Pembalut yang menjadi sample penelitian YLKI/Print.Kompas.com
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kembali terdengar gaungnya. Kali ini YLKI membuat gegar dengan klaim ditemukannya residu klorin pada pembalut wanita. Tak ayal, klaim YLKI ini menyebarkan kekhawatiran pada masyarakat, terutama bila salah satu efek samping tersadis penggunaan pembalut berklorin ini adalah kanker (baca: kematian).
Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Indonesia, Maura Linda Sitanggang, mengatakan bahwa pembalut yang beredar di pasaran Indonesia, aman digunakan, karena sebenarnya yang harus dihindari adalah dioxin dan bukan klorin.
Jadi, apakah yang sebenarnya terjadi?
Apa itu Pembalut?
Mungkin bagi para mbak, pertanyaan ini terdengar konyol, namun untuk menghormati kaum bapak-bapak yang mungkin *ehem membaca artikel ini karena mengkhawatirkan pasangan, saudari, teman, maupun keluarganya, saya akan menjelaskan apa itu pembalut.
Pembalut merupakan suatu alat kesehatan yang berfungsi untuk menyerap pendarahan dari vagina pada saat terjadinya siklus menstruasi. Bahan utama dalam pembalut ini yang memiliki kemampuan menyerap adalah pulp atau bubur kertas (kayu) yang terbuat dari kayu pohon dengan kandungan utama selulosa yang berfungsi sebagai penyerap.
Terus apa hubungannya dengan klorin?
Dalam penggunaan pulp ini, industry melakukan proses bleaching atau pemutihan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lignin (zat kayu tanaman) yang memiliki warna kecokelatan (N.B untuk yang paham kimia, hal ini disebabkan karena lignin memiliki gugus kromofor yang panjang). Penghilangan warna pada pulp dilakukan karena alasan daya guna dan estetika (karena selain pembalut, pulp juga digunakan untuk membuat kertas, sehingga harus putih bila ingin dikontraskan dengan tinta yang berwarna gelap).
Proses bleaching ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Menggunakan Elemental Chlorine