Menurut laporan dari Asian Development Bank (2023), 35% desa wisata di Asia Tenggara mengalami penurunan pendapatan drastis saat pandemi Covid-19, menunjukkan pentingnya diversifikasi ekonomi.
2. Overtourism dan Degradasi LingkunganÂ
Tanpa manajemen yang baik, desa wisata rentan mengalami overtourism, yang dapat merusak lingkungan dan mengurangi keaslian budaya. Desa Penglipuran di Bali, misalnya, telah berjuang menghadapi tantangan ini dengan membatasi jumlah pengunjung harian dan memberlakukan aturan ketat untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.Â
Mengutip data dari Global Sustainable Tourism Council (GSTC, 2023) menunjukkan bahwa desa wisata yang menerapkan batasan dan regulasi cenderung lebih berhasil menjaga kelestarian lingkungan dibandingkan yang tidak.
Strategi Mengoptimalkan Potensi Desa Wisata Berkelanjutan
1. Pengelolaan Berbasis Komunitas Â
Pengelolaan berbasis komunitas adalah kunci dalam menciptakan desa wisata yang berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengambilan keputusan, desa wisata dapat memastikan bahwa pembangunan sesuai dengan kebutuhan lokal dan menjaga nilai-nilai budaya setempat.Â
Menurut International Labour Organization (ILO, 2023), desa wisata berbasis komunitas mampu meningkatkan pendapatan rata-rata keluarga hingga 50%, serta mengurangi pengangguran lokal.
2. Infrastruktur Berkelanjutan dan Teknologi Hijau
Investasi dalam infrastruktur ramah lingkungan, seperti energi terbarukan dan sistem pengelolaan limbah, penting untuk mendukung pariwisata berkelanjutan.Â
Desa Nglanggeran di Yogyakarta, misalnya, menggunakan panel surya untuk menyediakan listrik di beberapa area wisata, yang tidak hanya mengurangi dampak lingkungan tetapi juga menghemat biaya operasional.Â
Menurut laporan dari International Renewable Energy Agency (IRENA, 2023), desa wisata yang berinvestasi pada teknologi hijau dapat mengurangi emisi karbon hingga 60%.
3. Diversifikasi Produk Wisata dan Pelatihan Masyarakat Â
Untuk mengurangi ketergantungan pada kunjungan wisatawan, desa wisata dapat mengembangkan produk wisata alternatif seperti ekowisata, wisata edukatif, atau agrowisata.Â
Misalnya, desa wisata di wilayah Lombok kini mengembangkan wisata perkebunan kopi dan cokelat sebagai daya tarik tambahan. Selain itu, memberikan pelatihan keterampilan baru kepada masyarakat, seperti pelatihan bahasa asing atau manajemen bisnis, akan meningkatkan daya saing dan keberlanjutan ekonomi desa.Â
Menurut data dari Ministry of Tourism and Creative Economy (2023)Â menunjukkan bahwa desa wisata yang mengembangkan lebih dari satu jenis produk wisata cenderung memiliki tingkat kunjungan yang lebih stabil.