketiga dalam mengimplementasikan program brand protection di rantai pasok, seperti melakukan inspeksi dan market survey, investigasi trademark, investigasi parallel trading, dan jasa terkait lainnya.

Selain itu, penting bagi produsen dan merek mencari cara terbaik mengomunikasikan kepada konsumennya tentang product knowledge dan informasi lain terkait keaslian merek melalui rantai pasoknya.

Daftar Pustaka :
neliti.com
pendahuluan
integritiindonrd.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun