Pendahuluan
Korupsi adalah masalah serius yang menggerogoti fondasi pembangunan dan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Di Indonesia, kasus-kasus korupsi melibatkan penyalahgunaan wewenang, suap, dan manipulasi anggaran yang tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga merusak moralitas masyarakat.Â
Untuk memberantas korupsi secara efektif, diperlukan pemahaman mendalam mengenai elemen-elemen hukum pidana, khususnya tindakan melawan hukum (actus reus) dan niat atau mentalitas pelaku (mens rea).
Konsep actus reus dan mens rea berasal dari tradisi hukum common law dan pertama kali dijabarkan secara sistematis oleh Sir Edward Coke, seorang ahli hukum Inggris abad ke-17. Menurut Coke, tindakan pidana tidak hanya ditentukan oleh perbuatan fisik melawan hukum, tetapi juga oleh keadaan mental pelaku yang mencerminkan kesengajaan atau kelalaian.Â
Prinsip ini kemudian dikenal melalui adagium hukum: actus non facit reum nisi mens sit rea ("sebuah tindakan tidak menjadikan seseorang bersalah kecuali pikiran juga bersalah").
Dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia, prinsip ini memiliki relevansi penting. Untuk menegakkan keadilan, aparat penegak hukum harus mampu membuktikan bahwa pelaku tidak hanya melakukan tindakan korupsi secara fisik (actus reus) tetapi juga memiliki niat atau sikap mental yang mendukung tindakan tersebut (mens rea).Â
Artikel ini akan menguraikan konsep-konsep dasar ini, relevansinya dalam kasus korupsi di Indonesia, serta bagaimana penerapannya dapat membantu mengatasi salah satu tantangan terbesar dalam sistem hukum pidana Indonesia.
What: Definisi Actus Reus dan Mens Rea Menurut Edward Coke
Sir Edward Coke, seorang ahli hukum Inggris abad ke-17, menegaskan bahwa untuk menghukum seseorang secara pidana, harus ada kombinasi actus reus dan mens rea.