Agama adalah sebuah nilai dan norma yang tersusun dalam sebuah sistem kepercayaan yang mengatur tentang bagaimana cara manusia berhubungan dengan Tuhan dan berhubungan dengan sesama.Â
Setiap sistem kepercayaan memiliki caranya masing-masing yang mengatur manusia dengan Tuhannya yang dimanifestasikan dalam berbagai ritual peribadatan. Nilai normatif yang terkandung dalam agama mengatur bagaimana cara seorang individu menafsirkan dan menanggapi segala suatu fenomena yang dihadapinya. Dapat diketahui bahwa agama dan masyarakat mengatur individu pada setiap sendi kehidupan manusia.
Namun dalam praktik beragama pada masa sekarang agaknya terlalu berlebihan. Bahkan hingga terjadi konflik yang berujung pada terjadinya peristiwa seperti bom bunuh diri, konflik antar etnis, hingga tindak kekerasan yang diyakini berasal dari ketaatan "ekstrem" dalam memahami ajaran-ajaran agamanya. Konflik yang terjadi ini banyak mengatas namakan Tuhan.Â
Tapi yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah apakah agama membenarkan tindak kekerasan dan bagaimana sebuah agama memandang tindak kekerasan yang dilakukan oleh suatu kelompok atau individu dengan mengatas namakan Tuhan? Lalu faktor apa saja yang menjadi pemicu terjadinya hal tersebut?
Konflik kerap kali terjadi di beberapa wilayah akhir-akhir ini, Indonesia juga tidak pernah luput dari terjadinya konflik. Konflik di Indonesia salah satu contohnya adalah konflik antar umat beragama. Masyarakat jatuh pada tindak kekerasan yang berujung terjadinya tingkah anarkis hanya karena perbedaan keyakinan yang menyebabkan masyarakat menganiaya bahkan sampai membunuh sesamanya. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa konflik memang akan selalu ada, baik antar individu maupun antar kelompok.
Konflik merupakan pertentangan antara satu individu dengan individu lain, atau antara satu kelompok dengan kelompok lain. Konflik juga bisa berdampak positif dan negatif. Dari sisi positifnya, konflik dapat memunculkan kompetisi yang sehat jadi orang-orang berupaya menjadi lebih baik lagi dari yang lainnya, konflik juga dapat menjadi awal sebuah perubahan sosial.Â
Sedangkan dari segi negatifnya, konflik dapat memunculkan perselisihan sengit dan permusuhan yang menganggu suasana antarkelompok di masyarakat. Konflik dapat menjadi intens jika ada pengeluaran energi dari pihak yang berkonflik.
Faktor pemicu konflik
Latar belakang terjadinya konflik yang berlarut-larut adalah bahwa konflik tersebut menjunjung tinggi perjuangan berkepanjangan oleh kelompok yang sering kali dilakukan dengan penuh kekerasan, dengan alasan seperti keamanan, pengakuan dan penerimaan, akses yang adil bagi institusi politik dan partisipasi ekonomi. Ada tiga hal yang menyebabkan konflik berkepanjangan adalah sebagai berikut:Â
Pertama, adanya persoalan komunal yang ditujukan pada kelompok-kelompok identitas tertentu seperti ras, agama, etnis, dan budaya.Â
Kedua, sumber utama dari terjadinya konflik yang berlarut-larut adalah terjadinya perampasan kebutuhan manusia yang dinilai sebagai hak dasar yakni keamanan, pengembangan (hak mencari nafkah), akses politik, dan identitas (ekspresi budaya dan religius). Serta adanya kegagalan negara dalam mengatasi masalah konflik yang berakibat memperumit kondisi konflik.Â
Ketiga, kuatnya peran negara sebagai faktor kritis yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar individu dan kelompok identitas. Ini di karena pemerintahan yang tidak mampu, picik, rapuh, dan otoriter sehingga gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Pandangan agama terhadap kekerasan yang mengatas namakan agama
Kekerasan agama sering kali bermula pada kondisi para pemeluknya dengan munculnya tafsir-tafsir dan asumsi yang dapat mempengaruhi kehidupan beragamanya. Keyakinan yang bertolak belakang dari klaim kebenaran tentunya mempengaruhi anggapan akan kebenaran yang ada pada dirinya sehingga merambat pada peniadaan kelompok keyakinan dan agama lain. Setiap agama apapun pasti tidak menghendaki yang namanya kekerasan. Kekerasan memang tidak dapat dibenarkan, karena kekerasan bersifat jahat, kriminal atau amoral.Â
Dalam Islam dikenal dengan jihad fi sabilillah atau perang suci yang terjadi antara Islam dan Kristen. Agama memiliki peranan untuk memberi sanksi moral terhadap penerapan kekerasan.
Kesimpulan
Maka dari itu, setiap orang yang beragama pastinya diajari untuk mengimani dan mencintai agamanya. Mencintai agama yang dianut merupakan hal yang wajar, namun harus diingat bahwa mencintai tidak seharusnya menghalalkan segala cara. Setiap agama pastinya mengajarkan kebaikan bukan kekerasan. Maka dari itu beragamalah sesuai dengan apa yang sudah diajarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H