Mohon tunggu...
Najiha Ain Fatihah
Najiha Ain Fatihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ahwal syakhsiyah

UIN RMS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pencatatan Perkawinan

22 Februari 2023   22:15 Diperbarui: 22 Februari 2023   22:30 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pentingnya Pencatatan Perkawinan

Fakultas Syari'ah UIN Raden Mas Said Surakarta


Abstract

One of the legal principles of marriage based on the Marriage Law Number 1 of 1974 is the registration of marriages. The existence of the principle of registration of marriages is related to determining whether or not a marriage is legal in the marriage laws and regulations in Indonesia. This means that a marriage must also adhere to the laws of each religion or belief in order to be valid. However, in practice, the obligation to record and prepare a marriage certificate has an ambiguous legal meaning because marriage is only considered an administrative obligation and does not determine the validity of a marriage.

If the marriage is not recorded, it is considered to have no legal force even though it is carried out according to the laws of each religion. As a result, the husband and wife and their children are not protected by law because their marriage is not recorded. Therefore, it is necessary to renew the legal registration of marriages with a contextual approach to ensure the safety and legal protection of husband and wife and their children. 

Salah satu asas hukum perkawinan yang didasarkan pada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 adalah pencatatan perkawinan. Adanya asas pencatatan perkawinan berkaitan dengan penentuan sah tidaknya suatu perkawinan dalam peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Artinya, suatu perkawinan juga harus berpegang pada hukum agama atau kepercayaan masing-masing agar sah.

Namun dalam praktiknya, kewajiban mencatat dan menyiapkan akta nikah memiliki makna hukum yang ambigu karena perkawinan hanya dianggap sebagai kewajiban administratif dan bukan penentu sahnya suatu perkawinan. 

Jika Perkawinan tersebut tidak dicatat maka  dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum meskipun dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Akibatnya Suami istri beserta anak-anaknya tidak dilindungi hukum karena perkawinannya tidak dicatat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan pencatatan hukum perkawinan dengan pendekatan kontekstual untuk menjamin keselamatan dan perlindungan hukum pasangan suami istri dan anak-anaknya.

Pendahuluan

Sejak Rancangan Undang-Undang Perkawinan (RUUP) Tahun 1973 menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019), terbitnya pendaftaran perkawinan telah ditangani. selanjutnya dikenal dengan UU 1/1974) hingga saat ini. Makna hukum pencatatan perkawinan dalam peraturan perundang-undangan perkawinan berkaitan dengan hal tersebut.

Dalam pasal 2 UU ayat  1 Tahun 1974 yang mengatur tentang tata cara pencatatan perkawinan adalah sebagai berikut: 1) Perkawinan adalah sah, dengan anggapan telah dilengkapi dengan hukum setiap agama dan keyakinan. (2) Setiap perkawinan dicatat menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU ayat  1 Tahun 1974. 

Hal ini menunjukkan bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila kedua pasal ini dirangkai, maka dapat dikatakan bahwa pencatatan perkawinan merupakan salah satu unsur penting yang turut menentukan sah tidaknya suatu perkawinan, di samping berpegang pada syarat-syarat perkawinan menurut ketentuan masing-masing. kerangka hukum agama dan kepercayaan.

Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa pencatatan perkawinan hanya diperlukan untuk memastikan kelengkapan administrasi perkawinan bukan sebagai syarat sahnya suatu perkawinan. Aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama dan kepercayaan kedua belah pihak dalam perkawinan menentukan sah tidaknya perkawinan itu. Sahnya suatu perkawinan tidak ditentukan oleh akta pencatatannya. Pendaftaran tersebut bersifat pengaturan, yang menyatakan bahwa peristiwa perkawinan memang ada dan terjadi. 

Pernikahan menjadi sangat jelas bagi individu yang terlibat dan pihak lain sebagai hasil dari pendaftaran ini. Negara menganggap perkawinan yang tidak dicatatkan dalam akta nikah adalah batal dan tidak memberikan kepastian hukum. Demikian pula, warga negara Indonesia banyak yang tidak mencatatkan perkawinannya kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN).

Mereka menikah hanya untuk memenuhi tuntutan agamanya, bukan tuntutan pemerintah. Ketidak jelasan hukum seputar proses pencatatan perkawinan menjadi salah satu penyebabnya. Akibatnya, Negara hanya mengakui keturunannya sebagai anak di luar nikah, dan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarganya. Implikasinya, jika seorang istri dan anaknya ditelantarkan oleh suami atau ayah biologisnya, maka tidak dapat melakukan tuntutan hukum baik pemenuhan hak ekonomi maupun harta kekayaan milik bersama

Pencatatan perkawinan ini dilakukan dengan maksud memberikan kepastian dan perlindungan kepada pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan itu. Ini dilakukan untuk memberikan bukti nyata bahwa pernikahan telah terjadi dan memungkinkan para pihak untuk membela serikat di pengadilan. Sebaliknya, jika perkawinan itu tidak dicatatkan, maka persekutuan para pihak tidak mempunyai akibat hukum dan tidak dibuktikan demikian.

Sejarah pencatatan perkawinan

Dua periode pertama pencatatan perkawinan sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, yang disahkan setelah UU No. 1 Tahun 1974. Sebelum berlakunya UU No. Mulai tahun 1974, jumlah penduduk Indonesia adalah tunduk pada peraturan perkawinan yang dipaksakan oleh hukum kolonial. Undang-undang perkawinan yang berlaku tidak banyak dipengaruhi oleh pemerintah kolonial saat itu. Beberapa pernikahan terjadi pada saat itu, termasuk pernikahan agama, keuangan, dan pernikahan tradisional yang konkret pada tanggal 20 Mei 1760. 

Dalam hukum perkawinan KUHPerdata berlaku burgelijk wetwoek. Saat ini, kehadiran seorang wali dan dua orang saksi menjadi bukti bahwa sebuah perkawinan telah dicatatkan.  Jangka waktu pencatatan perkawinan mengikuti berlakunya undang-undang No. Pada tanggal 2 Januari 1974, diundangkan Undang-undang No.1 Tahun 1974. Suatu gagasan, yaitu pembaharuan dan penyatuan hukum, melahirkan undang-undang ini. Selama ini akta nikah dan buku nikah merupakan hasil pencatatan nikah yang merupakan alat bukti asli.

Mengapa perkawinan perlu dicatatkan?

Agar ajaran agama dapat diterapkan dengan benar dalam perkawinan yang diselenggarakan menurut agama tersebut, maka pencatatan perkawinan menjadi landasan bagi pihak-pihak yang menikah untuk mendapat perlindungan negara.

Karena menjamin kepastian hukum dan melindungi hak-hak, pencatatan perkawinan menjadi sangat penting. Pendaftaran pernikahan digunakan untuk mencegah perempuan dan anak-anak dari pelecehan dalam suatu hubungan.

Proses pencatatan perkawinan memudahkan untuk menentukan siapa yang menikah dan siapa yang tidak. Dalam Kompilasi Hukum Islam, rumusannya lebih spesifik. Pencatatan perkawinan sangat penting karena jika perkawinan itu tidak disahkan, maka perkawinan itu tidak sah menurut hukum di suatu negara. Salah satu asas dalam UU Perkawinan yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Perkawinan dikatakan sah apabila kedua belah pihak memiliki akta nikah. 

Persyaratan akta nikah juga digunakan untuk melacak akta kelahiran anak dan untuk memverifikasi status perkawinan. Pencatatan perkawinan merupakan hak dasar keluarga untuk menjaga hak-hak keluarga seperti pemeliharaan, garis keturunan, warisan, dan sebagainya. Karena hak istri dan anak dapat dipertanyakan dalam memperoleh hak-hak keluarganya tanpa pencatatan perkawinan.


Analisis makna filosofis, sosiologis, religius, dan yuridis

Pencatatan perkawinan Pencatatan perkawinan adalah simbol filosofis ikatan sosial, keadilan dan kesetaraan, tanggung jawab, dan kelangsungan hidup manusia dan spiritual. Oleh karena itu, agar suatu pasangan hidup bersama dengan pasangannya, pencatatan perkawinan harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

Dalam pengertian sosiologi sendiri, masyarakat harus menyaksikan atau mengetahui perkawinan pasangan tersebut dan pencatatan negara agar terhindar dari fitnah, hidup rukun, dan menghasilkan anak. Perkawinan dapat meningkatkan maslahah mursalah, menurut banyak ulama fikih. Makna religius itu sendiri harus memenuhi haknya. Karena begitu banyak keuntungan mencatatkan perkawinan, maka umat beragama wajib melakukannya.

Dan terakhir, pengertian hukum pencatatan perkawinan adalah perbuatan pencatatan hukum sekaligus peristiwa hukum yang menentukan sah tidaknya perkawinan dan mengandung nilai-nilai sakral menurut hukum agama. Agar suatu perkawinan dapat diakui secara sah, syarat-syarat tertentu harus dipenuhi. Namun, banyak orang yang tidak mengindahkan syarat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga perkawinan harus dicatatkan.

Pentingnya percatatan perkawinan dan dampaknya jika tidak ada pencatatan

Proses pencatatan perkawinan menjadi sangat penting karena menjamin kepastian hukum baik bagi calon mempelai maupun anak-anaknya yang akan datang. Selain itu, pentingnya perkawinan adalah memberikan kepastian dan perlindungan hukum, serta alat bukti otentik yang jika berhadapan dengan hukum para pihak dapat mempertahankan haknya. Apabila terjadi permasalahan dalam rumah tangga, seperti perceraian, maka dapat diproses secara hukum dan memenuhi hak-hak yang akan diperoleh kedua belah pihak.

yuridis  : Akibat hukum dari segi sahnya perkawinan, apabila perkawinan tersebut tidak dicatatkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI perkawinan tersebut tidak sah.

Sosiologis : Orang-orang yang melangsungkan perkawinan akan menginformasikan kepada masyarakat luas agar mengetahui adanya perkawinan antar pihak, oleh karena itu pencatatan perkawinan menjadi sangat penting.

Religius : Wanita tidak diakui sebagai istri yang sah dalam konteks agama, dan mereka juga tidak berhak atas nafkah atau warisan ketika suaminya meninggal dunia.

Kesimpulan

      Pencatatan perkawinan sangat penting  bagi kehidupan masyarakat, jika perkawinan tidak dicatatkan secara agama dan juga secara jelas dalam aturan perUndang-Undangan maka akan berakibat untuk pihak-pihak tertentu, terutama untuk istri dan anak. 

Syarat-syarat yang ditetapkan oleh hukum agama atau keyakinan masing-masing  calon mempelai itulah yang menentukan sah tidaknya suatu perkawinan jika dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan harmonisasi internal pengaturan hukum pencatatan perkawinan agar dapat terjamin konsistensi pengaturan hukum  sinkronisasi internal pengaturan hukum pencatatan perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 .

REFERENSI

Neng Djubaidah, 2010, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam.

Hartono Mardjono, 1997, Menegakkan Syari'at Islam dalam Konteks Keindonesiaan: Proses Penerapan Nilai-nilai Islam dalam Aspek.

Volume 13, Nomor 2, Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, hlm. 245.

Masruhan, Nopember 2013, "Pembaruan Hukum Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif Maqsid Al-Shari'ah", Al-Tahrir,

Ahmad Beni Saebani . 2011. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Kelompok 8 yang beranggotakan :

Ihsan Maulana Husei (212121045)

Diyah Febrianti (212121048)

Najiha 'Ain Fatihah (212121059)

Fitria Fauziana Ulfi (212121063)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun