Pendidikan sebagai proses pengemangan diri dalam membina umat manusia merupakan suatu bidang yang tidak ada habisnya untuk dikaji. Sebab, pendidikan merupakan aspek penting dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia. Hal ini terbukti dengan makin banyaknya instansi pendidikan yang bermunculan di dunia, tak terkecuali Indonesia.Â
Dilansir dari data kemendikbud, hingga tahun ini ada kurang lebih 300.000 sekolah bermunculan di Indonesia, meliputi sekolah negri maupun swasta. Hal ini sekaligus membuktikan betapa besar kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pendidikan. Fasilitas yang disediakan oleh sekolah-sekolah ini juga makin canggih, seiring perkembangan zaman. Kemajuan ini tentu tidak semulus yang dibayangkan. Perkembangan sekolah dari awal kemunculannya hingga sekarang, memiliki sejarah yang cukup menarik untuk dikaji.
Siapa sangka bahwa Islam memiliki peran besar dalam sejarah terbentuknya sekolah di Indonesia. Banyak artikel menyebutkan bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 melalui perantara walisongo.
Namun, nyatanya Indonesia sebenarnya sudah cukup akrab dengan Islam sejak sekian lama, yaitu pada abad ke-7 masehi, berkat para pedagang islam yang datang dari Gujarat, India. Indonesia sejak dulu memang terkenal akan rempah-rempahnya sehingga banyak menarik perhatian para pedagang dari berbagai belahan dunia. Hal itu juga yang menjadi salah satu alasan para penjajah untuk menguasai Indonesia.
Para pedagang muslim yang masuk ke Indonesia banyak yang memutuskan untuk menetap di Indonesia dan menikahi penduduk lokal. Mereka membentuk sebuah pemukiman islami di Indonesia, bahkan perlahan pemukiman itu berubah  menjadi sebuah kerajaan yang dinamai 'Kerajaan Samudra Pasai.' Kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1267 masehi ini terletak di Aceh.
Seorang petualang muslim asal Maroko, Ibu batutah dalam salah satu karyanya yang berjudul Rihlah ila al-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) menggambarkan Samudra Pasai sebagai sebuah negeri yang hijau dengan pelabuhan yang besar. Ia juga menyebutkan bahwa pada masa keemasannya, Samudra Pasai telah menjelma sebagai pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara. Hal ini sekaligus menjadi bukti betapa besar pengaruh islam bagi pendidikan di Indonesia.
Lembaga pendidikan di Samudra Pasai telah mencetak banyak ulama ternama. Kemudian, para ulama terbaik diutus oleh Malik al-Saleh, raja kerajaan Samudra Pasai ke pulau Jawa untuk menyebar-luaskan Islam. Merekalah yang pada akhirnya banyak disebut sebagai 'Walisobgo.'
Para ulama' ini bukan saja berjuang dalam mensyi'arkan islam, tapi juga berjuang untuk mencerdaskan umat dengan mengajari mereka ilmu agama. Para Ulama mulai mengajarkan ilmu agara yang mendasar seperti baca tulis al-Qur'an, lalu bertahap menuju pembelajan kitab-kitab klasik seperti: kitab fiqih, tasawuf dan  masih banyak lagi. Orang-orang terdahulu biasa menyebut hal ini dengan istilah 'ngaji.' Adapun tempat yang digunakan untuk ngaji biasa mereka sebut dengan 'Pesantren.'
Kata pesantren berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Ada juga yang menuturkan bahwa ia berasal dari bahasa India, yaitu sashtri yang berarti buku agama, dan pengethuan.
Kehadiran pesantren disambut dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Makin lama makin  banyak masyarakat yang berminat untuk menimba ilmu di pesantren, sehingga makin banyak pesantren bermunculan kala itu. Seiring perkembangan zaman, pesantren semakin berkembang baik dari segi jumlah, materi maupun sistem.Â
Menurut penelitian yang diadakan oleh Van Den Barg pada tahun 1885, sudah ada 300 jumlah pesantren yang dibangun kala itu. Bahkan, pada tahun 1920 beberapa pesantren di Jawa mulai memasukkan kurikulum pelajaran umum, tanpa menghapuskan pelajaran agama sedikit pun.
Kemudian pesantren memasukkan sistem madrasah. Melalui sistem ini, jenjang pendidikan mulai dibagi menjadi tiga, yaitu: madrasah, tsanawiyah, dan aliyah. Sistem madrasah ini mendorong pesantren hingga jumlahnya meningkat pesat. Pesantren-pesantren modern berkulikulum Kulliyyatul Mu'allimin al-Islamiyah mulai bermunculan, diawali dengan Pondok Modern Gontor. Â
Pesantren macam ini cukup unik karena mengalami penyetaraan dengan sekolah negri, sehingga para santrinya tidak perlu khawatir akan urusan ijazah walaupun tidak adanya ujian nasional di pesantren semacam ini. Sebab, untuk syarat kelulusannya sendiri, pesantri berkurikulum KMI memiliki kriteria tersendiri yang berbeda dengan sekolah negri lain.
Pesantren bukan hanya berfungsi sebagai sumber menimba ilmu saja, tapi juga menjadi tempat penghimpun kekuatan dalam melawan para penjajah di tanah air. Sebut saja  K.H. Zainal Musthafa dan Kiai Emas yang berjuang bersama para santrinya dalam melawan penjajah Jepang yang memeras para petani Sukamanah, Tasikmalaya. Zainal Mustofa merupakan pemuda yang cerdas dan pemberani.Â
Ia membangun pesantren Sukamanah ketika usianya masih menginjak 26 tahun. Eksistensinya bukan hanya dalam dunia pesantren saja, ia yang memang sejak awal mencurigai strategi penjajahan kolonial Jepang turut menghimpun santri-santrinya untuk melumpuhkan kekuatan Jepang. Â Â
Sejak dulu pesantren dikenal sebagai tempat pengajaran ilmu agama dan tradisi islam. Fungsi ini terus berkembang karena adanya tuntutan pembangunan di Indonesia yang mengharuskan pesantren terlibat di dalamnya. Berdasarkan uraian di atas, pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia serta besarnya jumlah santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan moral.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI