Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Air Terjun di Kampung Ku (Potensi Desa yang Terabaikan)

14 Agustus 2023   12:18 Diperbarui: 14 Agustus 2023   12:25 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. 

Selamat pagi genks, semangat 45!!! 

shalom, om swastyastu, namo buddhaya, wei de dong tian. 

Salam sejahtera bagi kita semua, salam kebajikan. 

Rahayu rahayu rahayu.

Semnagat banget pagi ini diri ku... 

Asupan nutrisi Semesta Raya terserap dalam otak dan benak ku. 

Aku baru saja pulang dari gubuk, ya sekitar beberapa menit ynag lalu. 

Pakai motor, sengaja biar bisa bergegas pulang. 

Pingin latihan menulis. 

Lah latihan menulis digubuk kan bisa? 

Tidak ada kuota, jadi kalau di gubuk mungkin lain waktu. 

Atau digubuk latihan menulisnya dimedia WhatsApp. 

Hari ini Senin 14 Agustus 2023 pukul 09:50 WIB aku mulai buka kompasiana. 

Bermesraan bersama kompasiana pagi ini aku mau menunjukkan satu spot air terjun di kampung ku. 

"Curug Watu Gantung" warga sini menyebutnya. 

Letaknya di kali sat, timur kelurahan Wadas, pas di ujung timur padukuhan Jetis. 

Nama curig itu populer di kampung ku.

Atau bahasa Indonesianya "Air Terjun Batu Gantung". 

Curug ini dulu sempat dibugar, tapi gagal. 

Tak lain karena manajemen pengelolaannya yang tidak tepat. 

Ramai tapi cuma beberapa minggu langsung sepi. 

Pertama faktor SDM, yang dipilih oleh pemerintah desa sebagai PokDarWis (Kelompok Sadar Wisata), tidak memiliki bekal literasi yang cukup terkait wisata. 

Kesadarannya belum terbangun. 

Sehingga tujuannya langsung komersil, semua diuangkan.

Pun masih karena faktor kedekatan dengan lurah, sehingga orang-orang tersebut dipilih untuk mengelola. 

Pada intinya, planing, mapping, target, tujuannya tidak jelas. 

Para pengelola hanya berfikir hasilnya uang. 

Padahal jika dimanaj dengan baik ini akan mampu menyedot wisatawan luar daerah.

Dengat tekhnik dan konsep yang tepat. 

Jangan hanya menjual alam, tapi sinergitas dengan berbagai sektor di Desa, keseluruhan. 

Konsepnya lagi-lagi jangan plagiat. 

Harus memahami karakteristik alamnya. 

Memberikan fasilitas bukan justru memaksakan merubah bentuk asli. 

Memadupadankan bangunan fasilitas sehingga menjadi esthetic bukan malah ala-ala dan asal jadi. 

Tapi memperhatikan unsur geografisnya juga. 

Menjadi bentuk yang artistic dan esthetic yang sedap dipandang mata, dan nyaman dinikmati. 

Tapi ternyata tidak, dulu asal bangun saja, malah dipaksakan dari karakter asli. 

Berikan sentuhan sedikit yang menunjang keelokan spot utama. 

Dulu malah bawahnya air terjun dibendung menggunakan kawat brondong. 

Jadi kesan naturalnya hilang, auranya sudah tidak lagi bagus. 

Hanya karena tetangga desa memiliki air terjun yang bisa untuk jeguran alias ciblon alias renang dibawah air terjun. 

Curug Jeglong, yang sudah menjadi wahana wisata yang dibangun oleh pemuda karangtaruna dari Desa tetangga. 

Pun dukungan pemerintah desa yang sangat penuh, sehingga memicu semangat pengelola. 

Karakter sungai juga natural, tidak terlalu dipaksakan. 

Walau mayoritas di Indonesia konsep tempat wisatanya alay semua, norak. 

Banyak warna-warni, tulisan-tulisan, lambang-lambang hati (love). 

Tidak esthetic banget, tapi ya lucunya kemenparekraf memberikan acc tempat wisata yang seperti itu. 

Tim penilainya tidak memiliki selera tinggi terkait esthetica tempat wisata. 

Perbukitan diatas curug watu gantung (Dokpri)
Perbukitan diatas curug watu gantung (Dokpri)

Mereka adalah pemuda yang sering aku ajak bolang kala aku dirumah. 

Foto ini sudah sangat lama aku ambil, antara 2014-2017, lupa aku. 

Aku temukan foto ini di maps curug dan langsung aku screen shot. 

Yang merah namanya Marfu'in. 

Sedang ynag biru namanya Muhammad Muslihudin. 

Dulu setiap kali aku pulang dan pas mereka dirumah, aku selalu ajak mereka jalan-jalan ke hutan desa. 

Sembari bermain sembari membersihkan sungai dari smapah plastik, sekuat tenaga kami sambil mandi disungai. 

Ini si Muhammad Muslihudin (Dokpri)
Ini si Muhammad Muslihudin (Dokpri)

Pura-puranya kami mencintai alam.

Karakteristik air terjun ini sangat menarik.

Kubangannya penadah air terjunnya dangkal, banyak bebatuan besar.

Air juga sangat jernih kala musim terang seperti sekarang ini, tapi debit sungainya ya kecil.

Kondisi sekarang sudah tidak seindah dulu. 

Setelah dibugar menjadi semakin diangkal dan jelek dilihat. 

Kalau suatu saat mau dikelola lagi bendungannya harus dibongkar sekalian.

Agar karakter sungainya terbentuk. 

Saat kami memungut sampah disungai (Dokpri)
Saat kami memungut sampah disungai (Dokpri)

Air terjun ini terleltak di hutan yang dikelola oleh perhutani. 

Air terjunnya memiliki beberapa tingkatan, enam atau tujuh tingkatan. 

Karakter hutan sebenarnya sudah mendukung, yakni hutan pinus, walau tidak luas. 

Tapi ada beberapa spot menarik.

Hutan pinus pontong sarangan (Dokpri)
Hutan pinus pontong sarangan (Dokpri)

Ini anjul kanan kiri jurang yang sangat dalam. 

Batu cadas sangat tinggi, kalau bersih dari gulma tampak karakter bebatuannya. 

Bisa untuk spot wall climbing kalau dikelola. 

Ada beberapa batu cadas yang Menjulang tinggi, sekitar 50-150 meter ketinggian. 

Pontong sarangan ini letaknya di utara air terjun, bisa juga dibangun spot gardu pandang. 

Satu tebing batu cadas lagi pas berada di timur air terjun. 

Semakin ke atas, ketinggian air terjunnya lebih pendek. 

Ini curug atas yang pendek (Dokpri)
Ini curug atas yang pendek (Dokpri)

Ini karakter air terjunnya seru, bisa buat prosotan.

Terakhir diatasnya foto tersebut ada satu paling atas paling pendek. 

Sedang dibawahnya ini cukup tinggi, ada kedungnya juga, cukup dalam. 

Kedalaman kubangan kedung sekitar 3-7 meteran. 

Ini dari atas kedung takir (Dokpri)
Ini dari atas kedung takir (Dokpri)

Tapi tidak diperkenankan untuk lompat, bisa patah tulang. 

Ketinggian curug ini sekitar 7-10 meter.

Yang namanya kedung takir ya bawah kubangan bundar itu. 

Berikut tampak dari bawah. 

Kedung takir (Dokpri)
Kedung takir (Dokpri)
Terlihat dangkal karena air pas jernih-jernihnya.

Kedalaman sekitar 3-7 meter. 

Masih kedung takir (Dokpri)
Masih kedung takir (Dokpri)

Foto dulu masih alami, seneng aku dengan karakter sungai ini yang dulu.

Nuansa tropis yang melekat menjadi karakter tersendiri. 

Namun sayang, pengelola kala itu pas bersihin awal buka, malah di bersihkan semua. 

Bahkan banyak batu disingkirkan, pepohonan dibabad semua. 

Jadi kesan estheticnya malah hilang. 

Ya maklum, pengelola dolannya pada kurang jauh. 

Tidak mau membaca buku panduan pokdarwis juga sih.

Wal hasil ya, bentuk wisata yang tidak merefreh pikiran. 

Masih kedung takir (Dokpri)
Masih kedung takir (Dokpri)

Sebutan batu gantung itu bukan asal nama. 

Tapi karena memang ada batu yang seolah tergantung. 

Diatas kedung takir ini, ketinggian sekitar 15 meter diatas. 

Sebenarnya bukan batu gantung, lebih tepatnya malah rock balancing. 

Sebuah batu yang ukurannya sangat besar ada di ujung bibir jurang terganjal batu kecil dan tidak jatuh. 

Dari bawah terlihat seperti tergantung. 

Tapi pas aku kesitu dulu tidak terlihat karena tertutup gulma yang sangat lebat. 

Masih kedung takir (Dokpri)
Masih kedung takir (Dokpri)

Susah, untuk membentuk SDM yang benar-benar siap untuk menjadi tuan rumah wisata. 

Dukungan pemerintah juga sangat minim.

Pemerintah justru banyak memprioritaskan proyek pembangunan infrastructure jalan kampung. 

Jadi pemerintahan kampung ku ini kategori konsumtif.

Sebenarnya jika bisa mengalokasikan dana untuk membangun potensi wisata justru menjadi investasi Desa yang sangat menghasilkan. 

Jadi membangun infrastructurenya sementara cukup akses ke tujuan wisata, dan membangun zona-zona penyangga. 

Soalnya dengan terbangunnya wisata, otomatis akan ada aktifitas ekonomi yang berjalan.

Masyarakat berdaya, desa sejahtera, Indonesia jaya. 

Curug utama yang paling bagus (Dokpri)
Curug utama yang paling bagus (Dokpri)

Ini tingkatan nomor dua dari bawah, tapi justru menjadi spot utama. 

Karena memang bentuknya yang paling baik dan indah. 

Cukup tinggi, ketinghian sekitar 20-30 meter dari dasar air terjun. 

Ini foto dari atas tebing pontong brutu, batu cadas yang cukup tinggi dan bagian atasnya sangat sempit.

Disebut pontong brutu karena jika dilihat dari jauh tampak seperti brutu ayam. 

Tapi kondisi waktu itu ditumbuhi lalang dan gulma yang sangat rimbun. 

Jadi tidak tampak batu cadasnya, letak ya ditimur curug. 

Curug utama (Dokpri)
Curug utama (Dokpri)

Dulu masih tampak bagus banget, dibugar jelek, gagal bugar jadi semakin jelek. 

Tendensi kepentingan pragmatic. 

Strateginya juga tidak becus.

Jadi sangat disyangkan sekarang keindahannya hilang. 

Jujur GHELO aku.

Ini atasnya curug utama(Dokpri)
Ini atasnya curug utama(Dokpri)

Bagaimana tidak gelo? 

Wong kala itu anggarannya cukup besar, ratusan juta loh, hampir satu EM. 

kok jadinya jelek banget, Pokdarwis dan pemerintahaannya orang berkepentingan semua. 

Berkepentingan untuk memang kas uangnya. 

Selamanya tidak akan jalan jika orientasinya masih uang. 

Bangun desa itu ya keikhlasan untuk kemajuan dan mensejahterakan desa. 

Turut mewujudkan sila pancasila. 

Bukan malah gemar dengan uangnya saja. 

Kedung lesung (Dokpri)
Kedung lesung (Dokpri)

Ini letaknya tepat diatasnya curug utama. 

Kedalaman sekitar 1-2 meter. 

Karakternya batu cadas, sampingnya ini datar cukup luas. 

Dulu kalau bolang kesini bawa ayam, bakar-bakarnya disamping kedung lesung ini. 

Dulu karena nakal, ayamnya cari dikebun, ayam kampung milik warga, asal tangkap saja sambil jalan ke tujuan. 

Masih kedung lesung (Dokpri)
Masih kedung lesung (Dokpri)
Nyaman duduk ditepi sungai ini, sejuk dan asri. 

Apalagi sentuhan konsepnya yang artistic dan esthetic, akan semakin elok. 

Sentuhan rekaan tapi tetap Nuansanya menyatu dengan alam, kembali ke alam. 

Muslih dan kedung takir lagi (Dokpri)
Muslih dan kedung takir lagi (Dokpri)

Muhammad Muslihudin yang sedang candid menikmati indahnya sungai. 

Muslih sapaan akrabnya, dia ini yang juga selalu jadi ojek ku antar jemput ke terminal dulu setiap kali aku pulang. 

Muslih dan curug utama (Dokpri)
Muslih dan curug utama (Dokpri)

Ini kami usai resik-resik sungai, mandi, menikmati dinginnya air terjun. 

Muslih ini juga dulu yang menjadi saksi hidup ku kala aku liburan semester dan merantau ke Jakarta menjadi kuli bangunan, ya bareng dia. 

Curug yang bisa buat prosotan (Dokpri)
Curug yang bisa buat prosotan (Dokpri)

Jika pemerintah memberikan amanatnya kepada orang yang tepat, kemajuan dan kesejahteraan akan tercapai. 

Bahkan sila pancasila akan sangat mudah terwujudkan. 

Tangan yang tepat, menentukan masadepan yang hebat. 

Masa depan tingkat desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Negara. 

Baik-buriknya, maju-mundurnya ya tinggal orientasi pemimpinnya. 

Memimpin sekedar untuk kerja cari gajihan sudah baik sih. 

Memimpin untuk kemaslahatan masyarakatnya ya ini yang  sejatinya berjiwa pemimpin.

Memimpin yang sekedar gaya dan bangga diri biasanya berujung korupsi, kolusi, nepotisme.

Gratifikasi menjadi makanan sehari-hari, suap menyuap bag uang tunjangan. 

Marak dilingkungan pejabat ENDONESA. 

Entahlah, semoga kelak aku bisa membangun potensi-potensi kampung ku ini. 

Atau kampung ini aku beli saja seluruhnya. 

Aku ratakan semua, konsep ulang, bangunan warga dirapihkan. 

Warga tetap tinggal disini tapi sertifikat tanah hanya hak guna. 

Sudah seperti sultan ground saja.

Sesekali ketawa ah, Hahaha, liarnya otak ku. 

Kemajuan diri tercapai dari kepemimpinan diri yang baik. 

Pun kemajuan sebuah daerah yakni akan tercapai oleh tangan pemimpin yang tepat. 

Mumpung bertepatan pemilu nih. 

Pilihlah pemimpin dari hati nurani, jangan sekedar karena uang.

Juallah yang mahal hati kita untuk satu pilihan yang menentukan lima tahun kedepan. 

Politik uang, tolak uangnya, laporkan pelakunya. 

Matinjujur kepada diri sendiri, dan jangan mudah disuap. 

Kalau aku diamplopi suruh nyoblos si A, ya kalau amplop tebel bisa buat bangun deso ku, mungkin aku pikirkan untuk ku terima.

Kalau cuma recah sejuta, dua juta, belum bisa ngecor jalan depan rumah ya aku ndak terima. 

Kalau pun ada serangan fajar, ya paling aku serang balik, kalau serangannya single. 

Kalau serangannya keroyokan ya aku rudal sekalian. 

Aku pinjam nuklirnya paklik Putin untuk merudal pelaku serangan fajar. 

Alhamdulillah sudah kumandang adzan dzuhur. 

Sudah pukul 12:16 WIB. 

Aku akhiri sampai disini latihan menulis ku siang ini. 

InsyaAlloh nanti sore lanjut latihan menulis lagi. 

Mohon maaf lahir dan batin. 

Salam dari pelosok Desa untuk Indonesia sehat, Indonesia maju, Indonesia cerdas, Indonesia emas. 

Matur sembah nuwun. 

Nitip sehat, semangat dan jangan lupa bahagia. 

Alhamdulillah. 

Barokalloh. 

Wassalamualaikum. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun