Mohon tunggu...
Nailul ElMaghfir
Nailul ElMaghfir Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis. Jurnalis. Mahasiswi

Mahasiswi Ekonomi yang menyukai sastra. Berfokus pada literasi Ekonomi Syariah di Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan menuliskan hal lain seperti pariwisata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel Akmila Fazahra - Part 1.1

21 September 2019   07:11 Diperbarui: 21 September 2019   19:44 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1.1 Sebuah Harapan

Di dunia ini, dia tidak sering membuat harapan. Karena baginya, berharap hanya akan membuatnya kecewa ketika harapan itu tidak seusai ekspektasinya. Namun, di titik terendahnya .... Terkadang dia sangat ingin bertemu dengan seseorang. Apa ini termasuk kategori berharap? Jika iya, di satu sisi dia belum siap kecewa, tetapi di sisi lain, dia tidak bisa berhenti. Tangannya yang lentik pun bergerak ....

Tuhan ... Aku ingin ....

***

Di sebuah Sekolah Menengah Atas, terlihat beberapa murid mengenakan seragam yang berantakan di halaman depan sekolah yang kini sudah dipayungi dengan tratak. Sebagian dari mereka bahkan ada yang memakai baju bebas. Ya, siapa lagi murid yang berani tampil sesukanya jika bukan para anak kelas 12 yang sebentar lagi akan diwisuda?

Hari ini mereka datang ke sekolah untuk mengikuti acara gladi resik (GR) kelulusan yang akan dilaksanakan besok. Saat banyak dari mereka berantusias mengambil foto bersama setelah GR, hanya ada satu orang yang langsung menjauh dari kerumunan dan duduk di teras masjid sekolah. 

Dia adalah Mila, gadis itu membuka tas lalu mulai menggambar apa yang ada di depannya. Tak lama, seorang laki-laki menghampiri. Dia menengok hasil gambaran Mila.

"Makin hari, gambar yang kamu buat makin bagus. Tapi, apa kamu gak pengen foto-foto gitu?"

Mila menggeleng. "Gak perlu. Gak ada sesuatu yang pengen aku abadiin di kelulusan tahun ini, Zak."

"Kenapa? Apa karena tahun ini gak ada, Akmal?" Pertanyaan Zaki membuat Mila menutup buku sktesanya.

"Bisa, iya. Bisa juga, gak. Bagiku momen kelulusan emang selalu ingetin aku sama dia. Karena ya seperti yang kamu tahu, kelulusan tahun lalu dia benar-benar berhasil bikin aku melayang, tapi hari-hari setelahnya hanya ada rangkain perasaanku yang terluka karena merindukannya. Benar-benar br*ngsek kan?"

"Ya, dia memang br*ngsek. Jadi, kenapa kamu gak move on aja?"

"Kalau bisa, aku sudah melakukan itu sejak dulu. Sayangnya, move on gak pernah semudah itu. Udah, jangan bicarain dia lagi. Kenapa kamu gak cerita aja masalah kamu lanjut kemana setelah lulus?" Zaki menganggukkan kepala. "Okay ... gimana kalau kamu yang jawab dulu?" ujarnya membuat Mila memutar bola mata malas. "Yang tanya siapa yang jawab siapa?"

 Zaki hanya meringis, Mila lalu menghela nafas. "Aku diterima di Univ Semarang. Sebelum masuk kuliah, aku juga bakalan nyantri di tempat yang sama dengan sepupuku."

"Kenapa harus Semarang?"

"Karena kantor pusat butikku dipindah Papa ke sana."

Zaki mengangguk paham. "Ah ... I see, sekarang aku jadi tahu harus kuliah dimana."

"Dimana?" Tanya Mila penasaran. Zaki tersenyum lebar. "Di Semarang. Biar bisa jagain kamu," katanya membuat Mila menyerngitkan dahi dan refleks memukulnya menggunakan buku sketsa. "Sinting! Kamu pikir aku bayi sampai perlu dijagain?"

"Ya, kamu kan baby imut .... bayi imut." Jawaban Zaki membuat Mila menatapnya dengan aneh. Belum sempat Mila membalas, terdengar suara perempuan memanggil Zaki.

"Jack, sayang ... ke sini bentar, yuk. Foto."

Mila melirik perempuan itu sekilas lalu menatap ke arah Zaki. "Noh, pacar kamu ada. Kenapa gak jagain dia? Dia kan centil, kalau kamu gak jagain dia dengan bener, bisa jadi dia diembat cowok lain." Zaki berdiri dan menggidikkan bahu. "Kamu tahu, kan ... Aku cuma cinta sama kamu. Aku gak pernah serius pacaran sama cewek-cewekku. Mereka yang ngajak, aku iyain aja. Kenapa harus nolak rejeki?"

Mila hanya bisa geleng-geleng kepala, dia tidak habis pikir dengan jalan pemikiran laki-laki yang sudah dia anggap sebagai sahabatnya sendiri ini. Selalu berkata cinta padanya tetapi pacarnya dimana-dimana. "Terserah, terserah. Udah pergi sana."

"Iya .... iya .... aku pergi. Tapi kamu harus inget, aku bakalan usaha supaya bisa masuk Univ yang sama kayak kamu. Jadi, kalau aku diterima, kamu gak boleh ngelarang aku buat jagain kamu, deal?" Mila mengangguk. Zaki tersenyum sebelum pergi.

Laki-laki itu tidak berubah, br*ngseknya, usilnya, perhatiannya ... Semuanya memang mampu menggantikan kehadiran Akmal di sisinya, tetapi tidak untuk urusan hatinya. Mau diapa-apakan juga, dalam hati Mila hanya terukir 3 nama; Allah, Rasullah, dan Akmal. 

Tidak ada yang lain. Meskipun hari ini Mila bahkan tidak tahu bagaimana kabar Akmal, dimana laki-laki itu sekarang tinggal, Mila akan selalu percaya jika dia tidak melupakan Akmal, laki-laki itu juga tidak akan melupakannya. 

Mila lantas membuka kembali buku sktesanya, kali ini bukan untuk menggambarkan kejadian di sekitarnya, melainkan untuk melukiskan perasaannya.

Faiz Akmal Zidan ...

Rinduku padamu bukanlah masalah, tetapi pemikiranku tentang apakah kamu akan kembali atau tidak, itu yang menyiksaku. Kali ini, izinkan kau berharap ... Tuhan, aku ingin ......

Be continued ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun