Tradisi tujuan hari raya yang dilaksanakan setalah berpuasa 30 hari dan biasanya dilakukan setelah sholat eid, dan mulai melakukan silaturahmi untuk bermaaf-maafan sesama umat manusia dan tak jarang adanya salam tempel yang dilakukan oleh sanak sodara, namun bagi perusahaan THR juga dilakukan sebelum cuti lebaran. Lalu bagaiaman kegiatan ini bermula?.
Awalnya, THR digagas Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi. Beliau adalah Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6. Skema kementerian ini diciptakan untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara melalui pemberian THR kepada PNS (pegawai negeri).Â
Tak disangka, program menteri ini menimbulkan kecemburuan sosial dan penolakan dari para pekerja yang tidak menerima THR. Mereka mengatakan bahwa mereka juga telah bekerja sangat keras namun situasi mereka tidak berubah dan mereka tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
Protes buruh berlanjut dengan pemogokan besar-besaran. Mereka meminta pemerintah memberikan tunjangan pada setiap akhir Ramadhan dan tidak hanya diberikan kepada aparatur sipil negara saja. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. 07/MEN/1990, ada dua jenis subkelompoknya.Â
Pengertian upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak rakyat pekerja ditentukan dan dibayar menurut perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan-undangan meliputi tunjangan bagi pekerja/karyawan dan keluarganya atas pekerjaan dan/atau jasa jasa yang telah atau akan dilakukan, selain gaji, untuk mengetahui bahwa ada merupakan pendapatan non gaji yang diterima pegawai, khususnya Tunjangan Cuti (THR).Â
Namun para buruh memprotes hal tersebut karena hanya diberikan kepada otoritas sipil yang kemudian melakukan protes pada bulan Februari 1952. Mereka menuntut agar harga THR tidak adil. Pegawai negeri terdiri dari bangsawan priyayi dan raden. lebih rendah.Â
Terakhir, Soekiman juga meminta perusahaan swasta memberikan THR kepada pekerja. Pasca kabinet Soekiman, tak ada lagi yang bisa menjelaskan kebijakan THR. Namun kebijakan tersebut tetap diterapkan, terbukti dengan masih adanya budaya THR hingga saat ini.Â
Baru pada tahun 1994 pemerintah mengeluarkan peraturan resmi mengenai THR. Saat itu, pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Peraturan Nomor 04 Tahun 1994 tentang THR Keagamaan bagi Pegawai di Perusahaan.
Pada tahun 2003, Peraturan ini dilengkapi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan ini mengatur bahwa pegawai yang bekerja lebih dari 3 bulan harus diberikan kompensasi.Â