Mohon tunggu...
Nahdia Nuzulita
Nahdia Nuzulita Mohon Tunggu... Freelancer - Pemula

"Langsamer fortschritt ist besser als kein fortschritt"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gasiang Tangkurak: Cinta Ditolak, Sijundai Bertindak!!

29 Januari 2024   20:24 Diperbarui: 29 Januari 2024   20:27 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Topsumbar.co.id

Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar atau membaca artikel tentang gasing, mayoritas akan menyebutkan jika gasing adalah permainan tradisional yang digunakan sebagai hiburan dalam mengisi waktu luang.

Di Indonesia, gasing memiliki berbagai bentuk dan juga penamaan sesuai dengan tradisi daerah yang ada. Fungsi gasing pun tentunya beragam mulai dari  sekedar hiburan, meramal masa depan, perjudian hingga menjadi senjata magis untuk menyakiti seseorang.

Di sumatera Barat contohnya, yang menjadikan gasing sebagai alat untuk mengirimkan guna-guna kepada seseorang. Gasing ini dinamakan dengan sebutan "gasiang tangkurak". Gasing tangkurak digunakan sebagai media balas dendam seorang pria yang sakit hati cintanya ditolak.

 

Penamaan gasiang tangkurak berasal dari bahan pembuat gasing yaitu tangkurak atau dalam bahasa Indonesia berarti tengkorak. Di wilayah Minangkabau, terkhususnya yang masih pedesaan mengatakan jika bahan tengkorak yang digunakan untuk pembuatan gasiang tangkurak adalah tengkorak yang diambil dari orang yang mati berdarah, seperti kecelakaan, dibunuh, dan sebagainya. Sebagian lagi mengatakan jika tangkurak berasal dari wanita yang meninggal karena melahirkan sekaligus dipercaya menjadi bahan yang lebih baik.

Kenapa tengkorak dahi atau jidat yang diambil? Karena dahi dianggap sebagai penyimbolan seseorang yang memiliki keteguhan dalam menjalankan ajaran Islam yakni solat.

Bagian yang diambil adalah bagian dahi sepanjang 6x4 cm. Selama proses pengambilan, sang dukun akan merapalkan beberapa mantra. Setelahnya, tengkorak dahi yang sudah dipotong, dilubangi menjadi dua bagian. Kedua bagian tersebut kemudian dimasukan benang pincono atau sebagian lain menyebutkan tali pengikatnya berupa kain kafan. Lalu, gasing kemudian diputar beberapa kali dan ditarik ujungnya hingga gasing berputar terus menerus diikuti dengan dukun yang membaca mantra.

 

Padang.viva.co.id
Padang.viva.co.id

Mantra yang dikirimkan dukun kepada korbannya diambil dari nama makhluk halus yang dikirim untuk menganggu korban yang dinamakan dengan "sijundai" atau juga dikenal dengan "ibilih rajo hawa".

Dalam mitos yang berkembang di masyarakat, mengambarkan Sijundai sebagai sosok yang buruk rupa dan suka menganggu manusia. Jadi Sijundai sering menganggu manusia dengan melemparkan batu atau pasir ketika lewat sambil mengeluarkan tawa yang menakutkan.

Dampak dari Sijundai bisa jadi korban akan tergila-gila kepada pemilik gasing atau dampak paling parah koban akan kehilangan kesadaran dan melakukan perbuatan di luar nalar atau normal manusia seperti teriak- teriak, menjambak rambut, menyakiti diri, hingga memanjat dinding rumah.

Bisa dibilang, sijundai adalah ilmu hitam yang sangat kuat yang jika terkena, korban hanya bisa disembuhkan oleh orang yang memiliki gasing ini atau dengan kata lain si korban harus memohon atau meminta bantuan pelaku untuk menghentikan dan menarik sijundai.

Asal usul Gasiang Tangkurak

Dalam cerita yang diceritakan turun temurun, gasing tangkurak lahir dari cerita masa lalu tentang seorang pemuda bernama Sibabau yang menyukai seorang perempuan bernama Puti Losuang Batu. Ketika si Sibabau menyatakan cintanya atau ketertarikannya kepada Puti, si Puti menolaknya dan menghinanya lantaran Sibabau memiliki penyakit kulit dan orang desa mengusirnya. Lalu Sibabau pulang dan memainkan seruling atau saluang dan tak lama Puti Losuang menjadi tergila-gila kepada Sibabu. Dendang seruling yang dimainkan Sibabau kemudian menjadi mantra yang digunakan untuk memangi Sijundai.

Bertolak dari cerita di atas, orang tua dulu selalu berpesan kepada anak gadisnya untuk selalu menjaga lisan dan tingkah laku kepada laki-laki. Hingga ada petuah yang terkenal berbunyi "dek ulah talompek kato, mamanjek dindiang jadinyo. "walaupun singo di dalam paruik, kambiang juo nan kalua" yang berarti kalau berbicara harus berhati -hati, walaupun kita sakit hati tetap kata lembut yang harus dikeluarkan. 

Walaupun zaman sudah berkembang, namun kepercayaan akan sijundai masih tetap eksis di masyarakat Minang sampai sekarang.

Referensi : 

 https://www.topsumbar.co.id/2023/08/ilmu-hitam-gasiang-tangkurak-di-minangkabau-misteri-dan-legenda-di-balik-tradisi-kuno/#google_vignette

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun