Mohon tunggu...
Naila Qibtiah
Naila Qibtiah Mohon Tunggu... Freelancer - Public Speaking | Content Writer

Hallo, I'm INTP but I’m highly interest with public speaking, personal communication and content writer.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Komunikasi Debat Capres, Harusnya Gimana Sih?

10 Januari 2024   22:52 Diperbarui: 11 Januari 2024   04:08 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Minggu, 7 Januari 2024 kemarin, kita telah sama-sama menyaksikan jabaran program dari masing-masing kandidat calon presiden (capres) pada debat ketiga. Nah, menariknya penulis banyak menjumpai beberapa opini bahwa debat itu harusnya jangan serang personal (tendensius) atau debat itu harusnya fokus pada substansi bukan teoritis.

Dan pada debat kedua, penulis juga tertarik sama salah satu cawapres yang menggunakan singkatan dari Bahasa Inggris ke ejaan bahasa Indonesia. Apakah itu salah? Sebagian orang akan bilang itu fair aja dalam perdebatan karena itu merupakan salah satu strategi dalam debat. Tetapi opini yang kontra menyatakan bahwa pertanyaan itu sengaja untuk menjebak lawan untuk terlihat tidak tahu apa-apa. Dan juga seharusnya kalau memang singkatan dari Bahasa Inggris maka harus dieja dengan menggunakan bahasa tersebut.

Dan juga, adanya pendapat bahwa debat itu harus penuh dengan etika. Tapi ada yang berpendapat sebaliknya, bahwa debat politik itu tak selalu melulu tenang adem ayem. Contoh yang diberikan dalam argumennya ialah debat politik di Amerika Serikat. Yakni, bagaimana situasi memanas Donal Trump dan Joe Biden calon presiden saat itu yang debat cenderung tendensius.

Menurut penulis, semua boleh beropini terhadap pilihannya masing-masing setelah menonton debat asalkan penuh pertanggung jawaban. Nah, penulis di sini tidak ingin mencoba menilai benar atau salah dari masing-masing strategi debat capres maupun cawapres. Tetapi, sebagai anak komunikasi penulis memiliki kepekaan terhadap strategi komunikasi politik dalam konteks debat yang ingin dibagikan pada tulisan ini. Agar, para pembaca memahami bahwa debat politik ini merupakan salah satu ilmu dari komunikasi yang sangat unik dan tidak selalu paten. Karena banyak sekali, variabel ilmu yang dibutuhkan untuk kesuksesan para pelaku tokoh politik untuk mendapatkan dukungan dari massa setelah debat.

Apa itu debat politik?

Pertama-tama, mari kita pahamin terlebih dahulu arti dari debat politik. 

Debat (KBBI) memiliki arti pembahasan dan pertukaran pendapat terkait suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Di dalam komunikasi debat terdapat 2 teknik komunikasi yang biasanya akan dilakukan oleh debater, yakni argumentasi dan persuasif. 

Sebetulnya kedua hal tersebut memiliki tujuan yang sama yakni mempersuasif/ mempengaruhi pikiran, pendapat ataupun perilaku dari komunikan. Bedanya, argumentasi (Gorys Keraf) berusaha merangkaikan segala fakta yang mendukung pendapat/pikiran dari debater. Ada juga salah satu teknik yang digunakan yakni teknik retorika. Biasanya komunikator yang berhasil menguasai teknik retorika, cenderung memikat massa. Contohnya seperti yang kita ketahui Bapak Presiden Pertama NKRI yakni Bapak Ir Soekarno yang memiliki penguasaan dalam retorika. Nah tapi apakah semua tentang argumentasi, persuasif dan retorika saja?

Perlu dipahami bahwa, debat politik berbeda dengan debat ilmiah. Jika debat ilmiah dilihat dari kualitas suatu argumentasi. Karena memang tujuan dari debat ilmiah ialah keberpihakan massa terhadap kebenaran dalam suatu argumentasi. Yakni jika struktur argumentasinya utamanya (Toulmin) lemah dari claim, ground (bukti penguat) dan warrant (alasan). Maka argumentasi tersebut akan cenderung tertolak oleh massa. Sedangkan tujuan dari debat politik ialah keberpihakan massa untuk memilih para pelaku politik. Sebagaimana politik yang merupakan seni atau ilmu dalam merebut, mempertahankan, atau menjalankan suatu kekuasaan.

Bagaimana cara mendapatkan kekuasaan dari komunikasi debat politik?

Setelah kita memahami arti dari debat politik, maka kita telah tahu bahwa debat merupakan suatu alat komunikasi para pelaku politik untuk mendapatkan kekuasaan/keberpihakan dari massa. Sebelumnya penulis ingin memberitahu bahwa tidak ada cara yang selalu bisa digunakan dalam setiap konteks komunikasi debat. Tapi di sinilah kemenarikan dari ilmu komunikasi. Sehingga penulis, akan memberitahu poin-poin nya saja yang bisa digunakan dan juga bisa tidak digunakan, karena semua sesuai kebutuhan dan konteks komunikasi.

Oke, pertama dalam ilmu komunikasi ada yang namanya 1) komunikator, 2) pesan, 3) komunikan, 4) media, 5) tujuan, 6) feedback  7) lingkungan. Dalam debat politik ada dua atau lebih komunikator. Pada intinya lawan kita berperan sebagai komunikator debat juga. Dan komunikannya adalah massa, atau suara yang ingin kita rebut dari kompotitor politik. Hal yang perlu kita perhatikan dari komunikan ada yang sudah berpihak terhadap pilihannya, ada yang masih ragu-ragu sama pilihannya, ada yang netral atau belum memilih, ada yang sudah kecewa atau benci dengan salah satu kandidat. Realistinya, pelaku politik tentu akan merebut suara dari tim netral atau ragu-ragu ini. 

Dan hal yang harus ditetapkan yang pertama ialah tujuan dari komunikasi politik yakni merebut suara dari tim netral atau ragu-ragu dan menguatkan suara yang sudah berpihak terhadapnya. Maka, hal yang harus kita baca atau analisis sebagai pelaku politik atau tim sukses kampanye, atau penasihat komunikasi itu kampanye ialah  komunikator, komunikan, media dan lingkungan.  Karena hasil dari analisis ketiga tersebut akan mempengaruhi dalam perumusan pesan dalam bentuk argumen, persuasif maupun menggunakan teori komunikasi lainnya.

Contoh seperti ini, kalau karakter komunikannya cenderung berpikir inovatif, maka berikan gagasan atau kebijakan yang inovasi, menarik, out of the box. Kalau komunikannya cenderung realistis, maka dalam pesannya perlu perhitungan. Tapi kalau komunikannya cenderung lebih suka pendekatan emosional, maka selipkan diksi-diksi yang menyentuh hati komunikan. Karakter komunikator juga sebetulnya penting. Bisa jadi, aktor politik tersebut sebetulnya memiliki kompetensi sebagai pemimpin. Tapi karena karakternya cenderung bertentangan atau tidak disukai oleh massa, maka bisa saja tidak dipilih dan karakter ini akan dimanfaatkan oleh lawan sebagai bentuk kelemahan.

Sedangkan lingkungan itu, perlu untuk diprediksi. Karena bisa saja debat capres di Indonesia berbeda dengan debat capres di Amerika Serikat, karena bisa saja terdapat peraturan seperti Undang-Undang ataupun kode etik yang berbeda. Jangan sampai deh, karena ga membaca ini, bisa terjerat pasal akhirnya terjerat hukum atau kriminal. 

Sedangkan untuk feedback, karena konteks debat capres di Indonesia tidak ada feedback secara langsung dari massa. Maka para pelaku politik bisa membaca feedback tidak langsung dalam setiap tutur kata dan perilaku kita dalam komunikasi debat politik nantinya.

Selain itu, kita perlu memprediksi unsur-unsur komunikasi kompotitor debat dan juga prediksi skenario politik yang akan dilakukan oleh kompotitor politik. Hal ini dilakukan agar pelaku politik tidak terjebak dalam skenario politik kompotitor. Lebih jelasnya, akan dibahas lanjut di bawah ini.

Lalu bagaimana strategi saat debat?

Pada intinya dalam debat ada 3 strategi yang perlu kita ketahui, 1) bertahan, 2) menyerang, dan 3) menghindar. Dan tujuan dari debat selain keberpihakan, juga terdapat tujuan yakni merebut suara massa dalam bentuk menjatuhkan/melemahkan kompotitor debat. Sehingga dalam komunikasi debat politik terdapat skenario politik untuk melemahkan kompotitor.

Dalam 3 aspek strategi debat, selain mempertimbangkan hasil analisis yang sudah debater buat. Debater perlu menganalisis dan memprediksi unsur-unsur komunikasi dan 3 strategi debat dari kompotitor. Hal ini, digunakan untuk strategi menyerang dari kelemahan posisi kompotitor dengan mempertimbangkan asumsi komunikan dan lingkungan. Dan juga strategi bertahan komunikator saat kompotitor memberikan pernyataan atau data yang tidak sesuai fakta maupun sikap pembelaan terhadap suatu pernyataan atau data yang tidak sepenuhnya benar. 

Namun, perlu dipahami bahwa setiap masing-masing dari debater memiliki kelemahan dan menjadi peluang bagi debater lainnya. Kelemahan dari debater bisa dimasukkan dalam skenario politik kompotitor. Maka suatu pernyataan atau data yang dilontarkan oleh kompotitor yang mampu mempengaruhi suara dari massa, terkadang debater perlu menguasai strategi menghindar tanpa terlihat menghindar. Di sinilah, perlu bagi debater menguasai teknik persuasif dan retorika. 

Selain, sebetulnya teknik ini juga bisa digunakan untuk bertahan ataupun menyerang lawan. Contoh saat debater tidak miliki data yang begitu kuat untuk bertahan tapi kalau tidak bertahan maka akan mempengaruhi banyak suara dari massa. Maka debater bisa menyelipkan pesan-pesan persuasif atau retorika. Tetapi ini bisa saja tidak berhasil, jika debater tidak meyakinkan secara non verbal, capability, track recordnya, atau penyampaian tidak sesuai dengan karakter komunikan. 

Begitupun juga saat menyerang lawan. Terkadang dalam debat politik, argumentasi tidak selalu menggiurkan bagi massa. Maka perlu untuk teknik persuasif dan retorika untuk meyakinkan massa bahwa kelemahan dari lawan ini tidak berkompeten sebagai seorang pemimpin. Kita sering sekali ya menemukan teknik seperti ini. Bisa jadi secara pernyataan sebetulnya tidak terhubung dengan kemampuan seseorang sebagai pemimpin atau tidak terhubung dengan kebijakan atau program. Tapi seolah-olah pesan tersebut dibungkus meyakinkan massa bahwa secara personal aktor politik tersebut tidak pantas untuk dipilih. Nah biasanya kalau muncul serangan-serangan personal atau tendensius ini menimbulkan pro dan kontra dari massa. 

Nah, lalu bagaimana sikap tim netral atau ragu-ragu? Apakah solusif strategi tersebut untuk mempengaruhi suara massa? Nah, sebetulnya dibalikkan ke karakter komunikan masing-masing. Bagaimana karakter komunikan dalam memahami sebuah informasi. Atau coba komen di bawah ini ya. 

Penutup

Sekarang kita sudah tahu apa itu komunikasi debat politik, tujuan, cara dan strategi dalam debat. Jadi setiap debater memiliki strategi yang unik dalam skenario merebut suara massa. Benar atau salah suatu strategi, bukan kemampuan penulis dalam menilai suatu tulisan ini. Karena tidak ada bermaksud dalam meneliti respon massa pasca debat. Tapi kita tahu bahwa bisa saja strategi tersebut cocok dengan karakter A tapi tidak cocok dengan karakter B. 

Jadi jangan sampai pasca debat ini, karena perbedaan pilihan membuat kita saling memaki sampai terpecah belah. Karena tujuan dari debat bukan menciptakan permusahan. Tapi bagi penulis, debat merupakan seni di atas panggung dalam mempersuasif massa tanpa kekerasan, serangan fajar, tekanan maupun ancaman,  bukan?

Bagaimana, seru kan belajar komunikasi?

Yukk komen dan berikan tanggapan pembaca di kolom komentar tetapi harap dengan bijak ya. Karena tulisan ini tidak ada nuansa politik, melainkan hanya bersifat memberikan wawasan. 

Terimakasih

Sumber: 

1. Buku Argumentasi dan Narasi, Gorys Keraf.

2. Introduction to Reasoning, Toulmin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun