Mohon tunggu...
Naim Sobri
Naim Sobri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Riba dalam Islam dan Paradoks

19 April 2016   19:15 Diperbarui: 19 April 2016   19:22 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riba dalam Islam

Islam dengan tegas melarang riba.  Tidak ada toleransi dalam islam untuk melakukan riba. Hadits pun menjelaskan tentang madlarat-madlarat riba yang kelak di akhir zaman akan merajalela, yang membuat orang kaya semakin kaya sedangkan orang miskin semakin miskin.

Dalam alquran surat albaqarah disebutkan :

Dan orang-orang yang memakan riba tidak dapat tegak kecuali sebagaimana tegaknya seseorang yang syaitan berbicara dengannya karena kegilaan …… (QS al-baqarah : 275)

Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa orang-orang yang memakan riba tidak akan dapat tegak. Bilamana orang-orang yang memakan riba terlihat dapat  tegak, maka mereka tegak karena syaitan akan berbicara dengannya. Hal itulah yang diterangkan oleh ayat alquran di atas. Jadi  orang-orang yang memakan riba  (rentenir) berfungsi sebagai corong pembicaraan bagi syaitan kepada masyarakat manusia.

Apa yang dikhotbahkan oleh syaitan kepada manusia melalui kaum pemakan riba adalah sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya di dalam surat yang sama :

Syaitan menjanjikan kepadamu kefakiran dan memerintahkan kepadamu dengan kekejian, sedangkan Allah menjanjikan kepadamu ampunan dan keutamaan, dan Allah maha Luas lagi maha Mengetahui (QS al-baqarah : 268)

Yang disampaikan syaitan kepada manusia  melalui orang-orang pemakan riba adalah janji-janji kefakiran dan perintah kekejian. Syaitan memperlihatkan kefakiran kepada masyarakat bila tidak mengikuti sistem riba, dan juga memerintahkan dengan kekejian untuk menegakkan sistem riba. Masyarakat dunia telah menyaksikan bagaimana sistem riba telah ditegakkan dengan kekejian dan mempertakuti manusia dengan kefakiran.

Seorang presiden di afrika harus terbunuh  karena bermaksud untuk membuat sistem perbankan tanpa bunga di negerinya. Masyarakat Libya pada zaman presiden Muammar Khadafi telah dapat hidup dengan layak, menikmati layanan pendidikan dan kesehatan dengan cuma-cuma,  mempunyai saluran-saluran air yang memadai bagi masyarakat di gurun, dan deretan fasilitas lainnya. Saat ini Libya dalam keadaan kacau tidak menentu karena syaitan menghancurkan negara yang akan menegakkan sistem perbankan tanpa bunga, melalui tangan manusia.

Pada kurun sebelumnya, perang yang melibatkan hampir seluruh negara-negara di dunia telah terjadi karena adanya sistem perbankan tanpa riba. Adolf Hitler yang berencana membuat sistem perbankan tanpa bunga di negaranya harus mengamuk kepada kaum yahudi yang merupakan penguasa-penguasa perbankan di dunia. Entah apa yang menyebabkan Adolf Hitler menghancurkan kaum Yahudi hingga sedemikian, bahkan dia meninggalkan sebuah catatan tentang yahudi yang berbunyi kira-kira demikian : Saya bisa saja menghabiskan seluruh yahudi di dunia, tetapi saya tinggalkan sedikit bagi kalian agar kalian kelak bisa mengetahui siapa mereka.

Hal itu menjadi contoh bagi generasi jaman sekarang, bagaimana kekejian yang dibuat oleh syaitan untuk menegakkan sistem riba. Begitu pula tentang janji-janji kefakiran tanpa sistem riba. Kita tidak dapat membayangkan  apa usaha yang dapat dilakukan tanpa melibatkan riba. Seseorang tidak akan mampu mendapatkan modal untuk bersaing dalam suatu usaha tanpa melibatkan perbankan.   Bahkan koperasi yang  pada awalnya dimaksudkan untuk memperoleh modal usaha tanpa riba, saat ini secara ironis lebih banyak terjatuh pada usaha riba itu sendiri.

Bahkan dalam skala rumah tangga, janji kefakiran itu sangat terasa. Orang akan merasa fakir bila tidak memiliki rumah, mobil, dan kelengkapan-kelengkapan lain. Kelengkapan itu selain memudahkan, pada umumnya masyarakat tetangganya juga memiliki hal-hal tersebut, sehingga orang yang tidak memiliki beranggapan bahwa dirinya adalah orang fakir. Sementara itu, mayoritas apa yang dimiliki oleh masyarakat diperoleh melalui sistem ribawi. Itulah yang membuat janji kefakiran tanpa sistem riba menjadi sangat nyata.

Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa kelak di akhir zaman, riba akan merajalela yang akan membuat orang-orang lemah semakin tertindas dan orang-orang kaya semakin kaya. Jurang kemiskinan akan semakin lebar terbentang memisahkan orang-orang kaya dengan orang miskin. Setiap orang akan terlibat riba tanpa kecuali, walaupun hanya terkena debu-debunya.

dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda, “Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya,” (HR Ibnu Majah, hadits No.2278 dan Sunan Abu Dawud, hadits No.3331;).

Paradoks Riba dalam Islam

Riba  membuat seseorang atau sekelompok masyarakat terpaksa bekerja untuk para pemilik modal dan penguasa. Saat ini, hampir tidak ada seseorangpun yang terlepas dari jeratan riba.  Cukup hanya dengan memiliki uang, seseorang  telah terjerat riba tanpa perlu membuat perjanjian utang-piutang. Saat ini, uang dalam jumlah tertentu yang dimiliki oleh seseorang pasti mengalami penyusutan nilai tanpa dirinya mengetahui siapa yang telah mengambil nilai uangnya, atau untuk siapa nilai harta yang hilang itu diberikan.

Hal itu menjadi lumrah terjadi karena uang saat ini berupa fiat money. Uang Fiat adalah uang yang berlaku tanpa jaminan logam mulia atau harta berharga lain bagi uang tersebut. Artinya, uang fiat pada dasarnya tidak mempunyai nilai sama sekali kecuali bahwa uang tersebut dikeluarkan oleh bank dan penguasa yang berwenang, sedangkan penguasa dan bank dapat mengeluarkan uang tersebut tanpa perlu berusaha menyediakan jaminan barang berharga yang sesuai. Dengan fiat money, bank dengan leluasa dapat meminjamkan modal uang kepada orang-orang yang disukai, yang pada akhirnya membuat orang-orang yang disukainya menjadi kuat dan orang yang lain menjadi tertindas dalam struktur ekonomi. Tanpa fiat money, seluruh pihak mempunyai peran seimbang dalam distribusi kekayaan.

Fiat Money merupakan bentuk riba terbesar dan terluas yang mencengkeram seluruh dunia. Keberhasilan sistem fiat money merupakan momentum besar yang menandai penguasaan syaitan atas masyarakat manusia. Sangat disayangkan bahwa momentum besar tersebut tidak terlepas dari peran salah satu negara yang mengaku islam, padahal islam jelas melarang riba.

Amerika Serikat memulai penggunaan fiat money pada tahun 1971. Hal tersebut mengakibatkan mata uang amerika, dollar, menjadi tidak berharga di mata internasional. Kita dapat bayangkan, seluruh negara-negara di dunia harus menyediakan emas atau logam mulia lain untuk setiap uang yang mereka keluarkan, sementara Amerika Serikat hanya perlu mengeluarkan kertas berbentuk uang untuk mereka gunakan berbelanja. Tentu saja mata uang dollar tidak mempunyai nilai bila dibandingkan dengan mata uang lainnya.

Keberhasilan mata uang dollar (yang tidak mempunyai nilai)   menjadi mata uang dunia tidak terlepas dari peran salah satu negara di dunia islam. Dengan peran negara di dunia islam tersebut, sistem riba yang mampu mencengkeram setiap manusia yang memiliki uang bisa terjadi. Fiat Money pada akhirnya bisa mencapai kesuksesan dalam waktu singkat dengan bertumpu sepenuhnya pada peran negara islam tersebut.

Pada tahun 1973, Saudi Arabia menerapkan kebijakan pembelian minyak harus dilakukan dengan menggunakan mata uang dollar amerika serikat. Kita saat ini mengenal dengan baik istilah petrodollar.  Tentu hal tersebut sebuah kebijakan yang aneh, mengingat dollar amerika tidak memiliki nilai  pendukung sama sekali selain kertas-kertas berbentuk uang, sementara mata uang lain dapat ditukarkan dengan emas. Amerika Serikat bisa dengan mudah membuat uang-uang kertas dalam jumlah besar untuk membeli seluruh minyak yang dihasilkan Saudi Arabia, sebaliknya mata uang lain yang mempunyai nilai emas tidak berlaku bagi Saudi Arabia.  Resiko yang sangat besar telah diambil oleh Saudi Arabia dengan mengambil kebijakan petrodollar tersebut.

Tentu hal tersebut bukan tanpa imbalan bagi Saudi Arabia. Saudi Arabia telah menjual dirinya dengan sebuah perwalian berupa perlindungan dari Amerika Serikat. Saudi Arabia mendapatkan jaminan suplai peralatan militer dari Amerika Serikat dan mendapatkan jaminan perlindungan Amerika Serikat terhadap serangan negara Israel. Amerika Serikat mendapatkan keuntungan karena mata uang berupa kertas miliknya menjadi barang berharga karena kebijakan Saudi Arabia. Mereka masing-masing saling menjadi wali bagi lainnya.

Riba dalam bentuk fiat money dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dengan kebijakan petrodollar tersebut. US Dollar menjadi mata uang yang diburu oleh seluruh dunia karena seluruh dunia membutuhkan energy minyak. Tanpa mengubah sistem keuangan dengan fiat money, negara-negara akan merugi harus menyediakan emas bagi amerika serikat untuk setiap dollar yang mereka peroleh dalam rangka membeli minyak, maka seluruh dunia mengubah sistem keuangan mereka dengan sistem keuangan fiat money.

Petunjuk Rasulullah tentang Paradoks Riba

Umat islam sebenarnya mempunyai petunjuk yang jelas yang dapat diterapkan dalam peristiwa paradox ini, namun tidak seluruh umat islam mengetahui petunjuk rasulullah. Kalaupun mengetahui, banyak di antara mereka lebih percaya pada logika-logika yang dibuat-buat oleh para ulama yang  tidak bertakwa.

dari Ibnu Umar r.a  berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari pintu rumah Aisyah dan berkata “sumber kekafiran datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan yaitu timur [Shahih Muslim 4/2228 no 2905]

Abdullah bin Umar yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat fajar kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah matahari terbit seraya bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan” (Musnad Ahmad 2/72 no 5410)

dari Ibnu Umar r.a  berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa : “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah muncul tanduk setan”[Shahih Bukhari 2/33 no 1037]

Kota Najd, yang saat ini merupakan daerah yang meliputi Riyadh, adalah asal mula munculnya kegoncangan dan fitnah, dan munculnya tanduk syaitan. Banyak tanda-tanda as-sa’ah yang dimunculkan dari kota tersebut, termasuk kerusakan umat di Suriah (Syam), peperangan di Yaman terhadap kaum faddadin dan lain-lain. Bila kita cermati, kita akan mendapatkan kenyataan bahwa tanda-tanda assa’ah itu telah muncul berasal dari kota Najd.

Itu adalah petunjuk rasulullah yang sebenarnya cukup jelas. Namun sayangnya banyak permainan logika oleh para ulama tidak bertakwa yang berupaya membelokkan petunjuk menjadi kabur. Sebenarnya upaya pembelokan petunjuk tersebut sangat terasa aromanya, karena petunjuk itu jelas, namun banyak orang berusaha membohongi diri sendiri untuk percaya kepada logika-logika tersebut.

Negara Islam Tanpa Riba

Selain paradox, umat islam juga memiliki contoh keberhasilan perbankan tanpa riba, walaupun tidak banyak umat islam yang berhasil mendirikan sistem tanpa riba. Syaitan menghancurkan sistem keuangan tanpa riba yang bertentangan  dengan metode syaitan mengelola dunia. Jerman pada jaman Adolf Hitler sangat menguasai persenjataan, namun karena dikeroyok oleh negara-negara sekutu maka harus takluk kepada negara-negara tersebut. Libya harus merelakan Muammar Khadafi terbunuh karena bermaksud mendirikan bank tanpa bunga.

Iran merupakan salah satu negara, atau satu-satunya negara di dunia modern yang berhasil menjalankan sistem keuangan tanpa bunga. Pada salah satu mata uang Iran dituliskan sebuah hadits dari rasulullah yang boleh jadi memang harus dituliskan demikian sebagai monumen, mengingatkan bahwa sistem keuangan  tanpa bunga tersebut hanya dapat berhasil dengan hadits tersebut.

Dari abu Hurairah r.a berkata : di antara kami terdapat Salmaan Al-Faarisy. Maka Rasulullah SAW meletakkan tangannya di atas tubuh Salmaan Al-Faarisy seraya bersabda :“Seandainya keimanan itu ada pada bintang Tsurayaa, pastilah akan dicapai oleh beberapa orang atau seseorang di kalangan mereka”.( HR Muslim, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, Ibnu Abi Haatim, dan Ibnu Jariir)

Bukan senjata yang hebat sebagaimana yang dimiliki Hitler yang diperlukan untuk urusan itu, tetapi iman lah yang membuatnya bisa terjadi. Manusia butuh iman setinggi bintang tsurayya untuk berhasil menjalankan sistem keuangan yang tidak dikendalikan syaitan, seperti yang dimiliki sosok yang berhasil membuat bank tanpa bunga  yang disebutkan dalam hadits tersebut.

Hanya Islam yang bisa  menjadi jalan untuk menggapai iman setinggi bintang tsurayya. Bukan syiah yang membuat Khomeini berilmu demikian tetapi islam. Begitu juga bukan karena sunni umat islam di negara lain belum mampu merealisasikan bank tanpa bunga. Harus ada seseorang yang imannya melampaui kekuasaan syaitan untuk merealisasikan hal itu.

Sayangnya syaitan masih menguasai dunia, sehingga riba masih bercokol di bumi. Nama buruk tokoh itu disebarkan oleh syaitan melalui orang-orang yang mengikuti mereka dengan media-medianya, bahkan kadang disertai tuduhan bahwa beliau bukan islam. Tidak perlu menjadi syiah untuk mengakui bahwa sistem keuangan tanpa bunga lebih sesuai dengan islam, dan tidak perlu menjadi syiah untuk memperoleh iman setinggi bintang tsurayya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun