Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena penurunan angka perkawinan menjadi perhatian banyak pihak, terutama di kalangan generasi muda. Semakin banyak individu yang menunda atau bahkan memutuskan untuk tidak menikah sama sekali, yang merupakan perubahan sosial signifikan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan penurunan angka perkawinan ini?
Dalam tulisan kali ini akan membahas penyebab fenomena tersebut, implikasinya bagi kehidupan sosial, serta pandangan dari para ahli.
1. Faktor Ekonomi: Beban Keuangan yang Meningkat
Biaya hidup yang semakin tinggi membuat banyak orang merasa tidak siap untuk memulai keluarga baru. Ketidakstabilan ekonomi, terutama di kalangan generasi muda, berpengaruh besar terhadap keputusan menikah.
Biaya pernikahan yang mahal, ditambah dengan tingginya biaya kebutuhan sehari-hari dan perumahan, membuat banyak orang menunda pernikahan.
Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), ketidakstabilan ekonomi adalah salah satu alasan utama mengapa generasi muda menunda perkawinan.
2. Prioritas pada Pendidikan dan Karier
Generasi saat ini lebih fokus pada pengembangan karier dan pendidikan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Semakin banyak orang yang memilih untuk mengejar gelar yang lebih tinggi dan pengalaman kerja, yang membutuhkan waktu dan dedikasi. Hal ini menyebabkan pernikahan ditunda atau bahkan dikesampingkan.
Berdasarkan survei dari Pew Research Center, 60% generasi milenial menempatkan karier sebagai prioritas utama sebelum menikah.
3. Pandangan Baru tentang Kebahagiaan dan Kemandirian
Kebahagiaan tidak lagi diartikan dengan memiliki pasangan atau membangun keluarga. Banyak orang menemukan kepuasan hidup melalui pengalaman, petualangan, dan hubungan pertemanan yang kuat. Mereka merasa bahagia tanpa harus terikat dalam pernikahan, dan konsep ini semakin populer di kalangan anak muda.
Sebuah penelitian dari American Psychological Association menunjukkan bahwa ada tren peningkatan kepuasan hidup di kalangan individu yang memilih untuk hidup mandiri dan tidak menikah.
4. Faktor Teknologi dan Sosial Media
Perkembangan teknologi, terutama media sosial, telah mengubah cara orang berinteraksi dan menjalin hubungan. Sosial media memperluas pilihan pergaulan dan komunikasi, sehingga individu tidak lagi merasa terbatas pada hubungan yang berujung pada pernikahan.
Selain itu, akses terhadap informasi dan inspirasi dari berbagai budaya yang lebih beragam mempengaruhi pandangan terhadap komitmen jangka panjang.
Dilansir dari Journal of Social and Personal Relationships, media sosial berperan besar dalam mengubah dinamika dan ekspektasi hubungan antarindividu.
5. Peningkatan Kesadaran akan Kesehatan Mental
Generasi muda semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental dan kualitas hubungan. Daripada terburu-buru menikah, banyak yang lebih memilih membangun hubungan yang sehat dan stabil terlebih dahulu.
Mereka juga cenderung lebih selektif dalam memilih pasangan, karena menempatkan kebahagiaan mental sebagai prioritas utama.
Hal tersebut dikutif dari sebuah Studi dari Mayo Clinic menyebutkan bahwa generasi muda lebih sadar akan dampak hubungan tidak sehat terhadap kesehatan mental, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup.
6. Pilihan Gaya Hidup Baru: Child-Free
Gaya hidup "child-free" atau memilih hidup berkeluarga tanpa anak  semakin menjadi pilihan populer. Banyak pasangan yang memilih  memutuskan untuk  tidak memiliki anak. Pilihan-pilihan ini diambil karena mereka merasa bahwa komitmen tersebut lebih sesuai dengan gaya hidup dan tujuan hidup mereka.
Berdasarkan laporan dari Childfree By Choice Association, tren memilih hidup tanpa anak meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir, terutama di negara-negara maju.
7. Implikasi bagi Kehidupan Sosial dan Masyarakat
Penurunan angka perkawinan ini memiliki implikasi yang luas bagi masyarakat. Dari segi ekonomi, penurunan pernikahan dapat berdampak pada tingkat kelahiran, yang berpotensi mengurangi populasi produktif di masa depan. Selain itu, pola kehidupan sosial juga mengalami perubahan, di mana konsep keluarga tradisional mungkin mengalami pergeseran.
The Economic Times menyoroti bahwa penurunan angka kelahiran, akibat turunnya pernikahan, bisa berdampak pada ekonomi suatu negara karena kurangnya generasi penerus di masa depan.
Penurunan angka perkawinan merupakan cerminan dari perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berkembang. Faktor ekonomi, prioritas karier, teknologi, dan kesadaran akan kesehatan mental memainkan peran besar dalam fenomena ini.
Untuk itu dalam mengatasi masalah penurunan angka pernikahan ini diperlukan solusi yang menyeluruh dan kerjasama semua pihak untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang menghambat dan menjadi penyebabnya. Semoga saja ada langkah strategis dari pemerintah untuk keluar dari permasalahan tersebut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H