Ketika pemerintah atau lembaga seperti KPI terlalu ketat dalam menindak pelanggaran, ada risiko bahwa media akan merasa tertekan dan terbatas dalam menyampaikan berita atau opini yang kontroversial. Hal ini tentunya berdampak pada independensi media dan kemampuan mereka untuk menjalankan fungsi kontrol sosial.
Kebebasan Bereksprsi dan Demokrasi
Kebebasan berekspresi adalah salah satu pilar penting dalam sebuah negara demokrasi. Media memiliki peran penting dalam memberikan informasi yang akurat dan objektif kepada masyarakat serta sebagai alat untuk mengawasi kinerja pemerintah. Â Di Indonesia, media memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan mengkritisi kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat. Revisi UU Penyiaran yang terlalu ketat dapat membatasi peran ini dan mengancam kebebasan berekspresi. Media yang merasa tertekan dan dibatasi akan cenderung menghindari isu-isu kontroversial yang berpotensi menimbulkan masalah dengan pemerintah.
Jalan Tengah untuk Meningkatkan Kualitas Tanpa Membatasi Kebebasan
Lantas harus seperti apa? Tentunya, Revisi UU Penyiaran memang diperlukan untuk memastikan kualitas konten yang disiarkan kepada masyarakat. Namun, revisi ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengorbankan kebebasan berekspresi dan independensi media. Regulasi yang baik adalah regulasi yang mampu menjaga keseimbangan antara peningkatan kualitas siaran dan kebebasan media. Dalam proses demokrasi, kritik dan pengawasan adalah hal yang sangat penting. Media sebagai pilar keempat demokrasi harus tetap diberi ruang untuk beroperasi secara bebas dan independen. Pemerintah seharusnya melihat media sebagai mitra dalam pembangunan, bukan sebagai ancaman yang harus dikontrol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H