Kembali dengan rangkaian huruf
Kata demi kata mulai kuikat satu
Kuurai tak bersembunyi
Menjadikan penentu puisi yang terbuka; tak prismtis lagi bersuara makna yang bersabda
Mengetik seada bisa etika tak membuat luka
Menuang luapan yang telah banyak menumpuk di kepala
Bisik nuansa sore akhirnya kembali
Kali ini, kembali menuntun jemari
Membawa daku kepada bincang hari-hari yang pergi
Mentorehkan garis-garis dengan lunturan warna hati, melukis sketsa hayat ukiran tangan sendiri
Hanya sebuah karya senyum imaji, telah sedikit bisa mengalir lagi di dalam hati
Jenuh telah tiba, sebab belum utuh rasa terlengkapi
Apa mungkin memang belum tiba seongok arti?
Sulit sekali, halnya mencari putih di guguran sakura Â
Memesonai naluri, akan warna manis setumpuk merah muda
Adalah rona daun yang menyala tertimpa hujan dan senja, tetap indah meski nanti menuju musim kemarau
Jatuhan suara ranting, menyukai tempat di mana ada telinga mendengarkannya
Aku tahu, memang tak selamanya kejora bisa mendahului pagi
Namun waktu, bukan masalah baginya meski melewati warna pelangi
Bayang memang tak bisa bersembunyi di balik cahaya
Namun, lambat laun terang akhirnya aku mengerti, menelan dosis angan hanya membuatku candu Â
Tiada pernah lurus, selalu menembus khayalan pilu nan biru Â
Datang hadirkan ambigu memaku, membelenggu tubuh qolbu; merantai pangkal rumah nada hati kecil, tempat paling murni di bilik-bilik irama nurani yang berpuisi
Created by : Â Nahar
Tanggerang, 20 Maret 2021
___________________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H