Menurut studi dari Journal of Consumer Research, orang cenderung mengidentifikasi nilai diri mereka berdasarkan apa yang mereka miliki, bukan siapa mereka sebenarnya.
2. Tekanan Sosial dan Kebutuhan Akan Pengakuan
Dalam masyarakat modern, status sosial sering kali diukur dari apa yang dimiliki seseorang, bukan apa yang dicapai. Orang merasa tekanan untuk membeli barang-barang mewah, seperti mobil mahal, gadget terbaru, atau fashion high-end, agar terlihat sukses dan mendapatkan pengakuan sosial.Â
Tekanan ini dapat mendorong seseorang untuk menghabiskan uang lebih dari yang mereka mampu, bahkan jika mereka harus berhutang.
3. Adanya Kredit dan Kemudahan Pembayaran
Banyak perusahaan menawarkan kredit dengan bunga rendah atau sistem pembayaran cicilan yang menarik, sehingga orang tergoda untuk membeli barang mewah meskipun secara finansial tidak siap.Â
Menurut data dari Bank Indonesia, jumlah pengguna kartu kredit dan pinjaman online meningkat, yang menunjukkan bahwa banyak orang menggunakan pinjaman untuk mendanai gaya hidup mereka. Hal ini menjadi risiko besar karena, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan masalah keuangan serius, termasuk utang yang menumpuk.
Dampak Negatif "Lifestyle Inflation" di Tengah Ekonomi Sulit
1. Penumpukan Utang Pribadi
Ketika pengeluaran melebihi pendapatan, utang pribadi menjadi tidak terhindarkan. Banyak orang mengambil pinjaman atau menggunakan kartu kredit untuk memenuhi gaya hidup mewah mereka.Â
Penelitian dari The World Bank menunjukkan bahwa tingginya utang pribadi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, terutama ketika utang tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan.
2. Kesejahteraan Mental yang Menurun