Mohon tunggu...
naila shorihah
naila shorihah Mohon Tunggu... -

fafiruilalloh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jean Paul Sartre

4 Desember 2013   07:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:21 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Eksistensial Manusia

Sartre merumuskan seluruh usaha filsafatnya dalam satu kalimat pendek, yaitu: “ merekonsiliasikan (mendamaikan) subjek dengan objek.” Usaha ini di dorong pengalaman fundamental Sartre tentang kebebasan (diri sebagai subjek) dan tentang benda (objek). Kedua pandangan ini, dalam pandangan sartre merupakan simbol kondisi manusia (yang disatu pihak) mengalami dirinya sebagai makhluk bebas, tapi (dilain pihak) selalu dihadapkan pada kuasa atau daya tarik benda.

Peranan fenomenologi dalam perkembangan pemikiran sartre

ada tiga periode yaitu:

1.Periode prafenomenologis

pada periode ini sartre menganggap manusia sebagai nafsu yang sia-sia dan gairah yang tidak berguna

2. Periode psikologi Fenomenologis

Pada periode psikologi fenomenologis, pendekatan dan inteprestasi Sartre atas masalah kebebasan dan Ada, bukan saja lebih “ilmiah” dan konkret, tetapi juga mulai bebas dari pesimisme yang muram dan pikiran yang masih diliputi kekaburan. Fenomenologi yang dipelajari Sartre selama belajar di Jerman (1933-1934), rupanya telah memberinya suatu permulaan baru, suatu permulaan berpikir yang dibayang-bayangi oleh filsafat dan psikologi tradisional.

3. Periode ontologi fenomenologis

Periode ini terbit mulai terbitnya ada dan tiada(L’etre et le neant) pada tahun 1943. Anak judul buku ini adalah “uraian tentang ontologi fundamental”, secara eksplisit menunjukan tema atau sasaran yang hendak diselidikinya. Sartre kini relatif lebih siap memecahkan persoalan tentang Ada dan kesadaran-bebas, dan menghubungkan kedua persoalan tersebut dalam suatu sintesis baru. Fenomenologis dipandang mampu menjalankan tugas itu. pada masa ini sartre menganggapa manusia sebagai suatu anugerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun