Hal ini menunjukkan bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila kedua pasal ini dirangkai, maka dapat dikatakan bahwa pencatatan perkawinan merupakan salah satu unsur penting yang turut menentukan sah tidaknya suatu perkawinan, di samping berpegang pada syarat-syarat perkawinan menurut ketentuan masing-masing. kerangka hukum agama dan kepercayaan.
Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa pencatatan perkawinan hanya diperlukan untuk memastikan kelengkapan administrasi perkawinan bukan sebagai syarat sahnya suatu perkawinan. Aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama dan kepercayaan kedua belah pihak dalam perkawinan menentukan sah tidaknya perkawinan itu. Sahnya suatu perkawinan tidak ditentukan oleh akta pencatatannya. Pendaftaran tersebut bersifat pengaturan, yang menyatakan bahwa peristiwa perkawinan memang ada dan terjadi.Â
Pernikahan menjadi sangat jelas bagi individu yang terlibat dan pihak lain sebagai hasil dari pendaftaran ini. Negara menganggap perkawinan yang tidak dicatatkan dalam akta nikah adalah batal dan tidak memberikan kepastian hukum. Demikian pula, warga negara Indonesia banyak yang tidak mencatatkan perkawinannya kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Mereka menikah hanya untuk memenuhi tuntutan agamanya, bukan tuntutan pemerintah. Ketidak jelasan hukum seputar proses pencatatan perkawinan menjadi salah satu penyebabnya. Akibatnya, Negara hanya mengakui keturunannya sebagai anak di luar nikah, dan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarganya. Implikasinya, jika seorang istri dan anaknya ditelantarkan oleh suami atau ayah biologisnya, maka tidak dapat melakukan tuntutan hukum baik pemenuhan hak ekonomi maupun harta kekayaan milik bersama
Pencatatan perkawinan ini dilakukan dengan maksud memberikan kepastian dan perlindungan kepada pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan itu. Ini dilakukan untuk memberikan bukti nyata bahwa pernikahan telah terjadi dan memungkinkan para pihak untuk membela serikat di pengadilan. Sebaliknya, jika perkawinan itu tidak dicatatkan, maka persekutuan para pihak tidak mempunyai akibat hukum dan tidak dibuktikan demikian.
Sejarah pencatatan perkawinan
Dua periode pertama pencatatan perkawinan sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, yang disahkan setelah UU No. 1 Tahun 1974. Sebelum berlakunya UU No. Mulai tahun 1974, jumlah penduduk Indonesia adalah tunduk pada peraturan perkawinan yang dipaksakan oleh hukum kolonial. Undang-undang perkawinan yang berlaku tidak banyak dipengaruhi oleh pemerintah kolonial saat itu. Beberapa pernikahan terjadi pada saat itu, termasuk pernikahan agama, keuangan, dan pernikahan tradisional yang konkret pada tanggal 20 Mei 1760.Â
Dalam hukum perkawinan KUHPerdata berlaku burgelijk wetwoek. Saat ini, kehadiran seorang wali dan dua orang saksi menjadi bukti bahwa sebuah perkawinan telah dicatatkan. Â Jangka waktu pencatatan perkawinan mengikuti berlakunya undang-undang No. Pada tanggal 2 Januari 1974, diundangkan Undang-undang No.1 Tahun 1974. Suatu gagasan, yaitu pembaharuan dan penyatuan hukum, melahirkan undang-undang ini. Selama ini akta nikah dan buku nikah merupakan hasil pencatatan nikah yang merupakan alat bukti asli.
Mengapa perkawinan perlu dicatatkan?
Agar ajaran agama dapat diterapkan dengan benar dalam perkawinan yang diselenggarakan menurut agama tersebut, maka pencatatan perkawinan menjadi landasan bagi pihak-pihak yang menikah untuk mendapat perlindungan negara.
Karena menjamin kepastian hukum dan melindungi hak-hak, pencatatan perkawinan menjadi sangat penting. Pendaftaran pernikahan digunakan untuk mencegah perempuan dan anak-anak dari pelecehan dalam suatu hubungan.
Proses pencatatan perkawinan memudahkan untuk menentukan siapa yang menikah dan siapa yang tidak. Dalam Kompilasi Hukum Islam, rumusannya lebih spesifik. Pencatatan perkawinan sangat penting karena jika perkawinan itu tidak disahkan, maka perkawinan itu tidak sah menurut hukum di suatu negara. Salah satu asas dalam UU Perkawinan yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Perkawinan dikatakan sah apabila kedua belah pihak memiliki akta nikah.Â
Persyaratan akta nikah juga digunakan untuk melacak akta kelahiran anak dan untuk memverifikasi status perkawinan. Pencatatan perkawinan merupakan hak dasar keluarga untuk menjaga hak-hak keluarga seperti pemeliharaan, garis keturunan, warisan, dan sebagainya. Karena hak istri dan anak dapat dipertanyakan dalam memperoleh hak-hak keluarganya tanpa pencatatan perkawinan.
Analisis makna filosofis, sosiologis, religius, dan yuridis