Mohon tunggu...
Nahdia Nuzulita
Nahdia Nuzulita Mohon Tunggu... Freelancer - Pemula

"Langsamer fortschritt ist besser als kein fortschritt"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kato Nan Ampek: Unggah-ungguh Orang Minang

31 Januari 2024   09:00 Diperbarui: 17 April 2024   20:11 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kato nan ampek terdiri dari kato mandaki, kato manurun, kato mandata, dan kato malareang.

a. Kato mandaki, bahasa yang digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang dituakan. Pemakaian bahasanya lebih rapi dan jelas. Intinya, kato mandaki lebih menekankan pada aspek penggunaan tutur kata yang lebih sopan sebagai bentuk rasa hormat kepada orang yang lebih tua.

b. Kato manurun, cara bertutur kata atau cara bersikap kepada orang yang lebih muda baik dari segi usia ataupun kedudukan. Pemakaian bahasa yang digunakan lebih mengayomi dan menunjukan rasa kasih sayang sehingga lawan bicara lebih nyaman ketika berkomunikasi.

c. Kato mandata, cara berbicara kepada orang yang sepantaran atau bisa dikatakan cara berkomunukasi dengan teman sepermainan.

Penerapan kato mandata memunculkan komunukasi yang penuh rasa persahabatan, kegembiraan, dan tidak menyinggung dan saling mendukung. Sesuai pepatah minang " Diagak mangko diagiah, dijua mangko dibali" yang berarti ketika berbicara hendaklah berpikir dahulu sehingga bisa memberikan jawaban yang tidak akan menyinggung perasaan orang lain.

d. Kato malareang, tata cara bicara terhadap orang yang kita segani. Penggunaan bahasa dalam kato malereang biasanya diungkapkan dalam bentuk kiasan, sindiran, peribahasa. Dalam aturan kato malareang kita tidak bisa menyampaikan sesuatu secara gamblang dan terus terang.

Kesimpulannya, kato nan ampek telah menjadi aturan tidak tertulis bagi masyarakat suku Minang dan telah menjadi daging bagi masyarakat Minang itu sendiri. Hal yang digaris bawahi dalam artikel ini adalah, bahwa perbedaan situasi dan status sosial menunjukkan adanya aturan tata krama yang jelas dalam bahasa Minangkabau.

Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang senang dihargai dan dihormati. Bila penghargaan itu diberikan terdahulu kepada lawan bicara maka proses komunikasi yang kita lakukan selanjutnya akan lebih nyaman. Karena perselisihan atau pertikaian yang rumit akan berhasil didamaikan lewat komunukasi yang baik, yang saling menghargai, dan menghormati.

Bakato bapikiri dulu, ingek-ingek sabalun kanai, samantang kito urang nan tahu, ulemu padi nan kadipakai.

Tot homines, quot sententiae

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun