Beberapa kondisi psikologis yang dapat terjadi a.l gangguan tidur, gangguan emosional, masalah konsentrasi, dan sensitif terhadap stimulus auditori lainnya.
Gangguan siklus tidur umumnya berupa perubahan pola tidur, kualitas tidur buruk, dan insomnia. Gangguan emosional yang kerap terjadi adalah pemarah, mudah tersinggung, paranoia (merasa orang lain membicarakan dirinya), cemas, gelisah tanpa tahu penyebabnya, dan depresi. Sedangkan masalah konsentrasi muncul ketika mereka harus mengerjakan tugas atau pekerjaan seperti biasanya tapi mereka membutuhkan waktu lama dan tidak mampu menyelesaikannya.Â
Sensitif terhadap stimulus auditori lainnya terjadi ketika ada suara lain. Mereka tidak bisa mendengar kalau suara lain lebih rendah volumenya daripada suara berdenging di dalam telinganya.
Dalam kasus klien ABC, semua gejala dan dampak dari tinnitus dialami. ABC mudah marah karena dia merasa keluarganya tidak suka padanya.Â
Mereka sering membicarakan dirinya. Dia juga merasa keluarganya tidak peduli dan tidak ada yang percaya padanya kalau telinganya bising.Â
ABC tidak bisa tidur nyenyak karena telinganya berbunyi terus menerus. Supaya tidak bunyi, ia menggunakan headset dan menyetel lagu yang lebih keras daripada sensasi bisingnya. Tentu saja cara ini memperparah kondisi dan kualitas pendengarannya.Â
Pada tinnitus, organ cochlea di dalam telinga yang bermasalah dan stimulasi tanpa henti semacam itu akan membuat kondisi semakin buruk.
Sebagai mahasiswa, ABC juga tidak mampu menyelesaikan tugas kuliah. Dengan adanya kuliah online, dia makin kesulitan. Kalau dia tidak pakai headset, dia tidak bisa konsentrasi.Â
Kalau pakai headset, suara bising itu seperti bertambah keras. Ia juga mengalami konflik dengan anggota keluarga lain karena kadang-kadang ia mendengar saudaranya berteriak, padahal saudaranya sedang berada di ruangan lain.Â
Keluhan ini bisa disalahmaknai sebagai halusinasi auditorik, padahal ini merupakan gejala sensitif terhadap stimulus auditoris.
Intervensi Psikologi dalam Kasus Tinnitus