Fenomena "sharenting" atau kebiasaan orang tua membagikan foto, video, atau cerita tentang anak-anak mereka di media sosial semakin marak di era digital ini. Istilah ini berasal dari gabungan kata "share" dan "parenting" dan merujuk pada tindakan berbagi berbagai aspek kehidupan anak di dunia maya. Meskipun hal ini sering kali dilakukan dengan niat positif, seperti mendokumentasikan momen berharga atau berbagi kebahagiaan, ternyata ada dampak serius yang perlu diperhatikan dalam praktik ini.
Banyak ahli mulai memperingatkan tentang potensi bahaya sharenting bagi perkembangan anak, hak privasi mereka, dan keamanan digital. Seiring berkembangnya era digital, kini penting bagi orang tua untuk memahami risiko dan bertindak bijak dalam berbagi informasi tentang anak-anak mereka di media sosial.
Dampak Negatif Sharenting bagi Anak
1. Pelanggaran Privasi Anak
Anak-anak berhak atas privasi, termasuk dalam hal kehidupan digital mereka. Ketika orang tua memutuskan untuk membagikan foto atau informasi tentang anak-anak mereka tanpa persetujuan, anak kehilangan hak atas kendali terhadap informasi pribadi mereka.
Sebuah penelitian oleh University of Michigan menunjukkan bahwa sebagian besar anak-anak merasa tidak nyaman ketika orang tua mereka terlalu banyak membagikan tentang mereka di media sosial. Bayangkan saat anak-anak tumbuh dewasa, mereka mungkin tidak menyukai beberapa postingan yang pernah diunggah tentang mereka tanpa izin.
2. Risiko Keamanan Digital
Informasi yang dibagikan secara online dapat memicu ancaman keamanan. Misalnya, informasi tentang sekolah anak, lokasi rumah, atau aktivitas rutin mereka dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Menurut National Center for Missing and Exploited Children, terlalu banyak berbagi informasi tentang anak di internet dapat membuat mereka rentan terhadap predator online. Dalam beberapa kasus, foto anak bahkan bisa dicuri dan digunakan di situs-situs yang tidak pantas atau untuk tujuan yang merugikan.
3. Potensi Penggunaan Data untuk Keperluan Ilegal
Data anak-anak yang dibagikan secara online dapat dipakai oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan orang tua. Beberapa perusahaan mengumpulkan informasi pribadi, seperti foto, tanggal lahir, atau data lokasi, untuk tujuan pemasaran.
Di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, penggunaan data anak di bawah umur untuk iklan atau pengumpulan data menjadi perhatian serius. Di Eropa, peraturan seperti GDPR telah diberlakukan untuk melindungi data anak-anak, tetapi ancaman ini tetap ada di banyak negara lain yang belum memiliki perlindungan yang ketat.
4. Tekanan Sosial dan Kesehatan Mental Anak di Masa Depan
Foto-foto yang menunjukkan momen-momen kehidupan anak, seperti ulang tahun, prestasi, atau bahkan kejadian lucu atau memalukan, mungkin tampak tidak berbahaya sekarang. Namun, saat anak-anak tumbuh dewasa, mereka mungkin merasa terganggu atau malu dengan postingan tersebut, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Banyak ahli kesehatan mental menekankan bahwa identitas digital yang dibentuk sejak kecil tanpa persetujuan dapat menimbulkan tekanan sosial bagi anak, terutama ketika mereka memasuki usia remaja.
5. Menanamkan Gaya Hidup yang Terlalu Terbuka di Media Sosial
Ketika anak-anak terbiasa melihat orang tua mereka sering membagikan setiap momen pribadi di media sosial, hal ini dapat mempengaruhi cara pandang mereka terhadap privasi.
Anak-anak bisa tumbuh dengan pemahaman bahwa segala sesuatu yang mereka alami harus dipublikasikan, sehingga melanggengkan budaya over-sharing yang mungkin membawa dampak buruk bagi kehidupan sosial dan privasi mereka kelak.
Cara Bijak Menghadapi Fenomena Sharenting
Memahami dampak-dampak negatif di atas, penting bagi para orang tua untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial terkait kehidupan anak-anak mereka. Berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan:
1. Tanyakan pada Anak Sebelum Membagikan
Jika anak sudah cukup besar untuk memahami, ajak mereka berdiskusi tentang apa yang ingin dibagikan. Hal ini membantu anak untuk merasa dihargai dan memberikan kontrol atas bagaimana mereka ingin dikenal di dunia maya. Jika mereka tidak nyaman, hormati keputusan tersebut.
2. Pahami Risiko dan Batasi Informasi yang Dibagikan
Sebelum memposting sesuatu, pertimbangkan apakah informasi tersebut bisa membawa risiko bagi keamanan anak. Sebisa mungkin hindari detail pribadi, seperti nama lengkap, tanggal lahir, alamat, atau lokasi anak. Batasi postingan yang menunjukkan lokasi-lokasi rutin, seperti sekolah atau tempat bermain anak.
3. Gunakan Pengaturan Privasi yang Lebih Ketat
Media sosial saat ini menyediakan berbagai pengaturan privasi yang dapat membantu melindungi informasi yang dibagikan. Gunakan fitur seperti "Private Account"Â atau batasi siapa saja yang dapat melihat postingan tentang anak. Hanya bagikan informasi kepada orang-orang terdekat yang dipercaya.
4. Buat Arsip Pribadi
Alih-alih mengunggah setiap momen ke media sosial, pertimbangkan untuk menyimpan kenangan dalam bentuk digital atau cetak yang bisa disimpan secara pribadi. Hal ini akan menghindari terlalu banyak eksposur bagi anak, namun tetap memungkinkan orang tua mendokumentasikan momen berharga dalam keluarga.
5. Pertimbangkan Dampak Jangka Panjang
Bayangkan bagaimana perasaan anak di masa depan mengenai apa yang telah diunggah. Setiap postingan akan membentuk identitas digital anak yang bisa diakses saat mereka dewasa. Pertimbangkan apakah konten tersebut mungkin membuat mereka merasa malu atau tidak nyaman nanti.
Bijak Menghadapi Era Digital sebagai Orang Tua
Sharenting merupakan fenomena yang sulit dihindari di era digital ini, namun dengan pemahaman dan tindakan yang bijak, orang tua dapat tetap menjaga privasi dan keamanan anak.
Mengasuh di era digital bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan anak dalam bentuk materi, tetapi juga tentang menjaga hak-hak mereka, termasuk privasi dan keamanan di dunia maya.
Sebagai orang tua, penting untuk selalu introspeksi dalam mengelola kehidupan digital keluarga. Teknologi memang menawarkan kemudahan dalam berbagi momen, tetapi kita perlu bijaksana dalam memanfaatkan kemudahan ini.
Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan antara mendokumentasikan kenangan dan melindungi masa depan anak, baik di dunia nyata maupun di dunia digital.
Mari kita gunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab demi kebaikan anak-anak kita. Anak-anak berhak memiliki kontrol atas narasi kehidupan mereka sendiri, dan tugas kita sebagai orang tua adalah menjaga hak tersebut sebaik mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H