Misalnya, ketika seseorang membuat lelucon yang tidak pantas tentang topik sensitif seperti kemiskinan, rasisme, atau pandemi, mereka dapat dianggap "socially tone deaf."
Mengapa Istilah Ini Menjadi Viral?
Fenomena viralnya istilah "socially tone deaf" mencerminkan perubahan dalam cara masyarakat berkomunikasi dan mengekspresikan empati di era digital.
Di zaman di mana media sosial menjadi platform utama untuk berbagi pendapat, komentar yang tidak tepat dapat dengan cepat tersebar luas dan memicu reaksi keras.
Orang-orang kini lebih waspada terhadap kata-kata yang mereka gunakan, terutama ketika membahas isu-isu sosial yang kontroversial.
Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat semakin menuntut tingkat kesadaran sosial yang lebih tinggi dari individu, terutama mereka yang memiliki pengaruh atau pengikut yang banyak.
Kemampuan untuk memahami konteks sosial dan menunjukkan empati dianggap sebagai kualitas penting, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
Orang yang dianggap "socially tone deaf" biasanya menunjukkan perilaku atau sifat-sifat tertentu yang menunjukkan kurangnya kesadaran atau kepekaan terhadap konteks sosial dan perasaan orang lain.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri yang umum terlihat pada seseorang yang memiliki sifat "socially tone deaf":
1. Kurang Memahami Konteks Sosial
Orang yang socially tone deaf sering kali tidak mampu menangkap isyarat sosial atau memahami konteks situasi tertentu.
Mereka mungkin membuat komentar yang tidak sesuai atau tidak pantas dalam suatu situasi tanpa menyadari dampaknya.