Sedangkan ciri-ciri toxic relationship bila dilansir dari Mental Health, yaitu:
1. Merasa dirinya tidak pantas/kurang baik bagi pasangan
2. Semua hal yang dilakukannya selalu salah, sehingga harus mencari pendapat orang lain untuk menilai
3. Harga diri sering dijatuhkan
4. Tidak bisa menjadi diri sendiri
5. Dianggap sebagai pembawa masalah
6. Pasangan mulai mengatur dan membatasi pergaulan/pertemanan
7. Kehilangan teman dan orang-orang yang dulunya dekat
Lalu, apa sih sebenarnya latar belakang penyebab seseorang bisa menjadi toxic bagi pasangannya?
1. Dibesarkan dalam keluarga minim kasih sayang, simpati, dan empati
2. Pengalaman buruk di masa lalu yang kemudian menjadikannya secara tidak sadar menempatkan orang lain pada ketakutan yang pernah dia alami
3. Memiliki masalah gangguan mental
Waow!
Cinta memang membutakan segalanya, bahkan kesadaran dan kewarasan diri sendiri. Inilah alasan mengapa banyak orang tidak sadar bila sebenarnya mereka sudah terjebak di dalam sebuah hubungan tidak sehat. Mereka menganggap bila pengorbanan mereka didasari atas nama cinta!
Padahal lagi-lagi penulis tekankan,
"Cinta seharusnya memberdayakan, BUKAN memperdaya!"
"Cinta adalah ketika dua orang saling berkembang baik secara emosional, cara pandang, maupun sosial. Bukan yang saling mengekang dan akhirnya menghambat perkembangan diri terutama ketika kita masih dalam tahap mencari identitas dan prestasi." - Nagita Aisyah
Cinta? Boleh! Bodoh? Jangan!
Daripada bertahan di dalam toxic relationship yang hanya menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, serta perasaan, lebih baik selesaikan, lepas dan coba untuk mulai fokus pada diri sendiri. Banyak hal positif yang bisa dilakukan untuk mengembangkan diri, dibanding menyia-yiakan waktu dengan tetap fokus/terjebak dalam hubungan yang merugikan diri sendiri.
Berat?
Awalnya memang iya. Bahkan bagi sebagian orang mungkin sangat sulit, tapi bagi sebagian orang yang lain, melepaskan adalah awal dari menemukan kembali kebebasan diri untuk menemukan diri sendiri.
"Sejatinya, ketika memutuskan untuk mengakhiri sebuah hubungan, kita bukan kehilangan orang tersebut. Namun kita hanya kehilangan apa yang biasanya selalu ada ketika masih bersama." - Nagita Aisyah
Kita hanya dituntut untuk kembali pada kata 'tanpa': tanpa kabar, tanpa sapa, tanpa ucapan-ucapan mesra, dan tanpa tanpa yang lain. Tidak ada hal merugikan di sini selain tetap bertahan pada hubungan yang tidak sehat. Karena kita bisa lebih produktif mencari identitas dan kemampuan diri tanpa terdistraksi.