Mohon tunggu...
Nahla Fauza
Nahla Fauza Mohon Tunggu... -

Perempuan berpena

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

My Love for My Life

22 September 2012   06:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:00 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

A

ku merasakan HPku bergetar dalam tasku saat kuliah masih berlangsung. Diam-diam aku membuka pesansingkat itu. “Bayu?”

“Selesai kuliah ntar pulangnya sama aku aja. Nanti tak kenalin sama seseorang yang bisa ngajarin kamu”

Aku bingung dengan isi sms dari Bayu itu. “Mengenalkan siapa? Nagajarin apa?”. Aku membalas sms itu singkat.

“Maksudnya?”

Tak lama kemudian balasan dari Bayu datang.

“Katanya pengen kenal sama orang yang bisa bimbing dan ngajarin agama sama kamu.”

Aku baru ngeh sekarang.

“Trus kalo aku bareng sama kamu mobilku gimana? Trus Fira? Apa aku ajak juga?”

Sedikit lama menunggu baru ada balasan masuk.

“Aku gak bawa motor. Jadi pake mobil kamu aja. Mendingan cari alasan biar dia gak ikut. Ini kan Cuma kita berdua yang tau. Nanti malah banyak yang ngomongin kita kalo terlalu banyak yang tau. Nanti aku tunggu di warung tenda depan kampus aja. Kamu jemput aku disitu.”

“Nes, smsan sama siapa sih?”

“Oh, enggak. Ini tadi sama Bunda. Disuruh cepat pulang nanti.”

“Terus aku?”

“Kamu naik taksi gak apa-apa kan Fir? Maaf.”

“Ok, deh. Tapi jangan smsan terusn ntar Pak Teguh bisa ngamuk-ngamuk.”

“He’em.”

Aku lega karena sepertinya Fira tidak curiga tentang kebohonganku. Aku mengalihkan pandanganku pada Bayu. Sekali lagi hati berdesir melihat makhluk Tuhan yang satu itu.

“Bayu…Bayu… kenapa sih kamu baik banget sama aku? Aku jadi semakin sadar kalo aku memang mulai suka sama kamu. Tapi kenapa kamu gak membingungkanku. Susah banget nebak perasaan kamu.” Aku tersenyum sendiri setelah menyadari bahwa aku benar-benar jatuh cinta pada Bayu.

▪▪▪

Aku menghentikan mobil di depan warung tenda tempat janjianku dengan Bayu. Bayu segera masuk dan duduk di belakang setir dan aku pindah ke sampingnya.

“Kita mau kemana nih?” Tanyaku saat Bayu mulai menjalankan mobil.

“Ke rumahku.” Jawabnya singkat.

“Emang orang itu tetanggamu?”

“Ya… kita liat nanti aja ya.” Kata Bayu meninggalkan penasaran dalam benakku dan tersenyum. Aku hanya membalas senyumnya sekilas.

“Nes,”

“Ya?”

“Kita ini aneh ya?”

“Aneh kenapa?” aku memiringkan posisi dudukku menghadap Bayu.

“Kalo di depan anak-anak kayak kaku gitu. Pake gue-elu segala. Tapi kalo udah ngomong berdua jadi aku-kamu gini.”

“Ye….. yang aneh ya kamu. Kan kamu yang mulai Bay. Hehehe…..”

“Tapi kamu juga ngikutin kan?”

“Iya ya?” aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.

Bayu kembali konsentrasi pada kemudinya.Kami berdua terjebak dalam diam. Hening beberapa saat sampai akhirnya Bayu kembali membuka suara.

“Nes, gimana orang tuamu?”

“Ya, belum ada perkembangan Bay. Ayah malah nggak pulang. Bunda memang tetap di rumah. Paling hanya ke butik. Tapi dia lebih diam belakangan ini.”

“Tapi belum ada keputusan cerai kan?”

“Belum. Dan aku harap tidak akan ada keputusan itu. Aku Cuma berharap kata-kata itu keluar karena Ayah dan Bunda sedang emosi sesaat saja.”

“Semoga semuanya baik-baik saja.”

“Aku juga selalu berharap seperti itu.”

“Terus berdoa ya setelah sholat dan kapan saja kamu sempat. Selain it uterus berusaha biar orang tuamu gak bercerai. hal yang paling berat bagi suami-istri untuk bercerai hanya masalah anak. Mungkin kamu akan bisa menjadi alasan mereka untuk terus bisa bersama.”

“Iya. Semoga aku bisa.” Aku tersenyum. “Ngomong-ngomong kamu dewasa sekali ya menyikapi masalah seperti ini.”

“Aku sudah pernah mengalaminya Nes.”

“Maksudmu?”

“Aku juga korban perceraian orang tuaku.” Aku terperanjat mendengar penuturan Bayu.

“Maksud kamu orang tuamu juga bercerai?”

“Ya. Bahkan sejak aku masih kelas satu SMA dulu. Kalau masalah keluargamu adalah wanita lain yang menggoda Ayahmu. Sedangkan masalah keluargaku adalah Ibuku yang menyukai suami orang lain. Aku dan adikku juga sudah memperingatkan Ibu tentang kesalahannya. Tapi Ibuku adalah orang yang keras. Dia sebenarnya baik hati. Tapi cinta terlarang Ibuku pada pengusaha itu membutakannya.”

“Apa pengusaha itu juga menyukai Ibumu?”

“Aku tak tau pasti. Tapi yang jelas dulu pengusaha itu masih bisa bertahan dengan kesetiaannya. Apalagi pengusaha itu dulu hanya sebentar di Bandung. Lalu sekarang dia kembali ke kota asalnya. Tapi ternyata itu tidak membuat Ibuku bisa melupakannya. Ibuku tetap meminta cerai dan sekarang ia mencari lelaki yang dicintainya itu sampai akhirnya luluh oleh perhatian ibuku.” Pandangan mata Bayu menerawang.

“Sekarang bagaimana dengan Ayahmu?”

“Ayahku orang yang paling sabar. Dia masih tetap mencintai Ibuku walaupun Ibuku telah berpaling. Tapi dia tetap menuruti permintaan ibuku untuk bercerai.”

“Kenapa?”

“Karena percuma hidup seraumah tapi hatinya berlabuh ke pulau lain Nes.”

“Apa sekarang kamu membenci ibumu Bay?”

“Enggak lah Nes. Kalo aku benci Ibuku, sama aja aku benci diriku sendiri. Dia yang melahirkan kita. Lagipula dalam Islam kita harus tetap menghargai dan menyayangi seorang Ibu meski bagaimanapun dia. Hanya saja sekarang ada yang membuatku sedikit terbebani.”

“Apa?”

“Adikku seorang perempuan Nes. Aku takut dia yang akan menerima kara dari semua ini. Selain itu aku juga memikirkan bagaimana jadinya keluarga pengusaha itu setelah kehadiran ibuku yang tiba-tiba mengusik keharmonisan keluarganya.”

“Ya, semoga saja adikmu nanti akan mendapatkan suami yang baik yang tidak mudah tergoda oleh rayuan wanita lain. Tidak seperti Ayahku.” Pandanganku menerawang. Aku sama sekali tak memperhatikan ada yang berubah dari air muka Bayu saat ini.

▪▪▪

“Ini rumahku Nes. Silahkan masuk.”

Aku kini menginjakkan kaki di sebuah rumah yang cukup nyaman. Memang besarnya tak sebesar rumahku. Tapi rumah ini rapid an asri. Pagarnya tidak terlalu tinggi sehingga tidak berkesan angkuh. Di bagian depan terdapat Taman kecil yang pinggirannya ditanami tanaman lidah mertua. Ada juga empat pohon palem botol yang tertata acak tapi tetap indah. Di samping-samping sisi taman juga tertanam banyak sekali mawar yang berwarna-warni. Mulai dari mawar merah, putih dan juga mawar kuning. Di bagian tengah ada kolan kecil yang tengahnya memancar air mancur yang memancarkan kesejukan. Beberapa bunga teratai juga mengisi kolam kecil itu

Memasuki rumah mata akan dimanjakan dengan berbagai pajangan khas pulau dewata dan juga lukisan-lukisan bergaya Arab. Rumah ini juga sangat bersih dan rapi. Di dekt pintu masuk juga terpajang beberapa tanaman gantung yang indah. Sejuk, hangat dan nyaman.

“Duduk dulu Nes. Aku panggilkan adik dan Ayahku..”

Aku mengangguk lalu duduk di sebuah kursi yang berhiaskan ukiran bunga-bunga yang indah. Aku melihat ke seluruh ruangan. Tidak ada satu foto pun yang terpajang disana.

Sesaat kemudian muncul Bayu bersama seorang gadis manis. Sepertinya usianya masih 2 atau 3 tahun dibawahku. Kulitnya putih, tinggi dan berjilbab. Sangat anggun.

“Nes, kenalin. Ini Niswah. Nis ini temen kakak namanya Anes.”

“Hai, Anes.” Katku menjabat tangan Niswah.

“Niswah Mbak.” Dia menjabat tanganku lembut. “Jadi ini yang sering diceritakan mas Bayu.”

“Hah? Bayu cerita tentang aku?” kataku sambil bergantian memandang Niswah dan Bayu.

“Niswah……” kata Bayu sedikit memelototi adiknya. “Gak usah didengerin Nes. Niswah emang gitu.”

“Tapi kok kamu pake melototin Niswah begitu? Jangan-jangan kamu suka ngomongin jelek-jelek ya tentang aku?”

“Enggak kok mbak. Mas Bayu sering cerita tentang mbak Anes tapi bukan yang jelek-jelek kok. Semuanya baik.” Kata Niswah lembut.

“Cerita apa aja Nis?”

“Mbak Anes itu baik, kuat, gak cengeng pokoknya yang baik-baik deh mbak” senyum Niswah terkembang manis sekali.

“Udah-udah, Nis mbak Anes diajak sholat dulu sana.”

“Ayo mbak sholat di kamar Niswah. Nanti pake mukenahnya Niswah.”

“He’em.” Aku mengikuti Niswah ke kamarnya.

Kamar Niswah bernuansa biru muda. Di atas tempat tidur terdapat kaligrafi arab yang bagus sekali. Lalu di samping tempat tidurnya ada meja belajar yang ditata sangat rapi. Ada tiga buah foto dipajang di dinding kamar Niswah. Sebuah foto keluarga yang diletakkan paling tengah. Ada Bayu, Niswah dan juga Ayahnya ditengah. Tapi aku sama sekali tidak menemukan foto ibunya. Di sebelah kiri foto itu ada foto Niswah dan Bayu memakai kebaya dan jas. Disitu Bayu terlihat gagah sekali. Foto yang satu lagi Niswah sendiri sedang membawa piala dan berkalung sebuah medali di lehernya yang jenjang.

“Mbak wudlu dulu di kamar mandi ya. Tuh disebelah kamar Niswah kamar mandinya.”

Aku beranjak menuju kamar mandi yang dimaksud Niswah. Aku segera mengambil air wudlu dan saat aku selesai dan keluar dari kamar mandi, aku berpapasan dengan seorang laki-laki seumuran dengan Ayah. Dia tersenyum ramah.

“Temannya Bayu ya?” sapanya.

“Iya Om.” Kataku sembari memberikan senyuman hangat.

“Ya, mau sholat Nak?”

“Iya Pak. Ini baru saja selesai berwudlu. Permisi ya Om, saya sholat dulu.”

“Silahkan. Jangan sungkan ya.” Kata Ayah Bayu sambil lalu.

Saat aku masuk ke dalam kamar Niswah lagi aku mendapati dia melepas kerudungnya. Rambutnya indah. Panjang dan sedikit bergelombang tapi begitu hitam. Cantik sekali.

“Ini mbak mukenahnya. Niswah udah sholat. Jadi Niswah tinggal nunggu mbak aja.”

Aku mengangguk pelan. Masih terkesima melihat betapa anggun dan cantiknya adik Bayu ini. Aku mendirikan empat rakaat dzuhurku. Dan di akhir doa aku kembali memohon keutuhan keluargaku dan juga keluarga Bayu. aneh memang. Tapi dalam hati aku hanya simpati pada cerita tentang keluarga Bayu. Apalagi melihat secara langsung kehangatan di dalamnya. Rasanya tak pantas jika keluarga sebaik ini harus mendapat cobaan seberat itu.

“Sudah mbak? Kelihatannya tadi berdoanya serius sekali?” sennyum Niswah kembali terkembang. Mungkin dia memang hobi tersenyum setiap kali ngobrol dengan orang lain.

“Ya harus serius, kalo doanya gak serius ntar dikira Tuhan lagi bercanda lagi.hehe….”

“Ah, mbak Anes ini bisa aja.”

“Nis, kamu cantik kalo gak pake jilbab gitu? Rambut kamu bagus. Kenapa ditutupin pake jilbab?”

Niswah tersenyum simpul sebelum menjawab pertanyaanku.

“Memang menurut mbak keindahan itu harus diperlihatkan?”

“Ya, bisa diperlihatkan tapi juga mesti di jaga.”

“Lebih penting di jaga atau di pelihatkan?”

“Di jaga dulu lah biar kalo dilihat orang itu lebih bagus lagi.”

“Nah, Niswah tidak mau memperlihatkan keindahan itu tapi Niswah pengen menjaga keindahan itu.”

Aku diam sejenak. Berusaha mencerna setiap kata-kata yang Niswah sampaikan. Tapi aku sama sekali tak paham arti kata manjaga itu.

“Mbak belum faham Nis?”

“Gini deh mbak. Umpamakan kalao wanita itu diibaratkan sebagai buah yang di jual di pasar. Nah, ada buah yang di pasar-pasar tradisional ada buah di toko buah. Yang di pasar kan jualannya pakai keranjang dan buahnya juga asal titaruh gitu aja sehingga banyak yang kemudian busuk. Beda dengan buah yag di jual ti toko semisal istana buah. Buah yang di jual itu beda dengan buah yang akan dicoba sebagai sample kan? Selain itu juga pembeli akan diberi buah yang sudan diberi kemasan sehinggan buah akan tetap segar. Perempuan juga seperti itu mbak. Niswah pengen jadi perempuan yang terhormat. Dijaga seperti buah di istana buah bukan yang mudah busuk seperti yang ada pasasr-pasar.”

Aku mengangguk-angguk paham. Aku menyelami dalam diriku setiap kata yang Niswah katakan padaku. Lalu ku kaitkan semua itu dengan diriku. Aku selama ini tak pernah mengerti bagaimana makna hidup yang pasti. Aku hidup dengan hanya mengenal kata senang. Tanpa aku tahu bagaimana agar hidup senang. Bahkan kata tenang pun baru aku rasakan saat aku bertemu dengan Bayu yang menyadarkanku bahwa aku tak boleh hanyabersyukur ketika nikmat yang datang tapi juga bersyukur saat derita itu datang. Dan kini aku dipertemukan dengan seorang remaja yang jelas secara pengalaman hidup akan lebih banyak diriku. Tapi ternyata dari anak kecil inilah aku menjadi perempuan yang berkaca. Aku yang selama ini hanya bisa bersenang-senang dibuat sadar bahwa disbanding dirinya aku tak ada apa-apanya. “Ya Allah inikah jalanMu atas pintaku agar aku dapat kembali meniti jalanMu.”

“Mbak? Apa yang mbak pikirkan?”

“Eh, mbak memikirkan bagaimana diri mbak selama ini Nis. Mbak Cuma ngerti hidup itu harus sesuai dengan keinginan mbak. Belum ada hal bermanfaat yang bisa mbak lakukan. Tapi melihat kamu yang jauh lebih muda dari mbak mbek seolahdiajak untuk berkaca.”

“Jangan berkaca mbak. Nanti terkesan mbak akan memaksakan diri mbak untuk seperti Niswah. Tapi mbak anggap saja Niswah ini sebagai perbandingan agar mbak punya tekad untuk menjadi yang lebih baik dari Niswah.”

Aku mengangguk tersenyum. Begitu banyak hal yang diajarkan Niswah dalam beberapa menit aku bersamanya. Andai aku selalu bersamanya mungkin aku akan lebih baik lagi.

“Nah, sekarang kita ke depan mbak. Mungkin mas Bayu sudah menunggu disana. Nanti dia bisa sewot sendiri kalo kelamaan nunggu. Hehe…”

▪▪▪

“Oh, jadi ini yang namanya Nak Anes. Pantas Bayu suka menceritakan tentang sampeyan nak. Memang benar kata Bayu. Anes itu cantik.” Komentar Ayah Bayu saat kami berkenalan di rung tamu.

“Memang Bayu suka cerita apa Om?”

“Wah. Banyak. Hampir setiap hari dia menceritakan tentang Nak Anes. Bapak ini sampai penasaran sama nak Anes. Soalnya dari dulu Bayu jarang sekali atu bahkan bisa dibilang tidak pernah cerita tentang teman perempuannya. Tapi kok setelah pindah ke Malang ini dia sering nyebut-nyebut nama nak Anes kalau cerita”

“Ayah ini kok bikin malu sih?” sahut Bayu dengan muka kemerahan menahan malu. Wajahnya lucu sekali.

“Siapa to yang bikin malu? Kamu saja itu lho yang gak PD sama nak Anes.” Sahut Ayah Bayu yang disambut dengan tawa oleh Niswah. Bayu wajahnya kian memerah. Dan menyadari apa yang sebenarnya terjadi aku pun ikut tersenyum.

“Jadi selama ini Bayu sering menceritakan tentang aku pada keluarganya? Tapi kenapa? Apa Bayu juga suka sama aku ya?”

“Nes udah jam dua. Gimana kalo aku anter kamu pulang?” ucap Bayu.

“”He’em, mendingan pulang sekarang. Bunda gk ada yang nemenin. Tapi kalo kamu nganter aku nanti kamu baliknya pake apa?”

“Aku nanti langsung ke Matos kok.”

“Ow gitu. Ya udah.”

“Ya udah Yah, Nis. Anes mesti pulang. Bayu juga mau kerja. Jadi sekalian.”

“Pulangnya ati-ati ya Yu, jangan lupa ambil motormu sekalian.”

“Om, Niswah. Anes pulang dulu. Sudah sore.”

“Iya. Jangan sungkn main lagi ya mbak.”

“Iya, kita pasti nungguin Nak Anes datang lagi. Hati-hati dijalan ya Nak. Salam buat keluarga di rumah.”

“Iya. Assalamu’alaikum.”



Aku sayang Kamu Nes…

Awanya ku tak mengerti

Apa yang sedang kurasakan

Segalabya berubah

Dan rasa rindu itu pun ada

Sejak kau hadir disetiap malam ditidurku

Aku tau sesuatu sedang terjadi padaku

“Lagunya pas banget ma aku sekarang ya? Hehehe…” Batinku saat mobilku malaju dibawah kendali tangan Bayu. sudah sektar lima menit Bayu sama sekali tidak mengatakan apa pun. Kami terjebak dalam diam. Aku jadi bingung sendiri karena tidak tau harus bagaimana. Mau memulai pembicaraan tapi mu bicara apa?

“Nes?” akhirnya Bayu keluar dari diamnya.

“Hem?”

“Kamu kok diem sih?”

“Gak tau sih mau ngomong apa. Lagian kamu juga diem aja dari tadi.” Kukembangkan seulas senyum di bibirku.

“Jadi ceritanya kamu nunggu aku ngomong terus aku juga nunggu kamu ngomong dong.”

“Iya kale.”

“hahaha….” Kami tertawa bersama menyadari kekonyolan kami sendiri.

“Bay, emang bener ya kamu sering ngomongin aku ke Ayah sama Niswah?”

Air muka Bayu sedikit berubah karena pertanyaanku.

“Menuru kamu apa yang mereka omongin bener gak” Bayu malah balik bertanya.

“Lha kok malah tanya lagi?”

“Ya masa’ Ayah sama adikku bohong sama kamu Nes?”

“Iya juga sih? Tapi kenapa kamu ngomongin aku? Kamu kasian sama aku?”

“Kenapa kamu malah berpikir aku ngasihani kamu? Enggak kok Nes. Semua yang aku omongkan ke mereka itu semua hal positif, jadi bukan karena aku kasihan sama kamu.”

“Terus kenapa?”

Bayu diam sejenak sebelum akhirnya mengejutkanku dengan jawabannya, “Aku sanyang kamu Nes…….”

Aku jatuh cinta

Kepada dirinya

Sungguh-sungguh cinta

Oh, apa adanya

Tak pernah ku ragu

Namun tetap selalu menunggu

Sungguh aku

Jatuh cinta kepadanya

Aku masih terjebak diam tak tau harus berkata apa.

“Aku gak tau Nes, kenapa aku bisa ngerasain itu. Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta. Dalam kamusku tak ada kata jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi pada kenyataannya itulah yang aku alami. Pertama kali aku masuk kelas, aku senang melihatmua. Cewek cuek yang manis. Tapi aku pikir saat itu aku hanya merasakan kesan pertama saja. Tapi sewaktu kamu nabrak aku di belokan koridor waktu itu, aku melihat kamu sangat pucat. Aku seperti tak rela melihat itu. Jadi pada waktu aku terus mengikutimu itu aku tau kalau aku sayang sama kamu. Aku Cuma pengen nglindungin kamu. Aku gak pengen kamu larut dalam kesedihan.”

Aku masih bingung karena terperanjat mendengar penuturan Bayu. “Apa aku juga bilang kalo aku juga ngerasain hal yang sama? Tapi aku juga punya sahabat yang juga sayang sama dia?”

“Apa yang kamu pikirin Nes?”

“Aku bingung Bay.”

“Apa yang membuatmu binggung?”

“Perasaanku.”

“Maksudmu?”

“Ya, perasaanku sama kamu.”

Bayu menepikan mobil di pinggir jalan yang tidak terlalu ramai. Satu dua orang masih terluhat lewat di sekitar kami.

“Apa yang kamu rasain?” Bayu memirinkan posisinya menghadapku.

“Sebenarnya aku tahu aku ngerasain hal yang sama sama kamu.” Aku berhenti sejenak dan melihat mata Bayu sedikit berbinar. “Dulu aku pikir kamu angkuh dan sombong. Apalagi waktu kamu nyuekin Fira di Matos itu. Tapi semua pandangan itu berubah waktu kamu hadir dan ngikutin aku sampai ke Payung waktu itu. Aku melihat sosok yang lain dalam diri Bayu Yudha Esa Putra. Awalnya ku pikir ini hanya karena aku butuh teman saja dan kebetulan kamu yang hadir saat itu. Tapi aku menemukan hal lain yang membuat aku yakin kalo aku lagi jatuh cinta sama kamu.”

“Apa Ne?”

“Aku selama ini merasa ada yang kurang dalam hidupku. Semua hampa gak ada artinya. Tapi kamu nyadarin aku tentang semua itu. Kamu ngisi kehampaan yang selama ini aku rasain.”

“Jadi?”

“Jadi apa?”

“Kamu juga sayang sama aku?”

“Aku masih ragu untuk bilang itu Bay.”

Wajah Bayu terlihat tak mengerti dengan maksudku.

“Kenapa Nes?”

“Karena ada orang lain juga sayang sama kamu dan berharap kamu juga menyukainya. Dan aku gak mungkin nyakitoin dia Bay.”

“Maksud kamu Fira?”

“Dari mana kamu tahu?”

“Aku hanya menebak saja Nes.”

“Ya, Fira sayang sama kamu Yu. Bahkan sebelum aku menydari kalo aku juga sayang sama kamu.”

“Lalu? Apa masalahnya?”

“Bay, Fira sahabat baikku. Apa kamu pikir aku tega untuk bilang sama kamu kalo aku juga sayang sama kamu sementara sahabat baikku tak pernah melapaskan pikirannya dari kamu?”

“Nes, aku sayang sama kamu, bukan pada Shafira. Dan kamu juga ngerasain hal yang sama. Aku gak minta kamu untuk pacaran atau mengumbar hubungan kita. Aku Cuma minta kamu jujur sama perasaan kamu dan izinin aku buat tetap sayang sama kamu supaya suatu saat ketika sudah waktunya aku mampu memilikimu aku bisa menjadikan kamu satu-satunya wanit dalam hidupku. Masalah Shafira, aku tidak akan bisa memaksaakan cintaku sama siap nantinya. Perasaan itu datang tanpa bisa kita duga. Jadi apa salah kalo aku gak bisa membalas perasaan Fira dan menyayangi kamu.?”

Aku diam. Dalam hati aku membenarkan perkataan Bayu.

“Fir, sekarang kamu cukup jujur, apa kamu juga sayang sama aku?”

Bayu menatap lurus ke dalm mataku. Kupu-kupu indah kembali beterbangan dalam perutku. Tatapan itu benar-benar melemahkanku. Bayu menggenggam tanganku dan kembali berkata……

“Aku sayang sama kamu Fir.”

“Aku juga sayang sama kamu Yu.”



Hancur…

Sudah hampir sebulan semenjak kejadian sepulang dari rumah Bayu itu. Aku dan Bayu tetap berusaha bersikap biasa di depan orang lain. Kami gak ingin banyak orang yang tau tentang perasaan kami walaupun kami memang tidak terikat dengan status apapun, tapi kami tetap saling menjaga peasaan. Aku masih sering datang ke rumah Bayu untuk bertemu dengan Niswah. Aku pikir dengan banyak mengobrol dan ada sharing dengannya akan membuatku lebih baik dan dapat memetik banyak pelajaran. Sebenarnya aku juga ingin Bayu bisa kenal dengan Bunda dan mengajaknya ke rumah. Tapi entah kenapa hingga saat ini Bayu tak pernah mau ku ajak ke rumah. Dia selalu mengatakan ‘belum saatmya’. Aku memang masih tidak mengerti mengapa Bayu berkata seperti itu. Tapi tak ingin terlalu mempermasalahkan hal itu. Suatu saat pasti Bayu juga akan datang ke rumahku dengan sendirinya sepeti apa yang pernah ia janjikan dulu. Selain itu tinggal satu hal yang sampai sekarang masih mengganjal dihatiku. Fira. Dia belum mengetahui tentang semua ini. Aku masih menutupi semuanya. Aku juga meminta Bayu agar tidak mengatakan apapun. Aku belum siap dan tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya jika mengetahui semuanya.

Sudah sebulan ini aku selalu meminta bi Minah untuk membangunkanku pukul tiga pagi. Bayu memang meneleponku, tapi itu pun tidak selalu. Makanya aku meminta bi Minah untuk selalu membangunkanku jika ia bangun. Selama ini sholat lima waktuku tak pernah tertinggal. Perlahan juga aku mulai mengganti pakaian-pakaianku yang terlalu terbuka dengan yang lebih sopan. Bahkan aku sudah punya pemikiran untuk memakai kerudung. Tapi kata Niswah, “Itu bagus mbak. Tapi mbak harus benar-benar mantap dulu. Seperti sebuah pohon. Ketika kita menanam pohon pastika akarnya tertanam dengan kuat agar tak mudah tumbang jika ada angin yang berhembus dan badai yang menyerang”. Karena itulah aku belum memakai penutup kepala itu. Karena aku masih belum begitu mantap dengan keinginan itu. Bayu sendiri juga tak pernah menuntutku macam-macam. Dia memnag pernah mengatakan bahwa dia ingin memiliki pendamping yang sholihah ketika aku dan dia ada dalam perjalanan kerumahnya beberapa waktu lalu.

“Dari dulu aku selalu memimpikan memiliki istri yang sholihah. Entah itu di luar maupun di dalam.”

Saat itu raut mukaku sedikit berubah. Aku merasa bukan seorang perempuan yang seperti dia sebutkan tadi. Tapi kemudian Bayu kembali tersenyum dan berkata.

“Dan aku rasa aku tidak keliru mencintai perempuan disampingku.”

“Tapi aku bukan perempuan yang berjilbab dan bahkan aku baru beberapa waktu ini mulai berusaha menjadi muslimah yang baik.”

“Justru karena kamu mau berubahlah yang menjadikan kamu sebagai perempuan paling sholihah bagiku”

Aku merasakan wajahku memerah saat itu. Aku benar-benar merasa beruntung kali ini. Meskipun dalam hatiku masih tersimpan berbagai masalah tapi aku tidak pernah merasa sendiri. masih ada Bayu dan keluarganya, masih ada Bi Minah di rumah, dan yang paling penting aku memiliki tempat mengadu dan memohon yaitu Tuhan.

▪▪▪

Sabtu, Pukul 07.00 pagi, di rumahku….

Aku turun untuk sarapan pagi. Keadaan rumahku masih lenggang. “Mungkin Bunda belum bangun, tadi malam kan Bunda datengnya agak malem”. Aku melangkah menuju dapur untuk membuat susu coklat seperti biasa. Ku lihat bi Minah sedang memberesakan peralatan makan yang dipakai tadi malam. Aku mulai mengambil gelas, memasukkan gula dan susu, lalu menuangkan air panas ke dalamnya. Aku aduk-aduk perlahan.

“Bi, Bunda masih tidur ya?”

“Sepertinya iya Non. Bibi belum ketemu nyonya hari ini.”

“Bibi mau masak apa hari ini?”

“Non maunya dimasakin apa?” bibi mengerti jika aku bertanya seperti itu berarti ada menu yang sebenarnya aku inginkan.

“Bibi masak Ayam goreng sama sayur asem dong.”

“Tumben Non pengen sayur asem?”

“Tadi malem mimpi makan sayur asem bi, hehehe….”

“Non Anes nih bisa aja. Ya udah ntar bibi bikinin. Sekarang mau sarapan apa?”

“Ehm, pengen……………. Apa ya? Omelet aja deh.”

“nanti bibi bawakan ke meja makan ya.”

“Ok deh, Bi.” Kataku sambil berlalu menuju ruang keluarga.

Kuletakkan susu coklatku di meja depan TV dan ku raih remote TV. Sebuah stasiun TV swasta menampilkan acara music pagi ini.

Saat kau ingat aku

Ku ingat kau

Saat kau rindu

Aku juga rasa

Ku tahu kau selalu ingin denganku

Kulakukan yang terbaik

Yang bisa ku lakukan

Tuhan yang tahu

Ku cinta kau

Alunan music indah dari suara BCL memenuhi ruang keluarga rumahku. Menemaniku menghabiskan susu coklatku. Bosan hanya melihat TV aku meraih majalah yang ada di bawah meja. Aku membolak-balik halaman majalah itu. “kenapa tidak da yang menarik?”. Aku ingin mengambil majalah yang lain saat mataku tertumbuk pada sebuah amplop warna coklat yang berada di antara tumpukan majalah. Penasaran aku raih amplop itu. Di bagian depan bertuliskan “Kantor Urusan Agama”, dari KUA rupanya? Tapi ini surat apa? Dari keadaan penutupnya surat ini sudah dibuka sebelumnya. Karena ingin tahu aku buka saja perlahan. Dann sat aku tarik surat yang ada di dalamya, betapa hancur hatiku. Tanganku bergetar membaca surat itu. Dadaku berasa naik turaun antara marah dan sedih.

“Anes.” Suara Bunda memanggilku dari balakang.

Air mataku menetes saat memalingkan muka ke arah Bunda.

“Bunda menggugat cerai Ayah Bun?”



Cinta dan Sahabat

“Bay, bisa kita ketemu sekarang?”

Aku mengirim sebuah pesan singkat pada Bayu. tak lama sebuah jawaban muncul di HPku.

“Ada apa Nes?”

Singkat ku balas kembali sms itu.

“Aku pengen cerita sesuatu.”

Balasan dari Bayu kembali muncul beberapa menit kemudian.

“ok, kita ketemu di café biasanya aja. Setengah jam dari sekarang ya.”

▪▪▪

Aku melambaikan tangan saat melihat Bayu di pintu masuk café tempat kami berjanji untuk bertemu. Dia mengenakan celana jeans biru dan kaos biru tua berkerah. Dia berjalan menghampiri mejaku saat dia sudah melihatku.

“Sudah lama Nes?”

“Baru sepuluh menit yang lalu aku sampai.”

Seorang pelayan datang membawa buku menu. Aku memesan juice alpukat untukku dan juice melon untuk Bayu. setelah pelayan itu pergi Bayu langsung memburuku dengan sebuah pertanyaan.

“Kamu baru menangis Nes?”

Aku masih diam. Hatiku masih terlalu sakit untuk mengingat kejadian pagi ini, bahkan untuk menceritakannya aku tak kuat.

“Ceritakanlah, mungkin bebanmu akan sedikit berkurang.”

Aku menatap Bayu dengan mata yang kembali berair. “Ayah dan Bunda akan bercerai Bay.”

Mata Bayu membulat mendengar penuturanku. Dia menatap jauh ke dalam mataku.

“Tadi pagi gak sengaja aku nemuin surat di bawah meja ruang keluarga. Karena penasaran aku membukanya. Dan ternyata itu surat gugatan cerai Bunda terhadap Ayah.”

Bayu mengusap air mataku dengan jarinya. “Jangan menangis. Kamu kuat nes.”

“Aku gak tau Bay, selama ini setiap kali Ayah pulang ke rumah Aku selalu berusaha menunjukkan agar Ayah tau aku begitu sayang padanya dan tak ingin melihat mereka berpisah. Begitu oula pada Bunda. Tapi semua itu tak mampu membuat mereka untuk merubah keputusannya.”

“Nes, mungkin menurut mereka ini yang terbaik. Mereka juga akan tetap menyayangimu karena meski mereka menjadi mantan suami dan mantan istri, mereka tak akan pernah merubah status orang tua menjadi mantan orang tua.”

“Kamu tau Bay? Rasanya aku ingin menemui tante Nuri dan meminta padanya untuk melepaskan Ayah dan berusaha melupakannya. Aku benar-benar tak ingin Ayah dan Bunda berpisah. Baru saja aku mendapatkan kasih sayang mereka. Tapi lihat sekarang, semua itu harus pergi dariku. Secepat itu Bay. Terlalu singkat.”

Wajah Bayu seperti menegang mendengar kata-kataku barusan. Dia seperti terlihat bingung dan marah.

“Aku tidak menyalahkan tante Nuri Bay, aku masih ingat kata-katamu bahwa cinta itu tidak bisa diduga datangnya dan kepada siapa. Tapi paling tidak tante Nury harusnya tau bahwa Ayah telah beristri dan punya anak. Aku benar-benar ingin marah Bay. Tapi aku tidak tau harus marah pada siapa.”

“Nes, sabar. Mungkin memang Ayah dan Bundamu merasa ini adalah yang terbaik. Yang penting selama ini kamu terus berdoa dan berusaha kan?”

Aku menunduk mendengar kata-kata Bayu itu. Untuk beberapa menit kami diam. Kami menyelami pikiran masing-masing. Kepalaku masih pusing memikirkan hal ini. Tapi tiba-tiba….

“Anes! Bayu!”

Sebuah suara memanggil aku dan Bayu. aku mendongakkan kepalaku dan melihat Fira berdiri bersama Dendi disamping meja tempatku dan Bayu berbicara tadi.

Fira terlihat marah dan kecewa. Aku panic, begitu pul dengan Bayu.

“Jadi ini Nes? Heh? Jadi begini? Selama ini lu setia ngedengerin erita gue tentang semua perasaan gue ke Bayu tapi lu malah ngedeketin Bayu.”

“Nes, dengerin gue dulu Nes!” pintaku.

“Ngedengerin apalagi? Gue selama ini udah curiga sama lu. Tapi gue berusaha buat tetap percaya sama lu. Tapi setelah gue liat deganmata kepala gue sendiri, gue gak bisa maafin lu lagi Nes.”

“Fir, Anes gak salah. Lu mesti dengerin dulu penjelasan kita. Emua Cuma kesalahpahaman aja.” Bayu ingin menjelaskan karena tak tega melihat air mataku yang semakin jelas mengucur.

“Udahlah Bay. Gak perlu sok jadi pahlawan kesiangan. Seharusnya gue sadar dari awal tentang semua ini.” Fira pergi meninggalkan kami bertiga. Aku lemas terduduk di atas kursi. Tak mengerti harus bagaimana.

“Nes…Nes… gue selalu bisa ngedapetin apa yang gue mau. Jadi sekali lu nolak gue, lu bakal terima akibatnya. Gue gak bisa ngedapetin lu. Tapi gue bisa bikin lu kehilangan sahabat dn cinta lu ini.” Dendi berkata licik, membuat keningku berkerut tak mengerti.

“Apa maksud lu?” Bayu angkat suara, seolah menyuarakan apa yang ingin ku tanyakan.

“Lu berdua liat kan, gue bisa bikin Fira gak percaya lagi sama lu. Dan kalo gue mau sekarang juga gue bisa bikin lu kehilangan Anes.” Kata Dendi pada Bayu.

“Mau lu tuh apa sih?” Bayu terpancing emosinya. Tangannya terkepal seolah ingin menghakimi Dendi. Tapi aku mencegahnya.

“Mau lu apa sih Den?’ kini aku yang angkat suara.

“Lu seharusnya lebih memilih gue ketimbang cowok munafik ini Nes.”

“Munafik?” aku memandang Dendi dan Bayu bergantian. “Gak usah bertele-tele deh Den. Maksud lu tuh apa bilang si Bayu munafik.?”

“Kenapa gak lu tanya sama Bayu lu yang sok alim ini?”

Aku bingung. Apa sebenarnya maksud dari Dendi. Aku menoleh ke Bayu meminta jawaban atas semua kebingunganku.

“Jangan dengerin Dendi Nes, dia licik.”

“Oh, gue licik. Ok. Kalo gitu lu gak ngasih gue pilihan selain nyerahin kertas yang gue dapet dari kantor admin ini sama Anes.” Dendi melemparkan kertas itu padaku.

Aku membuka kertas itu perlahan. Bayu terlihat menunduk lesu. Aku pun terbelalak membaca kertas yang ternyata fotocopy akte kelahiran itu.

“Pada hari: senin, tanggal:20, bulan: November, tahun: 1989 telah lahir seorang bayi berjenis kelamin:laki-laki, dari pasangan suami dan istri: Muhammad Hasanudin dan Nuri Anggraeni yang diberi nama :Bayu Yudha Esa Putra.”



Maafkan Aku

Tolong aku sahabatku

Dengarkan jerit hatiku

Tentang dia, tentang dia

Masih slalu tentang dia

Ajak aku bersamamu

Kemanapun engkau mau

Tenangkan aku, tenangkan aku

Oh, slalu tenangkan aku

Dia pernah membuatku merasa sempurna

Hingga akupun menjanjikan selamanya

Namun ternyata mimpi yang dia punya

Berbeda… berbeda…

Aku takkan bisa hidup tanpa dia

Dia yang membuat aku bahagia

Tolong aku untuk melupakan dia

Sungguh hanya itu

Yang aku pinta…….

Alunan lagu sendu itu seolah mewakili hatiku. Setiap nadanya bergema di dinding kalbuku. Suaranya yang syahdu memenuhi kamarku.

Aku menatap kosong ke arah jendela kamarku. Ku lipat kakiku dan ku peluk erat bantalku. Sudah tiga hari aku mengurung diri dirumah. Aku tidak pergi ke kempus dan tidak pergi kamanapun. Hanya di rumah. Dan di rumah pun aku hanya mengunci diri di kamar. Semua hal ku lakukan di kamarku. Tidur, melamun, sholat, semuanya ku lakukan disini. Hanya jika Bunda memintaku untuk makan bersamanya maka aku akan turun.

“Anes, apa yang sebenarnya terjadi hingga kamu jadi seperti ini Nak?” tanya Bunda dua hari yang lalu.

“Anes gak apa-apa Bunda.” Jawabku sambil mamaksakan sedikit senyuman.

“Apa semua ini karena Ayah dan Bunda?”

“Kenapa Bunda bertanya seperti itu?”

“Bunda hanya takut Nes. Bunda gak mau kamu ikut menderita.”

“Sudahlah Bunda, semua sudah terjadi.” Kataku mengakhiri percakapan di meja makan itu.

▪▪▪

Selasa pagi, di kampus…..

Bayu mencari-cari Fira di kantin. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi kantin dan mendapati Fira di maja pojok sendirian. Bayu melangkahkan kaki mendekati meja itu.

“Fira? Bisa kita bicara?”

Fitra mendongakkan kepalanya untuk mencari tau siapa yang tiba-tiba datang memintanya untuk berbicara. Tapi ketika dia melihat Bayu yang datang bukannya mempersilahkan duduk, malah dia berdiri maraih tas dan hendak pergi. Bayu segera meraih lengannya dan berkata…

“Dengerin penjelasan gue, setelah itu lu boleh melakukan appun dan gue gak bakal ganggu lu lagi.” Katanya tegas. Fira luluh. Dia kembali duduk di kursinya semula.

Bayu mengambil kursi di samping Fira dan mengambil nafas panjang sebelum akhirnya memulai pembicaraan.

“Fir, sebelumnya gue minta maaf atas kejadian kemarin. Semua yang lu liat gak seperti yang lu kira. Gue datang dan tinggal di Malang bukan buat cari musuh apalagi sampai ngerusak persahabatan orang. Gue mang sayang sama Anes. Begitu juga dengan Anes. Tapi sebenarnya dari awal dia pengen ngalah sama lu karena dia tau kalo lu juga suka sama gue. Dia gak pernah mau nyakitin lu. Tapi kenyataannya memang gue sayang sama Anes Fir, bukan sama orang lain. Klopun Anes mengalah buat lu, itu belum tentu bisa bikin gue berpaling ke lu atau cewek yang lain kan? Dari awal gue pengen langsung jelasin ke lu, tapi Anes selalu bilang tunggu waktu yang tepat karena dia gak pingin lu salah paham. Anes gak pernah berniat nyakitin lu Fir. Pada dasarnya dia juga tersakiti ketika dia ada dalam maslah ini. Belum lagi berbagai macam masalah yang dia alami. Dia gak seburuk yang li kira Fir. Jadi gue mohon jangan pernah tinggalin Anes sendirian. Dia butuh seseorang di sampingnya.’

Fira berkaca-kaca mendengar penuturan Bayu. Nafasnya naik turun menahan emosi. Dalam benaknya ia tau bahwa ia sebenarnya gak berhk untuk marah karena dia hanya menyukai Bayu, tapi bukan pemilik Bayu.

“Kenapa bukan lu yang nemenin dia Bay?”

“kalo gue yang nemenin dia, dia malah akan tersakiti Fir.”

“Maksud lu?”

“Orang tua Anes cerai Fir. Dan orang ketiga yang menyebabkan keretakanhubungan mereka adalah nyokab gue. Awalnya memang Anes gak tau. Tapi dia salah faham gara-gara Dendi. Dan dia pikir gue Cuma kasian sama dia. Dia marah dan pernah mau ngangkat telpn atau bales sms dari gue.”

“Ya Tuhan, jadi semua ini gara-gara Dendi?”

“Ya, begitulah Fir.”

“Sekarang dimana Anes. Dua hari ini dia gak ke kampus kan?”

“Itulah yang ku khawatirkan sekarang.”

“Ok, kita kerumahnya sekarang Yu.” Mantap Fira mengajak Bayu.



Titik Terang

Tok….tok…..tok…..

“Anes, ada Fira di bawah Nak……” panggilan halus Bunda membuyarkan lamunanku.

“Fira? Apa dia sudah maafin aku? Tapi kenapa secepat itu?” segera ku tepis pertanyaan-pertanyaan itu dan beranjak dari tempat tidur. Ku sempatkan untuk melihat penampilanku di kaca rias agar tak terlihat terlalu kacau. Sayangnya mataku tetap sembab. Tapi biarlah yang penting Fira sudah mau menemuiku.

Aku menuruni tangga perlahan dan mendapati Fira sedang duduk di ruang tamu. Dia berbincang dengan Bunda.

“Tante juga gak tahu menahu Fir kenapa Anes jadi mengurung diri seperti itu. Tante pikir ini semua memang salah tante da Om. Tapi setiap kali tante bertanya dia selalu tidak mau menjawabnya.”

Sayup-sayup ku dengar Bunda berkeluh-kesah pada Fira tentang perubahanku belakangan ini. Aku memang tak pernah buka mulut pada siapapun tentang semua masalah yang kuhadapi.

“Anes?” Fira menyapaku saat menyadari keberadaanku.

“Ya sudah Fir, tante ke dalam dulu. Ngobrol sama Anes dulu ya.”

“Iya tante.”

Aku duduk menghadap Fira.

“Lu kenapa Nes?”

“Gue gak apa-apa Fir, ada apa?” kataku dengan senyum yang terpaksa.

“Gak usah bohong, katanya kita sahabat, tapi pake bohong segala.” Kata-kata Fira sedikit menyindirku.

“Maafin gue ya Fir?’

“Maaf buat apa?”

“Masalah Bayu. dan semua kesalahpahaman kita kemarin. Gue gak ada maksud buat nyakitin lu.”

Fira tersenyum. “Gue kali yang harusnya minta maaf sama lu Non.”

Aku mengangkat wajahku. “Bayu udah ngejelasin semuanya. Dan gue juga sadar kalo seharusnya gue gak perlu marah-marah sama lu. Lu juga punya hak buat sayang sama Bayu. bayu sendiri juga sayang sama lu kan? Jadi yang lebih cocok sama Bayu ya lu Non.”

“Tapi lu kan……”

“Tapi apa lagi sih? Gue emang sayang sama Bayu tapi bukan berarti gue ngelarang lu buat sayang sam Bayu kan? Lagian Bayu juga sayang banget sama lu. Cowok gak Cuma Bayu buat gue. Ntar juga ada kok cowok yang nyantol ma gue, hehehe…”

“Gue udah gak ada apa-apa lagi sama dia Fir.”

“Maksud lu?”

“Dia gak sayang sama gue. Dia Cuma kasian dengan kondisi keluargaku.”

“Tau dari mana lu?”

“Dia itu anak dari perempuan yang selingkuh sama Ayah gue. Dia pasti Cuma diliputi rasa bersalah jadi dia bilang sayang sama gue. Lagian juga gue gak mau bikin nyokab tambah sakit ati.”

“Meskipun kamu berhubungan dengan anak perempuan yang udah bikin Bunda sakit hati dan harus menyandang status janda, Bunda gak akan ngelarang sayang, Bunda lebih seneng liat kamu bahagia.” Bunda tiba-tiba muncul dari dalam. Ternyata sedari tadi dia mendengarkan pembicaraanku dan Fira.

“Nyokab lu aja percaya sama perasaan lu. Kenapa jadi lu yang takut sih?”

“Gue masih sayang sama Bayu, tapi dia kan gak sayang sama gue fir….”

“Gue punya bukti kalo dia masih sayang sama lu.”

“Maksud lu?”

“Bayu mang bener-bener sayang sama lu Nes. Buktinya dia sekarang lagi nunggu lu di depan.”

“Apa?”

“Gak percaya? Tuh liat aja di depan rumah lu!!!”



Aku tak bisa

Aku berjalan menuju teras depan untuk melihat apa benar Bayu ada disana. Dan ternyata memang benar dia ada disana. Aku berjalan pelan menghampirinya.

“Bayu?”

“Nes….”

“Ngapain kamu disini?”

“Aku pengen minta maaf sama kamu Nes.”

“Minta maaf buat apa?”

“Kesalahpahaman kita.”

“Kenapa kamu gak jujur kalo tante Nuri itu ibu kamu?”

“Karena aku sayang sama kamu dan gak pengen kehilangan kamu.”

“Harusnya kamu jujur dari awal Bay.”

“Aku minta maaf Nes.”

Aku tersenyum simpul.

“Kamu mau kan maafin aku Nes?”

“Aku udah maafin kamu sebelum kamu memintanya kok Bay.”

“Terus?”

“Hah? Terus? Apa?”

“Kamu masih sayang kan sama aku Nes.?”

“hem….Iya….”

“Bener Nes.”

“Iya Bay. Tapi maafin aku, aku gak bisa balik sama kamu seperti dulu.”

“Kenapa?”

“Aku ngerasa belum pantas sama kamu.”



My love For My Life

Bagaikan tetesan hujan dibatasan kemarau

Berikan kesejukan

Yang lama tak kunjung datang

Menghapus dahaga jiwaku akan cinta sejati

Betapa sempurna

Dirimu dimata hatiku

Tak pernah kurasakan

Damai sedamai bersamamu

Tak ada yang bisa yang mungkin kan mengganti

Tempatmu……

Kau menbuat ku meras hebat

Karena ketulusan cintamu

Ku merasa teristimewa

Hanya karena

Karna cinta

Kau beri padaku sepenuhnya

Buatku slalu merasa berarti………

Tangga-Hebat, lagu ini yang kini menemani perjalananku ke rumah seseorang yang sudah lama tak ku kunjungi. Bayu. Hari ini aku akan menemuinya dirumah karena dia tak muncul di kampus. Aku sudah mengirim sms ke Niswah, dan dia bilang Bayu ada dirumah sekarang.

Aku sengaja tidak menghentikan mobilku di depan rumah Bayu untuk memberikan kejutan. Aku masuk perlahan dan berjalan pelan dari gerbang menuju ke rumah induk. Aku lihat saat ini Bayu sedang melamun di kursi teras rumahnya.

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam” Bayu menjawab. Tanpa menoleh.

“Bayu?” akhirnya dia menoleh dan kaget melihatku.

“Anes? Ini kamu?”

“Iya. Kenapa Bayu?”

“Kamu berjilbab?’

“Iya. Aku memakai jilbab. Jelek ya?”

“Enggak. Kamu pantas sekali. Tapi kenapa?”

“Ya karena aku sedang menyukai seseorang yang mencari seorang wanita sholiha luar dan dalam untuk menjadi istrinya kelak.”

“Tapi kamu bilang kemarin?”

“Iya, aku memang bilang aku belum pantas buatmu, tapi hari ini aku ingin memintamu untuk kembali karena aku ingin menjadi lebih pantas.”

“Karena ini kamu berjilbab?”

“Ini sudah niatku. Dan karena aku telah menemukan cintaku yang khusus Tuhan berikan untukku dan hidupku. You’re My Love for My Life.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun