Di balik gemerlap kehidupan perkotaan dan laju kemajuan teknologi, terdapat bayangan gelap yang menimpa anak-anak Indonesia. Mereka adalah para korban eksploitasi, terperangkap dalam jaring-jaring kejahatan yang merenggut masa depan mereka. Di tengah kemajuan media sosial, kasus prostitusi anak di bawah umur menjadi nyata dan semakin menyebar, memicu keprihatinan mendalam terhadap masa depan generasi penerus bangsa. Kasus yang terjadi baru-baru ini misalnya, (dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID) Pada tanggal 14 September 2023, Polda Metro Jaya berhasil menangkap seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun) yang merupakan muncikari dalam kasus prostitusi anak di bawah umur dan perdagangan orang melalui media sosial. Dua anak, yaitu SM (14 tahun) dan DO (15 tahun), terjerat dalam kasus ini setelah mengenal pelaku melalui jaringan pergaulan. SM beralasan melakukan pekerjaan ini untuk membantu neneknya dengan janji mendapatkan uang sebesar Rp 6 juta, sedangkan DO dipekerjakan pertama kali dengan janji mendapatkan Rp 1 juta. Selain kedua korban ini, terdapat dugaan eksploitasi seksual terhadap 21 orang anak lainnya melalui media sosial. Pelaku FEA menetapkan tarif Rp 7 hingga Rp 8 juta per jam untuk perempuan perawan dan Rp 1,5 juta per jam untuk nonperawan.
Kasus eksploitasi anak-anak ini bukan hanya terjadi yang bersifat seksual saja, melainkan masalah ekonomi atau keuangan. Dilansir dari detik.com seperti terjadi pada dua panti asuhan di Kota Medan. Panti Asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya di Jalan Pelita memiliki 26 korban, sementara Panti Asuhan Karya Putra Tunggal Anak Indonesia di Jalan Rinte memiliki 15 korban. Keduanya melakukan eksploitasi dengan mendirikan yayasan panti tanpa izin resmi serta memanfaatkan anak melalui media sosial guna mendapatkan keuntungan pribadi. Diduga terdapat keterkaitan antara panti di Jalan Pelita dan Jalan Rinte. Pengelola panti di Jalan Pelita, Zamanueli Zebua atau ZZ, telah ditetapkan sebagai tersangka karena mengeksploitasi anak.
Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda menjelaskan "ZZ ditetapkan jadi tersangka karena melakukan eksploitasi secara ekonomi untuk kepentingan pribadi. ZZ ini mengelola panti itu bersama istrinya. Status panti ini juga tidak ada izinnya," Rabu (20/9). Ia menuturkan ada 26 anak yang diasuh di panti tersebut. Ada pun 4 anak masih berusia bayi dan anak lainnya ada yang duduk di bangku SD dan SMP.
Dari hasil interogasi, ZZ mengaku panti itu sudah beroperasi sejak awal tahun 2023. Namun baru 4 bulan terakhir ZZ gencar melakukan eksploitasi melalui media sosial TikTok.
"Itu satu bulan bisa Rp 20 juta - Rp 50 juta yang didapatnya. Jadi, anak-anak ini pada momen tertentu, disyuting agar bisa menggugah hati netizen untuk memberikan donasi," sebutnya.
"Dari itu, dia meminta semacam donasi dan itu berdatangan. Bahkan tidak hanya dari Indonesia tapi juga dari luar negeri," sambungnya.
Eksploitasi anak merupakan salah satu di antara banyak fenomena yang mengkhawatirkan di Indonesia. Dari kasus-kasus seperti prostitusi anak di bawah umur hingga kasus eksploitasi melalui media sosial, anak-anak Indonesia terus menjadi korban dari berbagai bentuk eksploitasi yang mengancam masa depan mereka. Faktor-faktor kompleks seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan ketidakstabilan sosial ekonomi, menjadi pemicu utama terjadinya eksploitasi. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak anak dan terbatasnya akses terhadap perlindungan hukum memperburuk situasi ini. Sehingga eksploitasi anak memiliki potensi besar akan terus terjadi dengan berbagai mekanisme, termasuk cara haram demi mendapatkan keuntungan.
Realitas eksploitasi anak menunjukkan betapa pentingnya perlindungan terhadap anak-anak di Indonesia. Keamanan anak seharusnya menjadi prioritas utama dari negara. Kegagalan dalam memberikan kesejahteraan dan keamanan terhadap anak-anak mencerminkan adanya permasalahan dalam sistem perlindungan anak. Masalah ini muncul sebagai akibat penerapan sistem Kapitalis-Sekuler. Di dalam sistem ini, baik orang tua, masyarakat, juga negara disibukkan mengejar materi demi kepuasan jasad, sehingga mereka pun lalai menjalankan tanggungjawab memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak-anak. Negeri dengan mayoritas penduduknya muslim ini lupa menjalankan perannya sebagai mamusia sesuai dengan keyakinannya, seperti apa yang disampaikan Allah SWT dalam firman-Nya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat [51]:56)
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan upaya yang sistemik. Berbeda dengan sistem Kapitalis-Sekuler, sistem Islam memiliki mekanisme secara sistemis untuk melindungi anak.