"Ya, dia memang br*ngsek. Jadi, kenapa kamu gak move on aja?"
"Kalau bisa, aku sudah melakukan itu sejak dulu. Sayangnya, move on gak pernah semudah itu. Udah, jangan bicarain dia lagi. Kenapa kamu gak cerita aja masalah kamu lanjut kemana setelah lulus?" Zaki menganggukkan kepala. "Okay ... gimana kalau kamu yang jawab dulu?" ujarnya membuat Mila memutar bola mata malas. "Yang tanya siapa yang jawab siapa?"
 Zaki hanya meringis, Mila lalu menghela nafas. "Aku diterima di Univ Semarang. Sebelum masuk kuliah, aku juga bakalan nyantri di tempat yang sama dengan sepupuku."
"Kenapa harus Semarang?"
"Karena kantor pusat butikku dipindah Papa ke sana."
Zaki mengangguk paham. "Ah ... I see, sekarang aku jadi tahu harus kuliah dimana."
"Dimana?" Tanya Mila penasaran. Zaki tersenyum lebar. "Di Semarang. Biar bisa jagain kamu," katanya membuat Mila menyerngitkan dahi dan refleks memukulnya menggunakan buku sketsa. "Sinting! Kamu pikir aku bayi sampai perlu dijagain?"
"Ya, kamu kan baby imut .... bayi imut." Jawaban Zaki membuat Mila menatapnya dengan aneh. Belum sempat Mila membalas, terdengar suara perempuan memanggil Zaki.
"Jack, sayang ... ke sini bentar, yuk. Foto."
Mila melirik perempuan itu sekilas lalu menatap ke arah Zaki. "Noh, pacar kamu ada. Kenapa gak jagain dia? Dia kan centil, kalau kamu gak jagain dia dengan bener, bisa jadi dia diembat cowok lain." Zaki berdiri dan menggidikkan bahu. "Kamu tahu, kan ... Aku cuma cinta sama kamu. Aku gak pernah serius pacaran sama cewek-cewekku. Mereka yang ngajak, aku iyain aja. Kenapa harus nolak rejeki?"
Mila hanya bisa geleng-geleng kepala, dia tidak habis pikir dengan jalan pemikiran laki-laki yang sudah dia anggap sebagai sahabatnya sendiri ini. Selalu berkata cinta padanya tetapi pacarnya dimana-dimana. "Terserah, terserah. Udah pergi sana."