Mohon tunggu...
Aditya RY
Aditya RY Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Identitas Dalam Ruang Maya

17 Mei 2016   20:29 Diperbarui: 17 Mei 2016   20:29 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap individu memilki kemampuan tanpa batas untuk mengkreasikan siapa dirinya di dunia cyber dan hasil kreasi itulah yang nantinya akan mewakili individu dalam memainkan perannya serta berinteraksi di internet. Pilihan untuk membuka identitasnya secara jujur dengan pilihan untuk membuat identitas palsu merupakan pilihan yang bisa diambil. MUD atauMulti-User Dungeons atau bisa juga Multi-Usser Dimensions (Stone,1995:68-70; Turkle, 1995:11-14) secara terminologi dapat diartikan sebagai sebuah program komputer yang diatur sedemikian rupa, sehingga dapat diakses oleh beragam user dalam satu waktu secara bersamaan. Yang diperlukan dalam MUD, misalnya, hanyalah melakukan koneksi ke situs, memilih nama, memilih gender, dan menuliskan deskripsi pribadi. MUD tidak mensyaratkan siapapun untuk menaruh nama aslinya agar ia bisa memiliki sebuah akun.

Ketika individu telah melakukan identifikasi diri di dalam MUD, seperti memilih username dan password, maka identitas itulah pada akhirnya melahirkan individu virtual bersamaan dengan atribut-atribut yang melekat dengannya. Artinya, setiap individu baru bisa mengakses individu virtualnya apabila ia menggunakan identifikasi username dan password yang sama. Fenomena inilah yang menurut Tim Jordan (1999, 62-87) dikatakan sebagai tiga elemen dasar kekuatan individu di dunia cyber, yaitu identity fluidity,renovated hierarchies,daninformation as reality.Identity fluiditybermakna sebuah proses pembentukan identitas secara online atau virtual dan identitas yang terbentuk tidaklah mesti sama atau mendekati dengan identitasnya di dunia nyata (offline identities).Renovated hierarchiesadalah proses dimana hirarki-hirarki yang terjadi di dunia nyata (offline hierarchies) direka bentuk kembali menjadi online hierarchies. Sedangkaninformation as realityadalah hasil akhir dari identity fluiditydanrenovated hierarchies, inilah yang selanjutnya menjadi informational space, yakni infromasi yang menggambarkan realita yang hanya berlaku di dunia virtual.

Saat melakukan aktivitas-aktivitas tersebut didalam cyberspace, setiap dari akun saling berinteraksi, bekomunikasi, berekspresi. Hal inilah ketika setiap akun membangun jaringan, membuat pertemanan, dan pada akhirnya mengkespresikan perasaannya secara virtual dalam proses komunikasi, individu didalam MUD bertemu dengan individu lain, melakukan aktivitas virtual secara bersamaan, mengungkapkan perasaan terhadap individu lain, bahkan dalam kondisi tertentu melakukan pernikahan virtual. Keberdaan tubuh menjadi sesuatu yang bisa dikreasikan oleh siapapun di dalam MUD, berbeda dengan dunia nyata dimana kita tidak bisa memilih dilahirkan sebagai wanita atau pria, berkulit putih atau hitam, dan sebagainya.

Jika berbicara mengenai cyberspace,maka hal-hal mengenai realitas menjadi penting. Pemahaman mengenai realitas menjadi kabur, terambiguisasi dan tidak dapat dengan mudah dibedakan lagi. Seperti halnya yang terjadi bagi para mistikus, justru realitas kebertubuhan manusialah yang sifatnya virtual. Hal-hal mengenai kebenaran realitas sendiri terus berkembang sebab perluasan wawasan manusia yang tanpa henti. Sisi lainya, kebenaran itu bertentangan antara rumusan dogmatik dengan pengalaman pribadi yang terus berkembang.

“Apakah realitas itu? apakah yang disebut real? apakah yang real itu yang dapat ditangkap oleh indra (sense)? sementara, yang tidak dapat ditangkap oleh indra adalah nonreal? Apakah realitas itu bersifat fisik (physical)? Sementara yang bersifat nonfisik atau melampaui fisik (metaphysics) diangga tidak nyata?  Apakah realitas itu bersifat objektif, sementara yang tidak mempunyai kualitas objek(metafisis) tidak disebut realitas?” (Yasraf Amir Piliang, “Posrealitas”)

Yasraf memberikan pertanyaan yang timbul didalam telaah filsafat terdahulu yang juga berkaitan erat dengan budaya cyberyang berkembang pesat pada masa sekarang. Hegel, seorang filosof pada era masa itu juga berpendapat, “Yang nyata adalah yang Rasional. Dan yang rasional adalah yang nyata.”. Hal-hal mengenai pemahaman realitas menjadi penting sebab budaya cyber serta ruang cyberspace terus berkembang. Dalam hal ini yaitu virtual identity adalah tentang bagaimana perlunya kita peka terhadap realitas masing-masing individu mengenai pembentuk karakter virtual adalah individu yang nyata dan tidak dapat dicampur kedalam dunia imajiner/halusinasi, dan begitu pula sebaliknya.

Salah satu kasus identitas virtual yang kerap terjadi didalam cyberspace adalah “anonimitas” atau “tanpa nama” dapat dikatakan “sebuah identitas tanpa identitas”. Anonymitas didalam cyberspace merupakan hal yang lumrah terjadi ketika kebebasan berpendapat dan berekspresi dimudahkan. Berbicara mengenai sebab munculnya karakter anonymous adalah tentang identitas virtual yang secara psikologis membawa berbagai dampak, misalnya hilangnya keseganan, ketakutan, dan keterikatan seseorang individu terhadap belenggu sosial yang ada di dunia nyata. Kesempatan ini memungkinkan seorang individu yang didunia nyata tersisih dan termarjinalkan atau pun terkotak-kotak oleh dinding semu karena sistem pola pikir status sosial maupun hal-hal lain.

Pepatah lama mengatakan “Berikan topeng pada seseorang, maka dia akan menjadi dirinya sendiri”. Sejatinya setiap dari diri manusia memiliki keterbatasan/kekangan yang sejak saat dilahirkan setiap manusia sudah terjerat didalamnya. Namun keber-ada-an ruang baru berupa cyberspace menjadi tempat dimana setiap manusia dapat berekspresi sebebas mungkin. “On the telephone line, I am anyone, I am anything I wanna be...”Cuplikan lirik didalam lagu Savage Garden. Menjelaskan mengenai pemahaman manusia mengenai kebebasan menjadi siapa saja dalam ruang cyber. Kebutuhan manusia tercukupi didalam ruang yang lain.

Meskipun begitu kebebasan individu didalam cyberspace tetap diatur oleh UU mengenai dunia cyber, etika dalam bersosial di dalam dunia cyber, dan juga dalam setiap individu untuk dapat menyaring dan menjadi manusia di dalam kelompok. Hal tersebut ada untuk mengontrol lingkup masyarakat yang beragam serta berbeda-beda untuk agar saling menghormati dan menghargai.

you-create-your-own-reality-pos0176-large-400x400-imae6czyg8gsxktr-573b1c60f592731b099df14c.jpeg
you-create-your-own-reality-pos0176-large-400x400-imae6czyg8gsxktr-573b1c60f592731b099df14c.jpeg
Kesimpulan

Cyberspace memberikan kesempatan yang luas bagi pelaku/pengguna untuk memaksimalkan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Pengguna bisa memaksimalkan vitur-vitur di dalam dunia cyber untuk memanfaatkan strategi-strategi presentasi diri yang ada. Interaksi didalam cyberspace yang ada membuat fase perkenalan dan pertemanan menjadi semakin dinamis. Begitu pula dengan karakteristik beberapa media sosial yang mampu membuat presentasi diri  berjalan semakin dinamis dan kontinu. Disamping itu, virtual identity juga bisa dimaknai sebagai sebuah upaya revitalisasi atau eksperimen terhadap identitas pengguna dengan ruang sosial. Kajian-kajian presentasi diri tidak hanya tertutup pada level individu tetapi juga pada level keompok atau institusi secara global. Identitas didalam cyberspace merupakan identitas maya yang nyata, dimana hal tersebut memiliki berbagai kemungkinan jika disatupadukan dengan dunia nyata. Oleh karena itu kita sebagai individu pengguna cyberspace memiliki tanggung jawab untuk menyaring informasi yang terdapat didalam cyberspace.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun