Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Jurnalis - Pewarta

Penyuka Kopi Penikmat Literasi// Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mendulang Suara Gen Z di Pemilu 2024, Komoditas Politik atau Prioritas Perjuangan?

8 Oktober 2024   14:32 Diperbarui: 8 Oktober 2024   14:34 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar:detik.com)

Pemilu 2024 di Indonesia semakin mendekat, dan suara generasi muda menjadi sorotan utama para kandidat dan partai politik. Dengan populasi yang didominasi oleh kelompok usia muda, generasi ini memiliki potensi besar untuk menentukan hasil pemilu. Namun, pertanyaannya adalah: apakah perhatian yang diberikan kepada mereka sebatas taktik politik untuk mendulang suara, atau benar-benar prioritas yang akan diperjuangkan setelah pemilu berakhir?

1. Generasi Muda: Potensi dan Signifikansi

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), populasi usia produktif (15-39 tahun) mencapai sekitar 40% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2023. Angka ini mencerminkan bahwa generasi muda, yang terdiri dari Gen Z dan milenial, memiliki pengaruh besar dalam menentukan hasil pemilu. 

Mereka bukan hanya kelompok
pemilih terbesar, tetapi juga lebih aktif di media sosial dan dunia digital, menjadikan mereka target utama dalam kampanye politik.

Survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 60% dari pemilih muda menganggap politik sebagai hal penting, meskipun banyak yang merasa kecewa atau skeptis terhadap janji-janji politik. Mereka memiliki kepedulian yang besar terhadap isu-isu seperti pendidikan, lingkungan, pekerjaan, dan kesehatan mental. 

Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda tidak hanya melihat politik sebagai sekadar ritual lima tahunan, tetapi sebagai alat untuk memperjuangkan perubahan nyata.

2. Kampanye Digital: Komodifikasi Suara Generasi Muda

Di era digital, partai politik dan kandidat pemilu berlomba-lomba merangkul generasi muda melalui platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter. Strategi kampanye ini dirancang untuk menarik perhatian generasi muda dengan konten kreatif, influencer, dan janji-janji yang tampak relevan dengan kehidupan mereka.

Namun, apakah ini benar-benar mencerminkan komitmen yang tulus untuk memperjuangkan aspirasi generasi muda, atau hanya sekadar taktik untuk mendulang suara?

Menurut studi dari Asia Pacific Media and Information Literacy (APMIL) Centre pada tahun 2022, sebagian besar kampanye digital yang menargetkan generasi muda lebih berfokus pada citra visual dan gaya hidup, ketimbang menyampaikan substansi atau visi politik yang jelas. 

Banyak kandidat yang menggunakan influencer untuk mendongkrak popularitas mereka tanpa menekankan program-program konkret yang akan diimplementasikan untuk mengatasi masalah yang dihadapi generasi muda. 

Hal Ini menimbulkan pertanyaan: apakah suara generasi muda hanya dipandang sebagai komoditas politik yang bisa dibeli dengan kampanye menarik?

3. Aspirasi dan Kepedulian Generasi Muda: Apakah Diwujudkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun