Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Jurnalis - Pewarta

Penyuka Kopi Penikmat Literasi// Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan dan Strategi Pengembangan Desa Wisata yang Berkelanjutan

7 Oktober 2024   15:28 Diperbarui: 7 Oktober 2024   15:36 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa wisata Panglipuran masuk kedalam top 100 desa wisata dunia yang berkelanjutan (sumber gambar:kemenparekraf via Kompas)

Desa wisata telah menjadi tren dalam industri pariwisata global, terutama sebagai respons terhadap keinginan wisatawan untuk mendapatkan pengalaman autentik dan budaya lokal. 

Di Indonesia, pengembangan desa wisata menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan memberdayakan masyarakat. 

Menurut data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2023), ada lebih dari 1.800 desa wisata yang tersebar di seluruh Indonesia, dan angka ini terus bertambah seiring meningkatnya minat wisatawan pada pariwisata berkelanjutan. 

Dalam artikel ini akan mengeksplorasi cara-cara memaksimalkan potensi desa wisata secara berkelanjutan, disertai dengan data dan analisis terkait.

Potensi Desa Wisata

1. Keanekaragaman Budaya dan Alam  

Indonesia memiliki kekayaan budaya dan alam yang melimpah, dengan setiap desa menawarkan keunikan tersendiri. Desa-desa wisata seperti Desa Penglipuran di Bali dan Desa Nglanggeran di Yogyakarta menjadi contoh sukses bagaimana keanekaragaman ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. 

Berdasarkan Data dari UNESCO (2022) menunjukkan bahwa desa wisata yang mengutamakan konservasi budaya dan alam mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan hingga 30% per tahun.

2. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu kekuatan desa wisata adalah pemberdayaan masyarakat lokal. Ketika masyarakat terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan desa wisata, mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat tetapi juga pelaku utama. 

Di Desa Pentingsari, Yogyakarta, masyarakat lokal secara aktif mengelola homestay dan berbagai kegiatan wisata, seperti jelajah alam dan belajar membuat kerajinan lokal. 

Mengutip Data dari World Tourism Organization (2023) menunjukkan bahwa desa wisata yang dikelola secara partisipatif cenderung lebih berkelanjutan, dengan peningkatan ekonomi desa hingga 40% dalam kurun waktu lima tahun.

Tantangan dalam Pengembangan Desa Wisata Berkelanjutan

1. Ketergantungan pada Wisatawan dan Fluktuasi Ekonomi

Desa wisata sangat bergantung pada jumlah kunjungan wisatawan, yang bisa mengalami fluktuasi akibat situasi global seperti pandemi atau krisis ekonomi. Desa yang tidak memiliki strategi diversifikasi ekonomi atau alternatif pendapatan bagi masyarakat akan lebih rentan terhadap penurunan kunjungan. 

Menurut laporan dari Asian Development Bank (2023), 35% desa wisata di Asia Tenggara mengalami penurunan pendapatan drastis saat pandemi Covid-19, menunjukkan pentingnya diversifikasi ekonomi.

2. Overtourism dan Degradasi Lingkungan 

Tanpa manajemen yang baik, desa wisata rentan mengalami overtourism, yang dapat merusak lingkungan dan mengurangi keaslian budaya. Desa Penglipuran di Bali, misalnya, telah berjuang menghadapi tantangan ini dengan membatasi jumlah pengunjung harian dan memberlakukan aturan ketat untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. 

Mengutip data dari Global Sustainable Tourism Council (GSTC, 2023) menunjukkan bahwa desa wisata yang menerapkan batasan dan regulasi cenderung lebih berhasil menjaga kelestarian lingkungan dibandingkan yang tidak.

Strategi Mengoptimalkan Potensi Desa Wisata Berkelanjutan

1. Pengelolaan Berbasis Komunitas  

Pengelolaan berbasis komunitas adalah kunci dalam menciptakan desa wisata yang berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengambilan keputusan, desa wisata dapat memastikan bahwa pembangunan sesuai dengan kebutuhan lokal dan menjaga nilai-nilai budaya setempat. 

Menurut International Labour Organization (ILO, 2023), desa wisata berbasis komunitas mampu meningkatkan pendapatan rata-rata keluarga hingga 50%, serta mengurangi pengangguran lokal.

2. Infrastruktur Berkelanjutan dan Teknologi Hijau

Investasi dalam infrastruktur ramah lingkungan, seperti energi terbarukan dan sistem pengelolaan limbah, penting untuk mendukung pariwisata berkelanjutan. 

Desa Nglanggeran di Yogyakarta, misalnya, menggunakan panel surya untuk menyediakan listrik di beberapa area wisata, yang tidak hanya mengurangi dampak lingkungan tetapi juga menghemat biaya operasional. 

Menurut laporan dari International Renewable Energy Agency (IRENA, 2023), desa wisata yang berinvestasi pada teknologi hijau dapat mengurangi emisi karbon hingga 60%.

3. Diversifikasi Produk Wisata dan Pelatihan Masyarakat  

Untuk mengurangi ketergantungan pada kunjungan wisatawan, desa wisata dapat mengembangkan produk wisata alternatif seperti ekowisata, wisata edukatif, atau agrowisata. 

Misalnya, desa wisata di wilayah Lombok kini mengembangkan wisata perkebunan kopi dan cokelat sebagai daya tarik tambahan. Selain itu, memberikan pelatihan keterampilan baru kepada masyarakat, seperti pelatihan bahasa asing atau manajemen bisnis, akan meningkatkan daya saing dan keberlanjutan ekonomi desa. 

Menurut data dari Ministry of Tourism and Creative Economy (2023) menunjukkan bahwa desa wisata yang mengembangkan lebih dari satu jenis produk wisata cenderung memiliki tingkat kunjungan yang lebih stabil.

4. Promosi dan Branding yang Efektif  

Promosi melalui platform digital, seperti media sosial dan situs web, sangat penting untuk menarik wisatawan dan meningkatkan visibilitas desa wisata. Banyak desa wisata yang bekerja sama dengan influencer atau travel blogger untuk mempromosikan desa mereka secara online. 

Contohnya, desa wisata Tuk Tuk di Danau Toba mengalami peningkatan jumlah kunjungan 25% setelah aktif mempromosikan keunikan budaya dan pemandangan alamnya melalui platform digital. 

Menurut data dari Google Travel Insights (2023), desa wisata yang memiliki kehadiran digital yang kuat dan memanfaatkan strategi pemasaran digital memiliki peluang peningkatan jumlah kunjungan hingga 35%.

Pengembangan desa wisata yang berkelanjutan memerlukan strategi yang holistik dan berbasis komunitas untuk memastikan manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan budaya. 

Dengan mengoptimalkan pengelolaan berbasis komunitas, berinvestasi pada teknologi hijau, dan melakukan promosi efektif, desa wisata dapat menjadi sumber daya yang berharga dalam mendukung pembangunan ekonomi lokal dan pelestarian budaya. 

Melalui dukungan yang tepat dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal, desa wisata di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi destinasi unggulan yang berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun