Mohon tunggu...
Nailul Amal
Nailul Amal Mohon Tunggu... Penulis - Cukup antusias pada hal-hal berbau Islam

Laman tanpa gagasan. Menulis juga tidak serius. Coretan hanya sebatas moody.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

3 Permasalahan Dalam Riwayat Isra Mikraj Yang Jarang Diketahui

3 Februari 2025   17:38 Diperbarui: 3 Februari 2025   17:45 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa Isra Mikraj merupakan sebuah peristiwa yang sakral bagi kaum muslimin sebab peristiwa ini menjadi suatu mukjizat bagi baginda. Di dalam peristiwa ini terdapat ujian serta bukti kebesaran Allah. Peristiwa isra Mikraj merupakan pelajaran besar bagi orang orang yang mempunyai akal serta penguat keimanan kepada Allah bagi mereka yang beriman. Isra Mikraj menjadi peristiwa besar yang senantiasa dikenang kaum muslimin, namun disebaliknya ternyata melahirkan berbagai problematika. 

Umumnya ketika peristiwa ini diulang kaji, ceritanya hanya berkutat pada kenapa Nabi di Isra Mikraj kan; bagaimana rute perjalannya; dengan apa dia isra mikraj; bagaimana Nabi diberikan perintah shalat 50 waktu; bagaimana kemudian Nabi naik dan turun beberapa kali hingga ibadah shalat hanya tersisa 5 waktu saja. Tema tema tersebut senantiasa disampaikan berulang sehingga terkesan topik isra mikraj sangatlah sempit. Padahal dibalik peristiwa ini, ada banyak penjelasan yang talik ulur menciptakan berbagai problematika yang belum selesai dan jarang disentuh. Disini saya mencoba mengangkat isu-isu seputar Isra Mikraj yang jarang disentuk sebagaimana berikut ini,

KAPAN ISRA MIKRAJ ITU TERJADI?

Kaum rasionalis modernis mencoba meragukan kebenaran historika Isra Mikraj. Namun itu bukan hal yang aneh, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Hisyam bahwa pengingkaran terhadap Isra Mikraj telah terjadi sejak zaman dulu tatkala orang kafir quraiys dan orang munafik yang mencela Nabi sebagai orang yang "halu" karena membawa berita itu (isra mikraj), mereka tidak hanya memperolok Nabi SAW namun juga mereka memperolok sahabat Nabi yang percaya terhadap Muhammad yang mereka anggap "halu".  Sebagai muslim, kita sepakat membenarkan serta mengimani bahwa Allah benar benar telah meng IsraMikraj kan Nabinya tanpa meragukannya sama sekali. Di tengah kesepakatan ini, ternyata ada ketidak sepakatan di dalamnya yang mungkin jarang disentuh. karnanya, perihal kapan waktu terjadinya isra mikraj akan menjadi hal pertama yang akan kita bahas.

Di Indonesia sendiri, isra mikraj di peringati pada tanggal 27 rajab, bahkan hari tersebut menjadi hari libur nasional dimana seluruh instansi pemerintahan diliburkan, tak terkecuali lembaga pendidikan. Bukan hanya diIndonesia, hal yang sama juga berlaku di negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Yang menjadi persoalan adalah, adakah peringatan yang kita ceremonikan di setiap tanggal 27 rajab itu penaggalannya sudah tepat? dalam artian, apakah memang peristiwa itu benar benar terjadi pada tanggal 27 rajab ataukah tidak.

Jika kita menulusuri kitab yang memuat sejarah seperti Rahiq Makhtum yang ditulis oleh Al Mubarakfuri disebutkan bahwa ternyata terdapat berbagai perbedaan pendapat mengenai penggalan peristiwa isra mikraj. Benar memang, ada yang berpendapat bahwa Isra Mikraj itu terjadi pada tanggal 27 bulan rajab sebagaimana yang dikemukakan oleh Al Manshurfuri. Namun disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa fenomena itu terjadi pada bulan Muharram atau bahkan terjadi pada bulan Rabiul Awwal. Dalam perkara ini, tidak ada penanggalan yang pasti kapan isra mikraj itu terjadi. Sebab Quran juga hanya menyebut peristiwanya tanpa memberitakan penanggalannya secara eksplisit begitu pula dalam berbagai riwayat hadith sehingga perbedaan ulama dalam mensuarakan kapan waktu isra mikraj terjadi adalah hal yang sangat dimungkinkan.

Menjadi pertanyaan, lantas mengapa di indonesia kita memperingati isra mikraj pada bulan Rajab disamping bulan bulan lain yang disebutkan oleh para ulama? jawaban paling sederhana yang bisa diberikan adalah, indonesia merupakan negara asia yang berada dibawah payung edar mazhab syafii sehingga apapun yang diakomodasi oleh ulama syafiyyah menjadi doktrinal bagi komoditas masyarakat penganutnya. Melihat pada lembaran sejarahnya Ibnu Batutah, sejak dulu di Samudera Pasai dahulunya (wilayah indonesia sekarang) mazhab syafii memang sudah melebur dalam tata sosial dan kepemerintahan salah satunya melalui lembaga Pengadilan. Pun kala itu jabatan faqih/mufti dipegang oleh seorang ulama yang berasal dari daerah Syiraz serta Ishafan yang keduanya merupakan kota yang komoditas masyarakatnya bermazhab Syafii. Kondisi semacam ini menjadi corong meluasnya pengaruh madrasah syafii ke berbagai wilayah kekuasaan politik. Ini beriringan dengan berjalannya tardisi mazhab serta meleburnya praktik keagaamaan di tengah masyarakat. Temasuk dalam konteks peringatan isra Mikraj pada 27 Rajab dimana Imam An Nawawi selaku mujtahid besar dalam madrasah syafiyyah, cenderung pada pendapat yang menyebutkan bahwa isra mikraj terjadi pada 27 rajab.

SANDAL NABI IKUT ISRA MIKRAJ KE LANGIT?

Siapa diantara kita yang pernah mendengar cerita bahwa ketika Nabi Isra Mikraj, sandal yang digunakan oleh Nabi itu ikut serta ber-Mikraj ke atas langit menemani Nabi. Hal ini yang sering diberitakan dalam beberapa tulisan kitab dan syair syair. Kendati demikian, yang menjadi pertanyaan adalah adakah riwayat ini diterima? 

Al Muhaddith Abdul Hayy Al Laknawi (seorang pakar hadith beraliran maturidiyyah) menyebutkan dalam Al Atsarul Marfuah Fil Akhbar Al Mauwdhuah bahwa cerita tersebut merupakan cerita yang sudah diperdendangkan sejak zaman dulu. Imam Radhiyuddin Al Qazwani, Ahmad Al Muqri Al Malaki, serta Imam Az Zarqani dalam Syarh Mawahib turut mengabarkan hal serupa, dimana riwayat yang menyebutkan bahwa terompah (sandal) Nabi muhammad SAW diikut sertakan dalam peristiwa isra mikraj merupakan cerita yang ditolak keotentikannya disisi para muhadditsin

NABI ISRA MIKRAJ DENGAN RUH ATAU JASAD?

Terdapat beberapa paradigma yang berkembang dalam menguraikan fenomena ini, diantaranya adalah bahwa Nabi SAW di Isra Mikraj kan dengan jasad serta ruhnya, ada pula yang berpandangan bahwa Nabi di isra mikraj kan hanya ruhnya saja sedangkan Jasadnya menetap di bumi, serta ada yang berpadangan bahwa Nabi isra mikraj melalui rukya nya (Vision). Lantas mana pandangan yang paling selamat?

kelompok pertama adalah kelompok yang menerima bahwa Nabi Isra Mikraj dengan jasad serta ruhnya merupakan suara mayoritas ulama sunni termasuk diantaranya Ibn Hajar, Ibn Katsir, serta Imam Nawawi Radhiyallahu Taala anhum. Ini berangkat dari penafsiran terhadap Quran dalam surah Al Isra ayat pertama, Dimana kata "abdihi" (hamba-Nya) dalam ayat itu merujuk pada kesatuan jasad dan ruh Nabi SAW, karena istilah 'abd' dalam Quran meniscayakan pada manusia secara utuhnya. Disamping itu juga terdapat khabar ahad yang terkait Isra Mikraj yang menceritakan tentang pengalaman Nabi ketika Isra Mikraj seperti pertemuan dengan para Ambiya hingga meminum minuman menjadi isyarat bahwa kendati Isra Mikraj merupakan peristiwa supranatural, namun tidak terlepas dari aktivitas dan pengalaman fisik di dalamnya.  Pun secara logika pun tidak ada yang menghalangi dan menghambat Allah untuk meng-IsraMikraj kan Nabi secara ruh dan jasadnya, ini merupakan hal yang Jaiz bagi Tuhan secara rasional. 

Adapun kelompok kedua menolak pandangan bahwa Nabi dalam Isra Mikrajnya turut melibatkan jasad. Menurut mereka peristiwa itu terjadi tanpa melibatkan jasad baik itu hanya sebatas ruhaninya saja dalam artian bahwa ruhnya lah yang diangkat ke langit sedangkan jasadnya menetap di bumi sebagaimana diyakini oleh kelompok Jahmiyyah sepeti Jahm bin Shafwan, ataupun isra mikraj itu merupakan penglihatan spiritualnya Nabi (Visionary exprerience) yang dialami Nabi baik dalam keadaan terjaga ataupun tidur sebagaimana diadopsi oleh sebagian modernis seperti Montgomery Watt. 

Argumen mereka berangkat dari gaya metafor terhadap teks Quran surah Al Isra ayat pertama, dimana kata  "Asra" (memperjalankan) ditafsirkan sebagai perjalanan yang hanya melibatkan aktivitas ruhani atau mimpi (vision). Mereka merujuk kisah Nabi Ibrahim dalam Ash Shaffat ayat 102 di mana ketika Ibrahim memiliki penglihatan (mimpi) menyembelih Ismail, kata yang digunakan adalah "rukya". Dengan memadankan kedua kata ini 'Asra' (perjalanan) dan 'rukya' (melihat) maka kesimpulan yang diambil bahwa Isra nya Nabi adalah perjalanan Ruhani bukan Jasmani. Alasan lain yang diajukan adalah, bahwa tidak mungkin bagi Nabi untuk melakuan isra mikraj dengan fisik karena bertentangan dengan common sense dimana isra mikraj merupakan perjalanan super kilat sedangkan tubuh Nabi terikat dengan hukum alam, karenanya tubuh Nabi tidak akan mampu bertahan menghadapi beban kecepatan yang luar biasa itu.

lantas manakah pendapat yang paling selamat? jawabannya tentu pendapat kelompok pertama yang menyatakan bahwa Nabi Isra Mikraj dengan Jasad serta Ruhnya. Ini telah menjadi keyakinan jumhur ulama sunni baik para Mutakallimin dan Muhadditsin. Terlebih menginkari hal ini dan membenarkan pendapat kedua, justru semakin membuka pintu bagi pengingkaran-pengingkaran terhadap mukjizat yang lain seperti terbelahnya bulan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun