Perkembangan moral anak usia dini merupakan fondasi utama bagi anak dalam pembentukan karakter yang baik. Namun, pada era modern seperti saat ini, digitalisasi memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan moral anak usia dini. Mereka seringkali mengabaikan lingkungan sekitar dan hanya berfokus pada teknologi yang digunakan seperti smartphone. Respon mereka menunjukkan sikap egosentris yang mana mereka tidak peduli terhadap ligkungannya seperti perilaku kurang rasa hormat terhadap orang tua, teman sebaya, dan juga sekitarnya. Kondisi ini diperparah oleh konten digital dan video game yang mereka lihat, tidak sesuai dengan usia mereka. Menurut salah satu hasil penelitian, anak usia dini lebih mementingkan smartphone dari pada belajar, apabila mereka diajak untuk belajar, mereka lebih memilih melihat konten digital di youtube dan malas untuk belajar karena mereka lebih mudah mendapatkan apa yang diinginkan. Orang tua mereka menganggap anak-anak kecanduan smartphone dalam jangka panjang
Contoh nyata pada kasus ini dialami oleh seorang anak berusia lima tahun pada salah satu keluarga sebut saja Robi, yang menunjukkan sikap egosentris di rumah. Ia sering mengabaikan perintah dan nasihat orang tua sehingga menimbulkan amarah orang tua. Apabila dinasehati, Robi tidak mendangarkan justru lebih memilih barmain gadget hingga larut malam. Hal tersebut berdampak pada pola tidur Robi, dimana ketika pagi sulit dibangunkan untuk berangkat sekolah. Menurut wawancara orang tuanya si Robi sering berebut bermain gadget dengan adiknya dan sulit dinasihati. Apabila dinasihati dengan baik Robi justru merespon nasihat tersebut dengan amarah bahkan ia melampiaskan amarah dengan melempar benda yang ada di sekitarnya. Ia sering menjahili adek bahkan juga kakek neneknya. Dampak negatif penggunaan smartphone telah berimbas pada penurunan motivasi belajar si Robi. Kecanduan terhadap smartphone itu menyebabkan ia enggan menghafal surat-surat pendek yang menjadi tugas agamanya di sekolah. Akibatnya, perkembangan agamanya terhambat karena ia gagal mencapai target hafalan yang telah ditetapkan. Bahkan, ketika diingatkan, Robi justru menunjukkan sikap emosional yang tidak pantas, seolah-olah larangan orang tuanya untuk menggunakan smartphone merupakan suatu ketidakadilan.
Pengaruh buruk konten digital telah mengubah perilaku si Robi. Ia kerap meniru tindakan-tindakan yang tidak pantas dari video-video di YouTube dan TikTok, seperti melakukan kejutan yang dapat membahayakan orang lain. Peristiwa ini dilakukan oleh si Robi pada kakeknya yang sedang bekerja dengan cara menendang bak pada kakeknya. Sikap tidak sopan ini merupakan contoh nyata dari dampak negatif tersebut. Sikap acuh tak acuh dan cenderung mengejek ketika dinasihati semakin memperparah situasi.
Sedangkan disisi lain sepupu Robi yang seumuran sama . Anggap saja namanya Faris . Dia tidak mempunyai smartphone sehingga menimbulkan sikap rajin dalam menghafalkan target hafalannya dan juga semangat belajar . Bahkan lebih cepat perkembangan agamanya daripada anak lain yang seumurannya . Dia hampir tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak sopan. Â Dan dia penurut. Apabila disuruh orangtua nya dia nurut dan tidak membantah . Apabila di nasihati dia mendengarkan dan berminta maaf .
perilaku seorang anak seperti yang dialami oleh si  Robi dapat dikaitkan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Seperti yang di jelaskan dalam Al Qur'an Surah Luqman ayat 13-19:
"Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata), "Wahai anakku! Sungguh, jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus,1 Mahateliti. Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
  Ayat ini menjelaskan tentang nasihat orang tua kepada anaknya tentang akhlak, adab, dan ketakwaan kepada Allah.  Â
  Dalam kasus Robi, perilaku tidak sopan terhadap orang tua dan anggota keluarga lainnya menunjukkan kurangnya penerapan nilai-nilai akhlak. Pendidikan berbasis agama dan penguatan akhlak itu dapat melalui pembelajaran nilai-nilai Qur'ani diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Surah Al isra' ayat 36 yang menjelaskan tentang Larangan Meniru Hal yang Buruk.
 "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."
  Ayat ini menyebutkan bahwa manusia tidak boleh mengikuti sesuatu yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya. Perilaku Robi yang meniru konten-konten negatif dari media sosial bertentangan dengan ajaran ini.  Dan Ayat ini mengajarkan bahwa anak harus diajarkan memilih informasi yang baik dan bermanfaat.
Jadi Ajaran Islam dalam Al-Qur'an itu memberikan panduan yang jelas terkait pendidikan akhlak, pengaturan waktu
Solusi utama dalam kasus ini ada pada Orang tua dan pendidik yang perlu menanamkan nilai-nilai akhlak Islami dengan konsisten. Seperti melibatkan anak dalam kegiatan seperti membaca Al-Qur'an, belajar hadits, dan mengenal kisah nabi dapat membantu mereka memahami pentingnya perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Dan Bimbingan dan Pengawasan Digital yang dilakukan Orang tua untuk mengawasi aktivitas digital anak dan memastikan akses mereka hanya pada konten yang sesuai dengan menggunakan fitur kontrol orang tua pada perangkat., membatasi waktu penggunaan smartphone, misalnya maksimal 1-2 jam per hari dan memberikan alternatif hiburan yang lebih sehat seperti buku cerita Islami, bermain di luar rumah, atau aktivitas kreatif. Orang tua perlu menerapkan disiplin yang konsisten tanpa kekerasan. Misalnya, memberikan konsekuensi logis atas perilaku buruk (tidak diperbolehkan menggunakan smartphone selama satu hari) dan penghargaan atas perilaku baik.
Kesimpulan dari kasus Robi menunjukkan dampak negatif dari ketergantungan pada smartphone dan konten digital yang tidak terkontrol. Untuk mengatasinya, diperlukan upaya terintegrasi antara pendidikan agama, bimbingan digital, dan pola pengasuhan yang baik. Pendidikan berbasis ajaran Islam, seperti yang tertuang dalam Surah Luqman dan Surah Al-Isra', memberikan panduan penting untuk mendidik anak dengan nilai-nilai akhlak dan moral. Orang tua, dengan peran sentral mereka, harus menjadi teladan, mengatur penggunaan teknologi, dan mendorong anak untuk fokus pada aktivitas yang membangun karakter baik. Dengan pendekatan ini, anak-anak dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab, sopan, dan berakhlak mulia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H