'Apa, sih? Baperan amat, padahal cuma bercanda!'. Sebuah kalimat yang dianggap lumrah saat seseorang sedang marah. Apakah pantas hal tersebut dibenarkan sebagai sesuatu yang biasa?
      Perundungan adalah bentuk perilaku yang tidak menyenangkan baik secara fisik atau verbal. Kalimat atau candaan kasar yang melewati batas pun termasuk dalam bentuk perundungan. Jenis inilah yang sukar disadari oleh banyak orang di luar sana, seperti mempermalukan di depan umum, menuduh, memfitnah, menyoraki, menyebar gosip, dan bahkan memberi julukan semacam 'si kurus' atau 'si gendut'.
      Tuturan kasar yang kerap terdengar semasa SMP itu tidak akan bisa Bunga palingkan, si gadis yang mengalami perundungan secara verbal di sekolahnya. Menjadi cantik tak selalu mendatangkan hal elok, beauty privilege itu tidak selamanya benar. Bunga adalah gadis remaja yang memesona, sikapnya juga baik. Tapi sayang, hal tersebut malah melahirkan sebuah cedera hati yang menggurat selama masa sekolah.
      Hanya karena hal sepele Bunga mendapat banyak perkataan yang tidak pantas. Berawal dari masalah remaja pada umunya, tentang gebetan. Jeni, selaku pelaku perundungan, tidak terima jika si gebetan tidak menyukainya dan malah menyukai bunga. Akibat yang terjadi pun Bunga mendapat perbuatan yang tak pantas di kelasnya. Diejek, disindir, bahkan mendapat julukan yang kasar. Jeni menghasut seluruh teman sekelasnya untuk mulai mengabaikan Bunga.
      Saat itu, semangat belajar Bunga lambat laun menghilang tanpa niat memberi jejak, langkah kaki yang beranjak untuk berangkat sekolah terasa berat. Bunga selalu takut saat akan melangkah ke dalam kelasnya, berpikir, bagaimana ia bisa bertahan lagi hari ini? Setiap hari terasa mencekik, walau begitu Bunga masih tetap berusaha mempertahankan keberaniannya berangkat sekolah. Perundungan verbal itu terus terjadi hingga Bunga lulus.
      Keputusan Bunga untuk tetap diam tanpa melapor adalah hal yang kurang benar. Sikap yang seharusnya diambil Bunga, selaku korban, ialah dengan menghadapi pelaku secara tegas. Menghadapi secara tegas bukan berarti membalas dengan perkataan kasar, ya. Jika korban tidak sanggup bersikap tegas, maka korban harus segera menyingkir dan melaporkannya ke pihak ketiga. Dari sini sudah ada dua solusi yang bisa dilakukan korban perundungan, yakni mempertegas atau melaporkan. Tapi masih saja banyak korban yang diam saat dirundung. Padahal, perundungan yang dibiarkan begitu saja bisa mendorong pelaku untuk terus melanjutkan sikapnya. Lantas mengapa korban perundungan, seperti Bunga, tidak melapor dan malah tetap diam?
      "Saya tidak melapor pada guru atau pihak sekolah lainnya, namun orang tua saya sudah tahu. Saat itu kedua orang tua saya berencana mendatangi pelaku karena tidak terima, tapi segera saya hentikan. Ya, saya memang masih kepikiran dengan nasib pelaku jika ditangkap, kasihan," tutur Bunga pada wawancaranya.
      Selain berfokus pada korban, pelaku perundungan juga perlu kita berikan perhatian. Semacam melihat pelaku perundungan dari sudut pandang yang berbeda. Apa alasan pelaku melakukan perilaku perundungan? Kebanyakan pelaku perundungan memiliki masalah di lingkungan rumahnya. Mungkin hal itu yang menjadi salah satu faktor pelaku untuk melampiaskan amarahnya pada orang yang tidak bersalah. Hal itu pula yang membuat emosi pelaku tidak terkontrol hingga bisa membuat orang lain sakit hati. Namun, bukan berarti sikap perundungan dibenarkan. Pelaku perundungan harus mendapat hukuman setimpal atas apa yang dilakukannya.
      Di sisi lain, tidak semestinya korban dituntut untuk melaporkan tentang apa yang terjadi. Korban perundungan pasti memiliki tembok besar yang menghalanginya pergi melapor. Terkadang mereka takut, malu, atau diancam secara langsung oleh pelaku. Maka pihak ketiga yang memiliki peran penting dalam mencegah atau menghentikan bentuk perundungan. Seperti sekolah yang seharusnya lebih memusatkan perhatian terhadap pergaulan siswanya. Semacam menyediakan fasilitas konsultasi kepada siswa tiap bulan, memberikan edukasi terkait perundungan, dan menciptakan lingkungan positif dengan beberapa norma. Sekolah juga harus memberi tindakan tegas pada pelaku perundungan, lebih-lebih itu perundungan verbal yang jarang disadari orang.
      Orang terdekat korban pun punya peran penting demi mendukung korban perundungan. Bunga mengaku memiliki dua teman yang selalu mendukungnya semasa SMP sampai berhasil bertahan hingga kelulusan. Teman, sahabat, atau keluarga patut menjadi rumah bagi korban 'tuk bercerita. Mendorong korban pergi melapor, memberi dukungan sebanyak-banyaknya, sikap sederhana itulah yang bisa dilakukan orang terdekat korban.
      Banyak orang yang meremehkan dampak perundungan verbal karena tak tampak langsung dari luar. Mengutip berdasarkan hasil wawancara bersama Fariz, salah satu narasumber terkait isu anti perundungan, dampak dari perundungan jelas berpengaruh ke mental dan pola pikirnya. Seperti semakin takut bersosialisasi, menolak untuk mengenal hal baru, atau tidak mau keluar dari zona nyaman. Dari situ pula masa depan korban perundungan akan terganggu. Korban tanpa sadar membuat sudut pandang berbeda dari kebanyakan orang hingga berperilaku aneh. Memendam rasa marah tanpa melapor juga membuat korban memiliki dendam hingga amarahnya tak bisa dikontrol. Seperti dampak perundungan yang dialami Bunga, menjadi tidak percaya diri, pendiam, dan kesulitan bersosialisasi.