Kelas menengah kerap dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Kelompok ini memainkan peran besar dalam mendorong konsumsi dan menjaga stabilitas ekonomi. Namun, proyeksi tahun 2025 memunculkan kekhawatiran besar bagi mereka.
Beberapa kebijakan pemerintah yang dirancang untuk meningkatkan penerimaan negara justru dianggap dapat menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah. Mulai dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tarif listrik non-subsidi, hingga penghapusan subsidi BBM dan LPG, semuanya memiliki potensi besar untuk memperburuk kondisi finansial kelas menengah yang sudah terbebani dengan kenaikan biaya hidup.
Kebijakan-Kebijakan dan Dampaknya
1. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Peningkatan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025 akan berdampak pada hampir seluruh barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Bagi kelas menengah, ini berarti harga kebutuhan sehari-hari seperti makanan, pakaian, hingga layanan digital akan meningkat.
Meski persentase kenaikan tampak kecil, dampaknya bisa signifikan mengingat barang konsumsi sehari-hari juga dikenakan pajak ini. Kelas menengah, yang umumnya tidak menerima subsidi, akan semakin tertekan dengan kenaikan biaya hidup ini.
2. Penyesuaian Tarif Listrik Non-Subsidi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memberlakukan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan non-subsidi. Dengan penghapusan subsidi bagi pelanggan listrik tertentu, kelas menengah harus menanggung biaya listrik yang jauh lebih mahal. Dalam beberapa kasus, pengeluaran untuk listrik dapat menjadi salah satu beban terbesar rumah tangga.
3. Penghapusan Subsidi BBM dan LPG
Pemerintah berencana menghapus subsidi BBM dan LPG bagi kelompok yang tidak memenuhi kriteria tertentu. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi beban anggaran negara. Namun, bagi kelas menengah, ini berarti biaya transportasi dan kebutuhan rumah tangga seperti memasak akan meningkat tajam. Kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada sektor lain seperti distribusi barang, yang berujung pada lonjakan harga kebutuhan pokok.
4. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan, sebagai salah satu layanan kesehatan wajib, juga mengalami kenaikan iuran. Kelas menengah yang tidak menerima subsidi kesehatan dari pemerintah akan merasakan dampaknya secara langsung. Dengan iuran yang lebih tinggi, keluarga harus menyisihkan lebih banyak anggaran untuk menjaga akses terhadap fasilitas kesehatan.
5. Pajak Kegiatan Membangun Sendiri
Kegiatan merenovasi atau membangun rumah sendiri kini akan dikenakan pajak lebih tinggi, naik dari 2,2% menjadi 2,4%. Bagi keluarga kelas menengah yang sedang berupaya meningkatkan kualitas hunian, kebijakan ini menjadi beban tambahan yang tidak dapat dihindari.
Mengapa Kelas Menengah Rentan?
Meski memiliki penghasilan di atas rata-rata, kelas menengah sering kali tidak memiliki cukup tabungan untuk menghadapi kenaikan biaya hidup yang mendadak. Mayoritas pengeluaran mereka dialokasikan untuk kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan cicilan. Kebijakan yang langsung memengaruhi harga kebutuhan sehari-hari dan layanan esensial dapat menekan kemampuan mereka untuk menabung atau berinvestasi.
Selain itu, kelas menengah juga tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi pemerintah yang lebih diarahkan kepada kelompok ekonomi bawah. Dengan demikian, mereka sering kali terjebak dalam situasi di mana pendapatan mereka terasa cukup, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang.