Dosen Pengampu: Prof.Syamsu Yusuf LN, M.Pd. & Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.
Bipolar Disorder atau yang juga dikenal sebagai gangguan manik-depresif merupakan gangguan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang dramatis antara fase mania (tingkat energi tinggi dan suasana hati sangat baik) dan fase depresi (energi rendah dan perasaan sedih yang mendalam). Bipolar disorder termasuk dalam salah satu gangguan mood yang paling serius dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, hubungan, dan kualitas hidup seorang individu.
Menurut (Prastiwi, 2022), gangguan bipolar adalah gangguan kesehatan mental yang memiliki dua aspek yang sangat berbeda dalam hidup seseorang yang terkena. Terdapat fase mania, yaitu fase dimana seorang individu penuh dengan gairah dan kegembiraan, serta fase depresi, yaitu fase dimana seorang individu membawa perasaan sedih, putus asa, dan kehilangan minat. Gangguan ini dapat memengaruhi individu dari berbagai kelompok usia, termasuk remaja. Dampak bipolar disorder pada remaja bisa sangat signifikan dan dapat memengaruhi bermacam aspek dalam kehidupan mereka. Terutama remaja yang mungkin masih dalam fase perkembangan dan pencarian identitas. Remaja adalah masa yang penuh dengan tantangan dan perkembangan, di mana orang menghadapi tekanan akademik, membangun hubungan sosial, dan mencari identitas mereka sendiri (Puspitasari, Sinurjaya, Rahayu, & Witriani, 2022). Pada masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik itu fisik maupun mental (Diananda, 2018). Dalam kondisi gangguan seperti ini, sangat penting untuk memahami bagaimana bipolar disorder berdampak pada remaja.
Sebelum kita menjelajahi dampak bipolar disorder pada remaja, mari kita memahami tentang gangguan ini secara umum. Bipolar disorder adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai oleh perubahan mood yang ekstrem, dengan dua kutub utama yaitu mania dan depresi.
Dalam fase mania, orang yang mengalami gangguan ini cenderung sangat gembira, penuh energi, dan berpikiran cepat. Mereka mungkin mengalami masalah tidur dan merasa sangat bertenaga sehingga melakukan tindakan impulsif yang berisiko tinggi, seperti pengeluaran berlebihan, perilaku seksual yang tidak aman, atau penggunaan narkoba. Mania terdengar seperti "kebahagiaan", tetapi ini dapat menjadi fase yang berbahaya karena orang sering kehilangan kendali (Ariska, Manik, & Simanjuntak, 2022).
Fase depresi bipolar adalah kebalikan dari fase mania. Dalam fase ini, orang merasa sangat sedih, kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya mereka lakukan, merasa lelah terus-menerus, dan mungkin bahkan berpikir tentang bunuh diri. Hal ini sangat membebani penderita dan mempengaruhi bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa jenis bipolar disorder, dengan tipe I dan tipe II yang paling umum. Bipolar disorder tipe I adalah jenis bipolar yang ditandai oleh setidaknya satu fase mania yang berlangsung minimal satu minggu. Fase mania ini bisa sangat ekstrem dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari individu tersebut. Selama fase mania, individu mungkin mengalami gejala seperti: (1) Perasaan euforia yang berlebihan; (2) Energi yang berlimpah; (3) Pemikiran yang cepat; (4) Kurang tidur atau tidak tidur sama sekali; (5) Perasaan bangga pada diri yang berlebihan; (6) Perilaku impulsif dan berisiko tinggi, seperti pengeluaran uang berlebihan, perilaku seksual yang tidak aman, atau penggunaan narkoba; (7) Kesulitan dalam menjaga kontrol diri.
Pada umumnya, orang dengan bipolar I mengalami perubahan mood yang sangat ekstrem, dari mania yang sangat kuat hingga depresi yang sangat dalam. Fase depresi yang mendalam pada bipolar I sering diikuti oleh fase yang memiliki gejala yang mirip dengan depresi unipolar, seperti perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya dinikmati, perasaan lelah yang berlebihan, dan pemikiran tentang bunuh diri (Widianti, et al., 2021).
Bipolar disorder tipe II adalah bentuk bipolar yang lebih ringan dibandingkan dengan tipe I, tetapi masih melibatkan perubahan mood yang signifikan. Menurut (Kurniawan, Yudani, & Swendra, 2019) bipolar pada tipe ini cenderung mengalami fase depresi dan diikuti dengan fase hipomania. Hipomania biasanya berlangsung setidaknya empat hari dan tidak seberat mania pada bipolar I. Gejala hipomania meliputi: (1) Perasaan gembira dan meningkatnya energi; (2) Aktivitas yang meningkat dan produktivitas yang tinggi; (3) Kreativitas yang tinggi; (4) Perasaan optimisme yang berlebihan; (5) Kurang tidur atau tidur lebih sedikit dari biasanya.
Selama fase hipomania, orang masih dapat menjalani kehidupan sehari-hari, tetapi mereka mungkin menjadi lebih impulsif dan cenderung melakukan hal-hal yang berbahaya. Bipolar II berbeda dari bipolar I karena fase mania yang lebih berat digantikan oleh fase depresi yang dalam. Diagnosis bipolar II seringkali lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan diagnosis bipolar I. Namun, penting untuk mengetahui bipolar II dan mendapatkan perawatan yang sesuai karena kondisi ini masih dapat mengganggu kehidupan sehari-hari orang dan memerlukan intervensi medis dan terapi untuk mengelola gejalanya (American Psychiatric Association, 2002).
Semua ini menjadi jauh lebih rumit ketika bipolar disorder muncul dalam kehidupan seorang remaja. Beberapa dampak mendalam bipolar disorder pada remaja. Pertama, perubahan mood yang ekstrem, hal ini merupakan efek utama bipolar disorder pada remaja. Remaja yang mengalami gangguan ini dapat mengalami fase mania, yang ditandai dengan perasaan euforia yang berlebihan, tingkat energi yang tinggi, dan keinginan untuk melakukan apa yang mereka inginkan dan merasa tak terkalahkan. Di sisi lain, ketika mereka mengalami fase depresi, mereka mungkin mengalami perasaan yang sangat dalam, sedih, kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya mereka lakukan, dan bahkan berpikir tentang bunuh diri.
Kedua, gangguan kognitif dan akademik. Fungsi kognitif remaja yang menderita bipolar disorder juga dapat terpengaruh. Remaja dengan bipolar disorder mungkin mengalami kesulitan dalam mengatasi perasaan putus asa, kelelahan yang berlebihan, dan kurangnya minat pada aktivitas belajar saat berada dalam fase depresi. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan dalam konsentrasi, memproses informasi, dan membuat keputusan rasional yang dapat menyebabkan penurunan akademik.
Ketiga, masalah dengan hubungan sosial. Karena perubahan mood yang drastis dan perilaku impulsif selama fase mania, remaja mungkin sulit untuk menjaga hubungan yang stabil dengan teman-teman dan keluarga. Remaja yang mengalami depresi mungkin terlibat dalam konflik, memicu pertengkaran, dan mengisolasi diri dari orang-orang yang peduli tentang mereka. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa terisolasi dan kesepian, yang dapat memperburuk kondisi mental mereka. Remaja dengan bipolar disorder kadang-kadang mungkin merasa malu, yang dapat menghalangi mereka untuk berbicara tentang pengalaman mereka kepada orang lain.
Keempat, resiko kecanduan zat atau obat-obatan. Remaja yang menderita bipolar disorder juga lebih rentan terhadap kecanduan zat. Ketika mereka mengalami perubahan mood yang ekstrem, mereka mungkin mencari cara untuk mengatasi perasaan mereka yang bergejolak. Salah satu cara yang paling umum adalah penggunaan narkoba dan alkohol.
Kelima, peningkatan risiko bunuh diri. Ini merupakan salah satu dampak paling serius dari bipolar disorder pada remaja. Remaja yang mengalami gangguan ini lebih cenderung melakukan percobaan bunuh diri atau bahkan melakukan bunuh diri secara nyata. Salah satu faktor risiko utama untuk perilaku bunuh diri adalah depresi yang mendalam, yang dapat membuat mereka merasa terjebak dalam perasaan putus asa.
Keenam. kesulitan dalam menjalani kehidupan yang stabil. Bagi seorang remaja dengan bipolar disorder, menjalani kehidupan yang stabil bisa menjadi tantangan yang sangat besar. Mereka seringkali menghadapi hambatan seperti perubahan mood yang tidak terduga, kesulitan dalam menjaga rutinitas, dan perasaan malu atau stigmatisme terkait dengan kondisi mereka.
Penting untuk diingat bahwa bipolar disorder adalah kondisi yang dapat dikelola dengan baik melalui penanganan yang tepat. Bagi remaja dengan bipolar disorder, penanganan yang tepat yaitu: (1) Terapi kognitif perilaku (CBT); (2) Terapi interpersonal; (3) Obat-obatan yang diresepkan oleh dokter; (4) Dukungan keluarga; (5) Dukungan kelompok atau teman sebaya; (6) Pengelolaan rutinitas; (7) Pengawasan medis secara rutin untuk memantau perkembangan dan efektivitas pengobatan, serta untuk mengidentifikasi perubahan gejala yang mungkin memerlukan penyesuaian dalam perawatan.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bipolar disorder adalah kondisi psikologis kompleks yang memiliki dua aspek yang sangat berbeda dalam kehidupan seseorang yang menderitanya. Dampak yang ditimbulkan sangat mendalam dan mempengaruhi perkembangan remaja dalam berbagai hal. Remaja dengan bipolar disorder mengalami perubahan mood yang ekstrem, masalah kognitif dan akademik, masalah dalam hubungan sosial, risiko kecanduan zat, bahaya bunuh diri, dan kesulitan menjalani kehidupan yang stabil.
Remaja dengan gangguan bipolar dapat belajar mengelola gejalanya dan menjalani kehidupan yang lebih stabil dengan penanganan yang tepat, dukungan keluarga serta teman, dan pemahaman masyarakat yang lebih baik tentang gangguan ini. Setiap individu harus memiliki pengetahuan tentang bipolar disorder dan kesehatan mental yang lebih inklusif agar dapat membuat lingkungan mendukung bagi remaja yang memiliki bipolar disorder.
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2002). Practice Guideline for the Treatment of Patients with Bipolar Disorder. New York: American Psychiatric Pub.
Ariska, M. T., Manik, F. Y., & Simanjuntak, M. (2022). Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Bipolar Dengan Menggunakan Metode Dempster Shafer. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 3784--3793.
Diananda, A. (2018). Psikologi Remaja Dan Permasalahannya. ISTIGHNA, 117.
Kurniawan, A. S., Yudani, H. D., & Swendra, C. R. (2019). Perancangan Film Pendek Tentang Perlakuan Terhadap Bipolar Disorder Di Surabaya Bagi Remaja Usia 17-23 Tahun. Jurnal DKV Adiwarna, 3-4.
Prastiwi, D. D. (2022). PERILAKU SELF-INJURY PADA REMAJA PENGIDAP. Jurnal Kesehatan Jiwa, 50-62.
Puspitasari, I., Sinurjaya, R., Rahayu, C., & Witriani. (2022). Profil Pengobatan dan Estimasi Biaya Pengobatan Pada Pasien Rawat Jalan dengan Skizofrenia, Gangguan Bipolar, Depresi, dan Gangguan Kecemasan di Indonesia. Neuropsychiatric Disease and Treatment, 815-828.
Widianti, E., Afriyanti, Utami, A., Nursyamsyah, L., Ustami, L., & Putri, V. N. (2021). INTERVENSI PADA REMAJA DENGAN GANGGUAN BIPOLAR: KAJIAN LITERATUR. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ), 79-94.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H