Konflik Eksistensial Manusia
Sartre merumuskan seluruh usaha filsafatnya dalam satu kalimat pendek, yaitu: “ merekonsiliasikan (mendamaikan) subjek dengan objek.” Usaha ini di dorong pengalaman fundamental Sartre tentang kebebasan (diri sebagai subjek) dan tentang benda (objek). Kedua pandangan ini, dalam pandangan sartre merupakan simbol kondisi manusia (yang disatu pihak) mengalami dirinya sebagai makhluk bebas, tapi (dilain pihak) selalu dihadapkan pada kuasa atau daya tarik benda.
Peranan fenomenologi dalam perkembangan pemikiran sartre
ada tiga periode yaitu:
1.Periode prafenomenologis
pada periode ini sartre menganggap manusia sebagai nafsu yang sia-sia dan gairah yang tidak berguna
2. Periode psikologi Fenomenologis
Pada periode psikologi fenomenologis, pendekatan dan inteprestasi Sartre atas masalah kebebasan dan Ada, bukan saja lebih “ilmiah” dan konkret, tetapi juga mulai bebas dari pesimisme yang muram dan pikiran yang masih diliputi kekaburan. Fenomenologi yang dipelajari Sartre selama belajar di Jerman (1933-1934), rupanya telah memberinya suatu permulaan baru, suatu permulaan berpikir yang dibayang-bayangi oleh filsafat dan psikologi tradisional.
3. Periode ontologi fenomenologis
Periode ini terbit mulai terbitnya ada dan tiada(L’etre et le neant) pada tahun 1943. Anak judul buku ini adalah “uraian tentang ontologi fundamental”, secara eksplisit menunjukan tema atau sasaran yang hendak diselidikinya. Sartre kini relatif lebih siap memecahkan persoalan tentang Ada dan kesadaran-bebas, dan menghubungkan kedua persoalan tersebut dalam suatu sintesis baru. Fenomenologis dipandang mampu menjalankan tugas itu. pada masa ini sartre menganggapa manusia sebagai suatu anugerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H