Asal kata Murji'ah berasal dari bahasa Arab yang berarti "irja" atau "arja'a". Irja sendiri bermakna penangguhan atau menunda. Dan maksud kata arja'a mengandung makna memberi pengharapan, yang artinya adalah agar kita dapat memperoleh pengampunan dari yang maha kuasa yaitu Allah swt untuk pengampunan dosa besar. Dari kedua arti tersebut menunjukkan maksud golongan Murji'ah adalah orang yang menunda kejelasan kedudukan kepada seseorang yang bersangkutan.
Lalu bagaimana awal munculnya Murji'ah?
Awal munculnya Murji'ah ini adalah pada saat awal pertama abad hijriah dimulai. Umat Islam terbagi dalam dua kelompok yaitu, kelompok Ali bin Abi Tholib dan Muawiyah bin Abi Sofyan. Aliran ini sendiri muncul di Damaskus pada akhir abad hijriah. Aliran murji'ah sendiri yakni kelompok atau aliran yang tetap berada dalam barisan Ali bin Abi Tholib, akan tetapi Murji'ah masih tetap di dianut oleh beberapa orang sahabat sebagai penjamin persatuan dan kesatuan umat Islam. Ajaran pokok Murji'ah awalam bersumber dari gagasan doktrin irja atau arja'a yang di publikasikan dalam banyak persoalan, baik masalah persoalan politik maupun persoalan teologi. Yang dihadapi dan di perlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib, yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-Hamafiyah. Aliran kaum Murji'ah sendiri berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak dapat dikatakan kafir selama ia mengakui Allah swt sebagai tuhannua, Â dan Nabi Muhammad sebagai rasul-nya. Latar belakang kemunculan kaum Murji'ah, adalah karena masalah politik dan kekhalifahan umat Islam. Seperti halnya Ali bin Abi Tholib dan Muawiyah bin Abi Sofyan serta kaum Khawarij. Mereka tidak ingin menyampaikan pendapat siapa yang benar dan siapa yang salah.
Menurut Murji'ah perbuatan adalah hal yang masih biasa walaupun perbuatan itu keji asalkan mereka tetap menetapkan hati untuk tetap beriman. Seperti halnya contoh, berbuat zina tidak akan menimbulkan bahaya akhirat asalkan hati mereka masih tetap beriman dan ketaatan tetapi juga tidak akan memberi manfaat apapun jika kalau orangnya masih kafir. Peluang tersebut mengisyaratkan bahwa pelaku orang yang berdosa besar untuk masuk surga sama halnya dengan orang yang berbuat sholeh.Â
Menurut perfektif Ilmu Kalam sebagai ahli sejarah menyebutkan bahwa Murji'ah pertama kali muncul sebagai aliran yang di bawa oleh Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyab pada tahun 695H. Dalam tulisan pendeknya tersebut Al-Hasan menulis bahwa ia menolak berdampingan dengan kelompok Syiah dan menjauhkan diri dari golongan Khawarij. Hal tersebut dia lakukan untuk menanggulangi perpecahan umat Islam.
Dalam perkembangannya, Murji'ah terbagi menjadi dua golongan besar yakni golongan moderat dan golongan ekstrem. Kemunculan dua golongan ini berkaitan dengan pendapat di kalangan para tokoh aliran Murji'ah. Berikut ini penjelasan dari dua golongan tersebut:Â
1. Pemikiran Murji'ah ModeratÂ
Golongan Murji'ah Moderat berpendapat bahwa orang mukmin yang berbuat dosa besar tidak dapat disebut kafir dan tidak akan selamanya ia tinggal di dalam neraka. Tuhan masih dapat mengampuni dosa-dosanya.Â
2. Pemikiran Murji'ah Ekstrem
Golongan ini dibagi menjadi empat, yakni Al Jahmiah, Al Salihiyah, Al Yunusiyah, dan Al Khassaniyah. Berikut ini pendapat dari golongan tersebut:Â
A. Al Jahmiah berpendapat bahwa orang Islam yang percaya akan adanya keberadaan tuhan, dan kemudian menyatakan tidak berimannya kepada tuhan secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kekufurannya tempatnya hanya di hati, dan apabila mati tetap akan menyandang mukmin yang sempurna.Â
B. Al Salihiyah berpendapat bahwa iman tetap akan mengetahui tuhan dan dan kekufurannya ataupun perilaku sebaliknya. Selain itu, golongan ini mengatakan jika salat bukanlah ibadah kepada Allah, melainkan yang disebut ibadah kepada Allah dalam golongan ini adalah yang beriman.
C. Al Yunusiyah berpendapat bahwa iman adalah ma'rifah atau memahami kepada Allah dengan menaatinya, mencintainya dengan sepenuh hati, dan meninggalkan takabbur. Tetapi berbuat jahat tidak akan merusak iman seseorang begitu saja. Begitupun juga dengan perbuatan baik tidak akan mengubah orang yang musyrik.
D. Al Khassaniyah berpendapat bahwa, jika seseorang mengatakan "saya tahu bahwa tuhan melarang memakan babi, tetapi saya tidak tahu apakah yang di harapkan dari babi itu". Maka orang tersebut demikian tetap akan mukmin dan bukan kafir. Dan jika seseorang mengatakan "saya tahu tuhan mewajibkan naik haji ke ka'bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka'bah di India ataupun di tempat lain". Orang demikian itu tetap akan mukmin. Jadi, golongan Murji'ah Al Khassaniyah lebih cenderung ke mentoleransikan perilaku muslim yang menyimpang.Â
Dari materi tersebut dapat di simpulkan bahwa kelompok Murji'ah semakin berkembang maraknya perdebatan mengenai status pelaku dosa besar. Apakah orang tersebut masih tergolong orang mukmin ataupun tidak. Murji'ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah penting sepenting iman, hanya imanlah yang penting dan menentukan antara mukmin atau tidak kemukminan seseorang tersebut, iman terletak dalam hati manusia. Begitupun perbuatan-perbuatan manusia tidak dapat menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan dan perbuatan tidak mesti mengandung arti bahwa seseorang itu memiliki iman yang terdapat dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H