Mohon tunggu...
Nailal Fahmi
Nailal Fahmi Mohon Tunggu... -

100 % Indonesian, 100% Moslem | Books: Mutiara (2017), Menulis Cinta dan Keyakinan (2015), Di Bawah Bendera Sarung (2014), Mencari Jalan Pulang (2014), Selangkah Menuju Surga (2013) Mata-mata (2012), Pintar Bahasa Inggris (2012), Badung Kesarung (2009)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ki Hadjar, Hakikat Pendidikan dan Merancang Jalan Kebahagiaan

18 Februari 2019   18:37 Diperbarui: 18 Februari 2019   18:45 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dan anda adalah guru Matematika."

Menteri pendidikan Finlandia mengatakan bahwa anak-anak murid di sana tidak diberikan PR agar mereka punya banyak waktu untuk mejadi anak-anak, untuk menikmati hidup karena mereka hanya punya waktu sedikit untuk menjadi anak-anak. 

Kepala Sekolah dari sekolah yang punya jam belajar paling sedikit di belahan Barat Bumi itu mengatakan bahwa otak peserta didik harus santai, karena jika murid hanya "belajar", "belajar" dan "belajar", maka mereka akan berhenti berpikir, dan itu pekerjaan yang tidak berguna. 

Anak-anak harusnya punya banyak waktu untuk melakukan hal-hal lain setelah sekolah, seperti bermain, berkumpul bersama keluarga, olah raga, bermain musik, membaca. Guru di negara dimana murid-muridnya mendapat nilai terbaik itu mengatakan bahwa nilai bukanlah tujuan utama, tapi memperoleh kebahagiaan. Orang dengan pemikiran pendidikan yang sempit akan kepayahan menerima konsep ini.

Finlandia percaya bahwa banyak hal yang bisa membuat bahagia karena kebahagiaan adalah sumberdaya yang tak terbatas. Ia ada dimana-mana dan berlimpah. Untuk menjadi bahagia kita tidak butuh merebutnya dari orang lain. Kita tidak perlu berebut kebahagian karena ia bukanlah kompetisi yang jika seseorang sudah dapat, maka orang lain akan kehilangan. 

Jika mereka menang maka kamu kalah. Tidak seperti itu. Bahagia bukan tentang mengambil semuanya dan tidak menyisakan untuk orang lain. Kita bisa menempuh cara masing-masing untuk bahagia.

Nilai tidak pernah menjadi tujuan utama pendidikan. Kecerdasan, banyaknya pengetahuan dan kepintaran bukan juga tujuan melainkan alat. Ki Hadjar menulis, "Pengetahuan, kepandaian janganlah dianggap maksud atau tujuan, tetapi alat, perkakas, lain tidak. 

Bunganya yang kelak akan jadi buah, itulah yang harus kita utamakan. Buahnya pendidikan yaitu matangnya jiwa, yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci dan manfaat bagi orang lain." Buah-buah pendidikan itulah yang jadi tujuan, menjadi hasil yang bisa dipetik dikemudian hari. 

Saya tidak mengatakan bahwa nilai tidak penting, tapi dalam 3 komponen proyeksi pendidikan abad 21, nilai tidak lagi menjadi sesuatu yang ada di atas kertas. 3 komponen tersebut adalah Karakter (yang bisa dibagi dua; Karakter Moral seperti iman, taqwa, jujur, rendah hati dll. dan Karakter Kinerja seperti ulet, kerjakeras, tangguh, tepat waktu dll.), Kompetensi (berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif), dan Literasi atau Keterbukaan Wawasan (wawasan baca, budaya, teknologi dan keuangan). 

Komponen-komponen tersebut terkadang tidak bisa dinilai dengan bentuk angka, tapi karya, portofolio dan pembuktian di kehidupan nyata. Ditambah lagi perkiraan World Economic Forum (WEF) bahwa 65% anak-anak SD saat ini akan bekerja di bidang yang belum ada sekarang. Jadi mengagung-agungkan nilai di atas kertas tidak akan relevan lagi pada masa yang akan datang.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa ijazah dan pendidikan formal tidak penting, profesi seperti dokter dan ustadz misalnya, memerlukan pendidikan formal yang jelas, membutuhkan ketersambungan sanad keilmuan yang sahih, namun marilah kita kembali fokus pada tujuan pendidikan, sehingga pemahaman dan rancangan pendidikan akan mengacu pada tujuan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun