Mohon tunggu...
Nahdia Nuzulita
Nahdia Nuzulita Mohon Tunggu... Freelancer - Pemula

"Langsamer fortschritt ist besser als kein fortschritt"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kato Nan Ampek: Unggah-ungguh Orang Minang

31 Januari 2024   09:00 Diperbarui: 17 April 2024   20:11 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: pixabay.com

Jika di Jawa kita mengenal aturan unggah-ungguh dalam berkomunikasi dengan masyarakat yang mana komunikasi tersebut didasarkan pada kedudukan dari lawan bicara. Hal ini bertujuan, untuk menghindari adanya kesalahpahaman di antara kedua belah pihak yang sedang berkomunikasi.

Hal ini sesuai dengan bunyi pepatah Jawa "Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana" yang berarti nilai dari karakter seseorang terletak dari ucapan dan pakaian yang digunakan. Dalam unggah-ungguh ada tingkatan : Ngoko yang digunakan kepada teman sebaya atau orang yang usianya lebih muda dan Kromo digunakan kepada orang yanng lebih tua atau memiliki kedudukan di atas kita.

Aturan atau etika komunikasi ini tidak hanya ada dalam bahasa Jawa, namun juga ada dalam bahasa Minangkabau. Sesuai dengan bunyi pepatah Minang:

Nana kuriak iyolah kundip

Nan merah iyolah sago 

Nan baiak iyolah budi 

Nan indah iyolah baso 

Pepatah tersebut menjelaskan penerapan sopan santun adalah hal utama yang ditanamkan sedari kecil kepada orang Minang karena orang yang bisa menjaga lidah dan bahasanya dianggap sebagai orang yang beradab. Karena banyak perselisihan yang terjadi hanya karena tidak bisa menempatkan diri dan bahasa dalam situasi tertentu.

Suku yang menganut garis keturunan matrilineal ini telah mengatur bagaimana bersikap dan berkomunikasi kepada orang disekitarnya. Dalam bahasa Minangkabau, aturan ini dikenal dengan istilah "Kato Nan Ampek."

Kato nan ampek adalah aturan, tata cara berbicara, atau bahasa yang digunakan saat berbicara kepada orang yang lebih tua, teman sebaya, adik, atau orang yang memiliki kedudukan di atas kita.

Kato nan ampek terdiri dari kato mandaki, kato manurun, kato mandata, dan kato malareang.

a. Kato mandaki, bahasa yang digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang dituakan. Pemakaian bahasanya lebih rapi dan jelas. Intinya, kato mandaki lebih menekankan pada aspek penggunaan tutur kata yang lebih sopan sebagai bentuk rasa hormat kepada orang yang lebih tua.

b. Kato manurun, cara bertutur kata atau cara bersikap kepada orang yang lebih muda baik dari segi usia ataupun kedudukan. Pemakaian bahasa yang digunakan lebih mengayomi dan menunjukan rasa kasih sayang sehingga lawan bicara lebih nyaman ketika berkomunikasi.

c. Kato mandata, cara berbicara kepada orang yang sepantaran atau bisa dikatakan cara berkomunukasi dengan teman sepermainan.

Penerapan kato mandata memunculkan komunukasi yang penuh rasa persahabatan, kegembiraan, dan tidak menyinggung dan saling mendukung. Sesuai pepatah minang " Diagak mangko diagiah, dijua mangko dibali" yang berarti ketika berbicara hendaklah berpikir dahulu sehingga bisa memberikan jawaban yang tidak akan menyinggung perasaan orang lain.

d. Kato malareang, tata cara bicara terhadap orang yang kita segani. Penggunaan bahasa dalam kato malereang biasanya diungkapkan dalam bentuk kiasan, sindiran, peribahasa. Dalam aturan kato malareang kita tidak bisa menyampaikan sesuatu secara gamblang dan terus terang.

Kesimpulannya, kato nan ampek telah menjadi aturan tidak tertulis bagi masyarakat suku Minang dan telah menjadi daging bagi masyarakat Minang itu sendiri. Hal yang digaris bawahi dalam artikel ini adalah, bahwa perbedaan situasi dan status sosial menunjukkan adanya aturan tata krama yang jelas dalam bahasa Minangkabau.

Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang senang dihargai dan dihormati. Bila penghargaan itu diberikan terdahulu kepada lawan bicara maka proses komunikasi yang kita lakukan selanjutnya akan lebih nyaman. Karena perselisihan atau pertikaian yang rumit akan berhasil didamaikan lewat komunukasi yang baik, yang saling menghargai, dan menghormati.

Bakato bapikiri dulu, ingek-ingek sabalun kanai, samantang kito urang nan tahu, ulemu padi nan kadipakai.

Tot homines, quot sententiae

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun