Mohon tunggu...
Nailul Inayah
Nailul Inayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Malang

Mahasantri

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Childfree Vs Bonus Demografi dalam Kacamata Ekonomi

17 Februari 2023   19:44 Diperbarui: 11 November 2024   21:27 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia digadang-gadang akan menikmati bonus demografi  pada kurun 2020 hingga 2030. Dikatakan bonus karena usia penduduk produktif lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif sekaligus akan mendapat manfaat dari adanya hal tersebut.

Tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) per Februari 2022 sebanyak 208.544.086 jiwa. Harapannya, dengan adanya usia produktif tinggi , produktivitas juga tinggi.

Logikanya ketika usia produktif jauh lebih tinggi, jumlah tenaga kerja pun menjadi banyak. Hal ini berarti bahwa Indonesia memiliki faktor produksi yang banyak. Namun, pemerintah tidak boleh lupa, sampai sekarang Indonesia masih memiliki masalah ketenagakerjaan yaitu kesempatan kerja lebih kecil dibandingkan jumlah input tenaga kerja, yang mengakibatkan pengangguran.

Selain itu, apakah pemerintah dapat menjamin bahwa untuk sejumlah usia produktif, mereka dapat memaksimalkan potensi yang ada pada diri mereka? Minimal setengah dari jumlah usia produktif.

Adanya prediksi bonus demografi, bukan hanya untuk suatu kebanggaan. Dapat juga dikatakan bonus demografi adalah tantangan bagi Indonesia.

Meskipun sebenarnya bonus ini bisa menjadi peluang (opportunity). Tapi pada kenyataannya, sampai detik ini  Indonesia belum mampu mengatasi masalah ketenagakerjaan ini. 

Sehingga adanya prediksi bonus demografi, makna tersiratnya adalah terdapat tanggung jawab bersama untuk benar-benar memberdayakan Sumber Daya Manusia.

Itu, tentu saja, sehingga dalam masa 2020-2030 bisa memberi dan memaksimalkan keuntungan bonus demografi, terutama dalam bidang ekonomi. 

Pemerintah harus memiliki kebijakan yang mendukung peningkatan skill dan kemampuan masyarakat. Dengan itu, semua dapat memiliki jiwa kompetitif.

Dilansir dari Kemenko PMK, Muhajir Effendy mengatakan bahwa kondisi setelah bonus demografi juga harus diperhatikan karena nanti akan disambut dengan adanya generasi tua, sehingga harus ada perencanaan yang matang.

Meskipun sekarang sedang dalam masa-masa menuju bonus demografi, dapat dilihat dalam data BPS, jumlah penduduk Indonesia tiap tahun peningkatannya tidak signifikan. Laju pertumbuhan penduduk menurun, dari 2020 hingga 2022 tercatat sebesar 1,25 %, 1,22 % , 1,17%.

Apalagi, sekarang ini yang menjadi trending topik adalah childfree, yang dipilih oleh Gita Savitri sebagai solusi awet muda. Childfree adalah kondisi dimana pasangan suami istri memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Jika sekarang ini banyak generasi millenial maupun generasi Z membuat pilihan childfree yang mana sekarang dibarengi dengan bonus demografi, lalu bagaimana dengan kondisi Indonesia pasca bonus demografi? Bukankah akan kehabisan usia produktif? 

Seperti yang kita ketahui bahwa Jepang dan Korea Selatan mengalami resesi seks, pertumbuhan penduduk mereka minus, sampai orang-orang jepang dibayar untuk punya anak, atau disebut bonus bayi.

Hadirnya isu pilihan childfree tentu sangat mempengaruhi pemikiran masyarakat Indonesia, dan tentu tidak menguntungkan bagi perekonomian. Bilamana banyak yang membuat pilihan tersebut, Sumber Daya Manusia yang dimiliki Indonesia jelas berkurang. 

Dapat dikatakan setelah menikmati bonus demografi, akan merasakan krisis demografi. Tenaga kerja pun otomatis berkurang, yang berakibat pada tingkat produksi. Selain itu, dengan kondisi penduduk yang sedikit, konsumsi masyarakat ikut menurun. 

Pelaku ekonomi adalah semua orang, meskipun dapat tergolong menjadi Rumah Tangga Pemerintah, Perusahaan, Keluarga, Negara, dan Masyarakat . 

Di sini dapat dilihat bahwa jika jumlah penduduk menurun, maka intensitas kegiatan ekonomi juga menurun. 

Ditambah dengan Indonesia adalah negara yang berkembang, perkembangan teknologi belum secepat negara barat. Yang mana masih sangat menggantungkan pada tenaga kerja manusia.

Singkatnya, bonus demografi dan childfree sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. 

Bonus demografi dapat benar-benar dirasakan manfaat ekonominya apabila masyarakat usia produktif telah diberdayakan, disiapkan, difasilitasi untuk memaksimalkan potensinya. 

Jika tidak, maka masyarakat usia produktif dapat menjadi beban bagi negara, karena akan meningkatkan angka pengangguran, kriminalitas.

Sedangkan childfree, sebaiknya tidak dibuat pilihan ketika tidak memiliki alasan yang urgent, karena akan menghambat kegiatan ekonomi dalam suatu negara. 

Meskipun katakanlah Indonesia suatu saat laju pertumbuhannya cepat, childfree bukanlah jawabannya. Solusi yang pas untuk kehidupan berumah tangga adalah program KB,  memiliki anak dengan tetap adanya kendali. 

Dengan ini juga menjaga kestabilan jumlah penduduk,bukan mengurangi secara drastis. Namun, jikalau hanya ingin sekedar cantik, maka bisa ditempuh dengan pola makan dan hidup sehat, serta olahraga rutin. 

Dan tentunya, sehat itu tidak mahal, hanya saja membutuhkan pengorbanan tertentu. Misal olahraga, hanya butuh mengorbankan waktu  beberapa menit atau maksimal satu jam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun