Mohon tunggu...
Ahmad Nahrowi
Ahmad Nahrowi Mohon Tunggu... Jurnalis - Santri, Proletar

Pegiat Jurnalisme Pesantren

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kalau Saja

22 Februari 2020   09:31 Diperbarui: 22 Februari 2020   09:31 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dan di hari ini adalah waktunya. Aku melangkah pelan menyusuri koridor sekolah. Dalam benakku saat ini, yang terfikirkan adalah caraku untuk 

menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang mengusik hatiku. Pernyataan yang aku sendiri tak tahu apa itu. Aku memasuki ruangan yang menjadi tempatku mengerjakan soal-soal ujian nasional. Setelah tiga puluh menit, dua orang pengawas memasuki ruanganku dan mulai membagikan soal. 

Aku masih tetap tenang, aku hanya terus diam tanpa melakukan sesuatu, termasuk menulis namaku di lempir jawaban. Setelah satu jam berlangsung, aku masih tetap sama saja. Sekarang hanya tinggal tiga puluh menit. Dan lempiran kertas jawabannku masih saja kosong. Aku terlalu malas untuk sekedar membaca soal-soal di hadapanku, terlebih menggoreskan setitik tinta di kertas jawabaknu ini.

Sekarang adalah waktu untuk mengumpulkan kertas jawaban soal ujian nasional. Salah seorang pengawas meminta kami untuk meninggalkan kelas lebih dulu. Dan aku meninggalkan kelas tanpa memikirkan bagaimana nasib lembaran jawabanku itu.

Hari ini adalah hari terakhirku mengikuti ujian nasional. Setelah sarapan aku menuju sekolah. Aku tak mempedulikan bagaimana buruknya hari-hariku yang telah aku lewati dengan sangat lelah. Yang terpenting adalah aku dapat mnemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku ini, pertanyaan yang membuatku gekisah beberapa minggu dan memaksaku harus menemukann jawaban itu secepatnya.

Soal ujian nasional kali ini sama saja, membosankan! Lebih mengesankan pertanyaan dalam hatiku. Pertanyaan yang tak mampu aku jawab hingga sekarang. 

Aku juga masih belum ingin menyentuh soal-soal dalam lempiran di hadapanku ini. Aku masih tetap memikiran cara untuk menemukan jawaban bagi pertanyaan dalam hatiku itu. Hingga waktu berakhir aku masih saja sama, tak menoleh kearah lempiran soal maupun jawabannya. Hingga akhirnya aku berpisah dengannya.

Dan saat ini, aku disini bersama kedua orangtuaku. Kami mneunggu hasil ujian yang satu bulan lalu aku tempuh. Di halaman sekolah aku melihat raut wajah bapakku biasa-biasa saja, tidak seperti bapak siswa-siswa yang lain. Hingga seorang mempersilahkan kepala sekolahku untuk membacakan pengumuman hasil dari ujian kemaren.

"Ada yang benar-benar membuat Saya bangga juga kecewa dengan hasil ujian nasional kali ini. Ada 4 siswa yang dinyatakan tidak bisa lulus SMA. Dengan sangat menyesal mereka adalah Heru Sahputra kelas XII B- IPS, Luqman Hakim kelas XII F- IPS, Raden Satryo kelas XII C-Bahasa, dan yang terakhir adalah, Firzanadla Bhanu kelas XII A-IPA." 

Sejenak suasana hening, aku masih belum tahu maksudnya apa, hinga aku melihat mata bapak dan ibuku berderai air mata. Aku kini kembali menjadi pusat perhatian banyak orang, bukan lagi karena aku mendapat predikat siswa berprestasi atau prestasi yang lain, namun karena aku si siswa berprestasi yang tidak bisa lulus ujian nasional. Aku menatap kearah banyak orang, mereka membalas tatapaku ragu. Ada raut tak percaya disana.

Sekarang di halaman sekolah ini tak lagi seramai hari sekolahku biasanya. Aku menatap ke arah gedung sekolah, sebuah papan besar bertulisakan "SMA Cendekia" terpapar disana. Aku ragu untuk megucap, aku ragu untuk mendengar saat ini. Hingga lalu tiba-tiba saja ada sebuah ilham di fikiranku. Sebuah jawaban yang sekarang dapat aku temukan. Jawaban dari pertanyaan dihatiku, jawaban yang mnegusikku selama berbulan-bulan. Ya, jawaban itu yang aku harapkan. Dan itu adalah

"Karena terlalu fokus dengan satu hal, Aku harus kehilangan banyak hal yang telah Aku miliki!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun