Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary

Senyum Rindu Simbahku

20 Juni 2023   12:43 Diperbarui: 20 Juni 2023   12:47 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ketemu tetangga yang barusan buang sampah, ada yang sedang duduk menikmati udara pagi bersama anaknya yang masih kecil. Semua aku sapa sambil berjalan menuju gubuk bambu ku. Tak lama sampai diparkiran alias ladang orang yang biasa buat parkir orang-orang kesawah, ku mati kan mesin dan ku parkirkan motor. Duduk sejenak sembari mendengarkan kuliah subuh di masjid pembicaranya bapak Kyai Tamyiz Abdullah, aku mendengarkan sudah di akhir sesi ceramah, beliau memaparkan pentingnya merasa rendah diri "iso ngrumongso, ojo ngrumongso iso" yakni maksudnya dari ungkapan itu bisalah merasa jangan merasa bisa, ungkapan itu mengingatkan aku yang mana dulu aku pernah membaca tulisan kalimat tersebut di dinding kayu sebuah kamar seorang santri di pondok pesantren kampung Ngampel Patean Sukorejo Kendal.

Mbah Kyai Tamyiz Abdullah memaparkan yang intinya ketika kita tahu kita jangan soko tahu, ketika kita pintar kita jangan soko pintar, teruslah merasa bodoh dan teruslah merasa tidak tahu agar kita mampu untuk terus belajar, terus menuntut ilmu dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun, pun lakukanlah segalanya lillahita'ala, gapai ridho-Nya. Barokalloh. Tak lama kuliah subuh selesai di tutup dengan sholawat dan do'a. Selesai do'a aku jalan melewati turunan jalan setapak dan disambut oleh merdunya gemericik air sungai. 

Aku ke campuan alias pertemuan dua aliran sungai, ku letakkan topi putih, tas dan buku diatas batu, dan aku melepas air pipis yang sudah ku tahan sedari diparkiran, kemudian aku berwudhu, ku ambil semua yang aku letakkan dan jalan meuju gubuk bambu ku, masuk gubuk naik tangga bambu ke lantai dua. biasa tak lupa sambil baca mantra dan langsung nyetel radio RRI Pro 1 Semarang, kemudian salin petelesane alias ganti baju buat nyambutgawe (baju dinas) Hahahah. Hape segera aku cas dan tas ku letakkan di kursi depan jendela. Ku turun tangga menuju ke teras samping, meletakkan beberapa buku dikursi dan membacanya sebentar sembari mendengarkan radio RRI.

Asyik baca buku, waktu tak terasa sudah hampir jam 8, aku tutup buku, dan ambil golok, aku jalan 100 meteran menyebrangi air terjun depan gubuk ku menuju pohon pisang yang akan aku tebang. Ku tebang pohon pisang, pisangnya ternyata keracunan (entah terkenal virus parasite apa, daunnya menguning dan tak lama pohon bakal mati, orang kampung sini menyebutnya keracunan) Padahal pisangnya seharusnya sudah bisa dijadikan keripik. Terus aku tebang saja, aku potong-potong dan sedikit aku rapikan.

Tak dapat pisang yang sudah aku jongko sampai takbawain moge, hahaha. Melihat cabai rawit banyak yang sudah merah, aku lanjutkan memetik cabai, lumayan lima pohon aku petik bisa buat sambel lima kali. Sebelas cabai yang merah aku ambil bijinya untuk aku sebar ditanah cangkulan kemarin (ndeder lombok bahasa kampungnya), lumayan kalau widjinya tukul (lain widji tukul seorang penulis puisi yang kritis) iki widji cabai alias biji cabai, tukul alias tumbuh bahasa kerennya menyemai, hahaha, semua sudah tersebar satu bedeng kecil tanah cangkulan, dan langsung aku siram.

Selesai ndeder lombok, aku ambil kelapa di ranggon (barang go manggon) gubuk kecil dipinggiran sawah. Ada 20 kelapa aku pikul dan ada pupuk kimia aku bawa ke gubuk bambu ku. Ku taruh semua, kelapa yang 8 sudah tumbuh cikal alias tunas dan aku taur di samping batu besar depan teras, sengaja biar tumbuh. 4 kelapa coba ku kupas dan ternyata sudah busuk aku kumpulkan dibawah pohon kelapa. Yang utuh dan belum tukul cikal alias tumbuh tunas ada 8 dan aku bawa pulang. Sebelum pulang aku nyebar mes alias pupuk kimia untuk pohon tomat. Ada mbokde Badriyah dan anak mantu beserta cucunya datang kesawah buat ambil kayu dan memetik talas. Sejenak sambil ngobrol dengan mereka sambil nyiram tanaman yang telah aku kasih pupuk. Jam 9an aku sholat dzuha terus bergegas pulang. 

Nyangking kelapa sampai parkiran, taruh dimotor, semua sudah rapi, motor aku engkol, nyala dan langsung jalan balik kerumah Simbok nganter kelapa. Ketemu beberapa orang lagi nyangkul sawah, salah satunya ada mbah Nasori yang aku teriaki untuk liren alias rehat, ada pak Sidul yang sedang membajak dengan traktornya, pun beliau senyum cerah seperti warna baju yang sedang dikenakan hijau stabilo, dan melambaikan tangan penuh ceria, dasar pak Sidul orangnya ndagel suka bercanda. Langsung jalan, sampai kampung ketemu mboklik Rubiati pulang dari buang sampah, kemudian Simbah ku sedang duduk diteras, semua aku sapa sambil jalan. Sampai dirumah simbok, aku lewat belakang, motor ku parkir, ada mbokde Munawaroh sedang mblongsong Jambu (membungkus Jambu dipohon agar tidak terserang hama lalat buah), beliau menanyakan "soko Kedung dalan toh kang, oleh klopo mbarang", njih de sahut ku, "lah oleh opo mbarang kui ning plastik?" tanya dia lagi, "iki lombok de, nyoh nek go nyambel sampean" sahut ku sembari memberikan lombok yang aku bungkus daun pisang kuning dan kurangkap plastik, "wis porah nahake simbok wae ben go masak" bilang mbokde mun, "ora porah go sampean wae, Simbok wis due okeh" sahut ku, "yo wis matur suwun" sahut mbokde Mun, iyo sahut ku sembari membawa kelapa keteras dan ku taruh, segera ku ke motor lagi. Mbokde Mun tanya lagi "apan langsung ming kedung dalan maning po kang?", enggak de, ki nglebokke motor terus liren, jawab ku sembari muter motor dan jalan. Motor aku masukkan dan biasa langsung menuju diteras belakang, meletakkan tas kecil dan ngecas hape, langsung membuka kompasiana. Sembari mendengarkan RRI aku latihan menulis ini. 

Alhamdulillah sampai dengan jam seini, pukul 12:31 WIB, belum sholat dzuhur, tadi denger adzan malah jempol masih asyik tinggal ngetik-ngetik papan keyboard hape. Hahaha. Ya Alloh ampuni keteledoran ku yang tidak segera mendirikan sholat kala de Samiron (muadzin mushola Baitus Salam kampung ngepeh) telah mengumandangkan adzannya yang begitu merdu. Maafkan aku, hamba-Mu yang pendosa ini. Naztaghfirulohal adzim. Aku merasa hidup ku akan selalu mengesankan khususnya untuk diriku sendiri, ketika aku awali dengan langkah baik dan aku selipkan sholawat dan do'a di setiap geraknya. Sekian latihan menulis siang ini pukul 12:43 WIB, aku khiri, matur sembah nuwun. Nitip sehat, semangat dan jangan lupa bahagia. Wassalamualaikum, Barokalloh. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun